EMPAT

24.4K 1.7K 62
                                    

"Kak entar Bunga boleh jalan-jalan?"

"Emang mau jalan-jalan ke mana?" Zubaidah sedang memakai seragam kerjanya dan bersiap untuk pergi. Zu mulai mematut diri, tepat dihari senin artinya seragam warna hitam dengan kerudung berwarna putih dan celana kain berwarna hitam.

Setelah merasa rapi, bibirnya tersenyum senang. Sedangkan Bunga sibuk menyuapi Alif. "Sekitar sini aja kok. Aku dan Alif bisa bosan kalau cuma diam di rumah kak." ucapnya seraya mencebik.

"Oke, tapi hati-hati loh. Wah! udah jam segini. Aku berangkat dulu Nga. Bye Lif!"

Zu langsung bergegas pergi setelah mengecup pipi chuby Alif.

"Assalamualaikum kak!" Koreksi Bunga.

"Oh ya! Wa'alaikumsalam!" Teriaknya lalu langsung melajukan motornya.

Bunga hanya menggeleng melihat kelakuan kakaknya itu. "Bibi Zu lucukan?"

Alif hanya tertawa, entah mengerti atau tidak dengan ucapan ibunya.

"Enyak." hanya kata itu yang keluar dari bibir mungil Alif.

Bunga terkekeh, anaknya memang selalu memuji masakan buatannya.

Karena sudah mendapat izin Zu, Bunga langsung berjalan-jalan tak jauh di sekitar tempat tinggal mereka. Alif sedang asyik menikmati susu botol di dalam gendongannya. Di kota banyak gang-gang sempit dan setiap gang yang dilewatinya pasti Bunga menemukan banyak kejadian. Ada seorang bapak-bapak yang terlihat sangar namun hanya bisa menunduk saat istrinya mengomel. Ada juga seorang kakek dan nenek yang duduk bersama seakan-akan mereka sedang mengenang masa-masa muda dulu. Bunga tersenyum melihat dua orang tua itu. Dan semakin dalam Bunga memasukinya, dengan terpaksa Bunga harus menutup kedua mata Alif, dua tetangga yang bersebelahan bertengkar mempertontonkan aksi yang tak pantas untuk beberapa anak kecil yang ikut berkerumun melihat pertengkaran itu. Bunga segera melangkah meninggalkan keributan itu. Lalu tanpa sadar akhirnya Bunga keluar dari gang lurus itu.

Tapi sebuah gedung yang berdiri megah di seberang jalan menarik perhatiannya. Beberapa pemuda dan gadis keluar dari sana menggunakan seragam yang paling ingin dipakainya. Keinginan mengenyam pendidikan formal kembali dirasakannya.

"Bu ... Bu ...," celoteh Alif menyadarkannya dari keterpakuan akan impiannya.

"Iya Lif, Ibu nggak bakal sedih kok." ujarnya seraya tersenyum lembut.

Seakan mengerti ucapan ibunya, Alif tersenyum dan kembali memainkan mainannya yang bisa berbunyi saat digoyang tangan mungilnya. Bunga mencium puncak kepala Alif lembut. Lalu berbalik meninggalkan tempat itu. Ibu muda itu kembali melangkah ke arah yang lebih jauh sedikit dari gang tadi. Beberapa gedung terlihat menjulang dari kejauhan.

Bunga berhenti saat menemukan sebuah tempat yang dipenuhi dengan pohon, serta beberapa bunga yang tertata rapi, mungkin tempat ini yang disebut taman. Ada beberapa permainan yang menghiasi taman ini. Bunga langsung memasuki taman itu dengan sumringah.

"Lif, ayo kita main nak!" Teriaknya gembira.

Dengan menggendong anaknya dia masih bisa berlari kecil. Beberapa permainan dicobanya, dan ayunan menjadi tempat favoritnya. Di desa permainan seperti ini tak pernah ada kalau pun ada itu terbuat dari bambu atau kayu bukan besi dan tempatnya berada di desa sebelah yang jaraknya cukup jauh. Alif ikut tertawa bersamanya, sesekali dia berceloteh riang.

"Alip tuka ain." Katanya dipangkuan Bunga.

Bunga tersenyum mendengar celoteh anaknya. Setidaknya walau di sini sangat berbeda dengan desanya namun berada di sini membuat Bunga tentram. Di sini tak ada lagi yang menggunjinginya atau pun memperolok dirinya dan anaknya.

Little MotherWhere stories live. Discover now