03. Slow Dancing In a Burning Room

37.6K 3.9K 166
                                    

Grand Indonesia, 2016

"Waaah! Gile udah lama banget! Apa kabar lo?!" teriak Samuel Nainggolan dengan wajah sumringah sambil berdiri dan merangkul teman lamanya yang selama empat tahun belakangan berkuliah di London, mengambil jurusan International Business and Management itu.

Arjuna Dewangga tertawa renyah—jenis tawa yang berbahaya bagi kaum wanita. Kemudian ia menepuk-nepuk pundak salah satu teman karibnya itu pelan, "Bangga banget gue ngeliat lo pake seragam angkatan udara gini, Sam! Asli!"

"Ah, kalo gue sih bosen tiap nongkrong doi pake seragam itu mulu," respon Andreas Pratama, yang langsung dibalas dengan tinju yang didaratkan Samuel di lengan atasnya.

"Enaknyaaa bisa sering nongkrong bareng."

Ketika SMA dulu, Samuel Nainggolan adalah orang yang bisa dibilang nekat. Kalau ada acara tawuran atau ribut-ribut dengan geng sekolah sebelah, dia pasti maju duluan di paling depan. Kepalanya bahkan pernah bocor dan ia dengan bangganya memamerkan itu! Tipe orang yang tidak perlu waktu lama-lama untuk berbicara—karena tidak dipikirkan dulu sebelumnya. Siapa sangka orang yang sempat dicap tidak punya masa depan oleh guru-guru sekolahnya itu kini bisa masuk angkatan udara?

"Lo sih Jun, kelamaan di negeri orang!" timpal Adam Januardhi sambil cengengesan, kemudian ikut merangkul Arjuna.

Saat SMA, Arjuna memang ikut geng cowok-cowok sekolahnya dan cukup sering nongkrong-nongkrong di warung yang secara turun menurun menjadi tempat berkumpul geng itu. Tapi, walaupun kenalannya cukup banyak, ia hanya punya beberapa teman dekat, yaitu Samuel, Adam, dan Andre.

"Gimana, gimana, ketinggalan berita apa aja nih? Siapa yang udah mau married tahun ini?" tanya Arjuna penasaran sambil memperhatikan teman-teman SMA-nya yang tidak ada satupun yang membawa kecengan.

"Yaaah payah ah! Jauh-jauh ke sini yang gue liat batangan lagi, batangan lagi!"

Omongannya itu mengundang gelak tawa teman-temannya yang sedang asyik mengobrol dengan satu sama lain—entah mengobrol tentang Manchester United yang kalah telak dari Tottenham, Rossi yang di bash abis-abisan karena melakukan kecurangan pada Marquez, kampanye Donald Trump yang norak dan bawa-bawa agama, sampai disetujuinya pemberian saham oleh Freeport ke Indonesia senilai 23 Triliun. Yang jelas, obrolan yang jauh lebih berkelas daripada ketika mereka SMA dulu, yang hanya sekedar membicarakan cewek dari sekolah A, atau cara-cara PDKT paling ampuh.

Arjuna sedang bercerita panjang lebar tentang pengalamannya di London pada Andre dan Samuel ketika tiba-tiba Adam—yang baru saja kembali dari toilet—membelalakkan matanya dan langsung menepuk-nepuk lengan Arjuna tidak sabaran.

"Apaan sih, Dam? Ngomong yang jelas apa, dari dulu kebiasaan deh melotot-melotot doang!" omel Arjuna sambil mengikuti arah pandangan mata Adam.

Wanita itu.

Wanita yang pernah membuat masa-masa SMA-nya jadi menyenangkan (sekaligus menegangkan!). Wanita yang mengajarkannya banyak hal. Wanita yang membuat London baginya jadi tempat menyebalkan. Wanita yang pernah membuatnya mengutuk dirinya sendiri berkali-kali.

Dia ada disana. Tepat di seberang mejanya yang terhalang oleh buffet salad. Sedang tertawa mendengar omongan teman di sebelahnya, yang sudah pasti sedang melucu.

Dia masih belum banyak berubah, gumam Arjuna dalam hati tanpa berusaha memalingkan pandangan sedikitpun.

Bayangan akan masa-masa SMA menari-nari di ingatan Arjuna. Masa-masa yang setengah mati ingin ia ulang kembali.

I was the one you always dreamed of

You were the one I tried to draw

How dare you say it's nothing to me?

"Woy! Ngeliatinnya biasa aja kaleee!" suara yang berasal dari Evan itu membuyarkan lamunan Arjuna.

Andre langsung tersenyum penuh arti ke arah Arjuna yang kini malah pura-pura sibuk dengan ponselnya, "Yah ke-gep deh Jun! Kurang aluuus!"

"Reuni emang rawan CLBK sih, Jun. Cinta Lama Belom Kelar!" timpal Irvan sambil tertawa terbahak-bahak, diikuti teman-temannya yang lain.

Arjuna diam saja ketika dicengin oleh teman-temannya itu, bahkan anehnya, ia menikmatinya. Rasanya seperti... kembali ke masa-masa SMA dulu?

"Cakep banget ya tuh orang, Jun," komentar Adam sambil ikut-ikutan menatap wanita itu dengan tatapan memuja.

Dengan satu gerakan cepat Arjuna menempeleng kepala Adam, "Jangan diliatin mulu, Dam."

"Lah kenapa!? Kalo gue demen, boleh dong Jun, gue gebet?" goda Adam dengan nada suaranya yang khas Betawi itu.

Arjuna tidak bergeming mendengar bercandaan Adam, ia langsung buru-buru mengalihkan pembicaraan tentang isu-isu politik yang sedang panas-panasnya bagi publik.

Seharusnya boleh-boleh aja, eh, iya kan? Arjuna jadi bertanya-tanya sendiri kenapa sikapnya tiba-tiba aneh seperti ini. Ia merasa tidak nyaman dengan pertanyaan Adam, walaupun ia tahu temannya itu sedang bercanda.

"Samperin dong Jun, be gentle!" Andre membisikkan kalimat itu sesaat kemudian—yang rasanya seperti déjà vu.

"Yee ini lagi, gue cuma nggak 'ngeh aja kok dia itu siapa. Kan udah lama gak ketemu," jawabnya berbohong.

Mana mungkin dia bisa tidak sadar? Mana mungkin wajah seperti itu bisa ia lupakan?

Eh tunggu... apa-apaan itu barusan!? Dia pasti ngelindur lagi karena kurang tidur semalam. Pasti karena itu.

"Hadeuh, dari dulu gengsi lo itu nggak ilang-ilang Jun!"

My dear,

We're slowly dancing in a burning room

Don't you think we oughta know by now?

***

Definisi déjà vu: frasa Perancis yang artinya secara harafiah adalah "pernah melihat" atau "pernah merasa". Maksudnya adalah mengalami sesuatu pengalaman yang dirasakan pernah dialami sebelumnya.

Senja di JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang