MyT>> 12

1.4K 132 4
                                    

Pagi yang cerah untuk jiwa yang sepi, judul lagu itu mungkin pas sekali untuk digo saat ini. Digo berdiri didepan jendela kamar yang langsung disuguhkan pemandangan kota malang dengan kesan tak terlupakan.

"digo mama udah siap" senyum tersungging dari bibirnya, dokter tampan ini akan segera mengenalkan teman dekat wanitanya itu artinya ia akan serius dalam menjalani hubungan.

"sebentar lagi ma, biar sila bersiap siap dulu. Kasian dia selesai tugas jam tiga pagi tadi" digo memeluk mama nya.

Sebenarnya digo masih mencoba meyakinkan dirinya sendiri untuk hubungannya dengan sila. Semalam ia kembali membuka coretan hatinya. Digo menemukan selembar kertas pink dengan tulisan latin. Terselip diantara lembar terakhir dan sampul.

"Ma, boleh digo tunjukin sesuatu?" digo mengurai pelukannya.

Mama digo mengangguk. Sorot matanya terlihat menyiratkan beban. Digo tak mengucapkan apapun hanya menyerahkan selembar kertas yang ia  pegang pada mama nya.

"sisi adik sila ma, digo harus gimana?" digo menangkup wajahnya.

"digo sayang sama sila?"digo mengangguk.

"digo udah coba dengar penjelasan sisi?" digo menggeleng, membuat mamanya tersenyum.

"kamu gak akan pernah bisa berdamai dengan masa lalu kalau kamu sendiri gak pernah mau tau kebenarannya digo. Kebenaran memang gak selalu memberikan kebahagiaan tapi kebenaran akan selalu bisa memberi ketenangan"

"coba kamu denger penjelasan sisi, jangan terburu buru menjatuhkan pilihan. Kamu bilang ke sila kita gak jadi ketemu hari ini."

Digo tercengang mendengar penuturan mamanya. Padahal mamanya sudah rapi dan siap berangkat, karna kegalauan digo jadi batal . kisah cintanya dengan sisi memang tak pernah ditutupi dari mamanya. Apa yang diperbuat sisi waktu itupun mamanya mengetahui.

**

"lo punya satu kesempatan, dan setelah itu gue harap kita bisa benar benar selesai" digo memasukkan kedua tangannya pada saku celana.

Setelah pertemuannya dengan sila batal, digo pergi selecta sekedar menenangkan fikiran dengan menikmati pemandangan bunga yang bermekaran. sebuah tempat yang benar benar bisa memberi ketenangan bagi pengunjungnya.

Tak disangka digo justru bertemu dengan sisi.  orang yang paling ia hindari.

"gue akui, dari awal niat gue nerima lo emang gak baik. Gue harus mengorbankan lo demi kepentingan gue " jelas sisi beranjak dari duduknya.

Saat ini mereka sedang berteduh disebuah pondok dari gerimis. Ditemani seduhan teh dan kopi yang sebelumnya telah dipesan. Digo mendengarkan perkataan

"mungkin lo kira lo tau segalanya tentang gue, nyatanya lo gak pernah kenal gue kak digo"

Digo mengerutkan keningnya, yang ia tau memang ia mengetahui segalanya tentang sisi. Hal yang disukai dan tidak disukai. Hampir detail setiap kegiatannya pun digo mengetahui.

"gue mutusin itu karna gue gak mau lo celaka kak, apakah bisa lo melihat setengah hati lo terluka karna lo?" sisi berkata penuh penekanan.

kak digo merupakan panggilan sayang sisi, sisi selalu memanggilnya kak ketika mereka sama sama bersama. tapi setelahnya, kembali seperti semua. tak ada panggilan yang terkesan akrab. lo gue.

Digo merapatkan tubuhnya dengan sisi, digo merasa dipermainkan. Yang ia butuhkan adalah sebuah penjelasan, bukan sebuah pertanyaan.

"gue tau lo gak pernah mencintai gue si, jadi gak usah bersandiwara" jawab digo sinis.

"bahkan lo aja gak pernah mengenal gue kak, gimana perasaan gue. Seberapa kenal lo sama kak bruno?" sisi kembali melontarkan pertanyaan. memberanikan diri menatap digo di depannya.

"bruno sahabat baik gue si, gue kenal banget siapa dia" digo kembali memandang gerimis yang jatuh dihadapannya.

"kalo gue jujur apa lo bakal percaya sama gue?" sisi mendongakkan kepala. Berharap banyak pada lawan bicaranya.

"Tergantung, kalau alasan lo masuk akal gue akan percaya" jawab digo tanpa mau memandang sisi.

Ssisi menghela nafas panjang.. perjalanan cintanya kembali dimulai, sisi kembali harus berjuang sendiri. Kembali memperjuangkan kisah cintanya.

"lo inget kenapa gue bohong soal alamat rumah gue?" digo menggeleng, ia membalikkan tubuhnya menghadap sisi. Merasa tertarik dengan pembicaraan sisi.

"saat itu gue tau kak bruno ada dibelakang kita. Ada fakta yang gak pernah kakak tau tentang kak bruno" digo menatap tajam sisi. Matanya menyiratkan kemarahan, digo merasa tak terima jika sahabatnya disalahkan.

"sisi mohon untuk kak digo jangan motong pembicaraan sisi, biarin sisi menjelaskan semuanya"

sisi berbicara seperti sisi cinta pertama digo, terdengar lembut dan manja. Digo hanya mengangguk pasrah mencoba meredam amarahnya.

"setelah malam itu nembak gue, bruno menelfon gue. Tadinya dia hanya sekedar basa basi Tanya tentang hubungan kita dan sampai diujung pembicaraan dia ngancem gue"

"kak digo baik, semoga aja hubungan sisi baik baik aja ya kak"sisi tersenyum membayangkan makan malam romantic yang baru saja ia dapatkan.

"semua bakalan baik, lo sayang sama digo si?" Tanya serius pria dibalik handphone itu.

"buat apa sisi gak serius kak? Kak digo terlalu istimewa untuk sekedar disia-siain" sisi menyembunyikan wajahnya yang memerah. Hanya memuji saja sudah membuatnya malu tapi mau.

"bagus, lo harus ikutin perintah gue kalau lo gak pengen kekasih tercinta lo itu terluka"senyum sisi terkunci, jantungnya berpacu lebih cepat mendengar kalimat perintah yang terkesan tak ingin dibantah itu.

"ma.. maksud kak bruno apa? Sisi gak ngerti.

"besok gue jelsain, yang jelas gue mau lo terima ali. Dan satu lagi jangan sekali-kali lo bilang kea li kalo gue pernah telfon atau hubungi lo"

Sisi kembali menarik nafas panjang, rasanya dadanya kembali sesak mengingat masa lalunya itu. Sisi menjadi lemah dan tak berdaya, kondisi emosinya yang masih labil menuatnya tunduk akan cinta.

"sejak itu semua rasa yang gue punya gak pernah tersampaikan, kak bruno selalu menjadi pengacau. Hingga puncaknya saat gue diminta mutusin lo dan bermain peran seolah gue memilih bruno. Gue lemah, gue gak bisa menolak. Bruno selalu ngancem akan nyakitin lo dan gue gak bisa harus melihat cinta gue terluka"

Sisi menyusut air matanya sendiri, kembali membuka kisah cintanya sama saja kembali membuka lembar kelam. Cinta yang seharusnya bahagia harus menjadi sebuah permainan.

"kenapa seolah nyata, semua terlihat memang lo ada main sama bruno. Beberapa kalo gue liat lo lagi berdua sama bruno" digo membantah mencoba tak mempercayai.

Melihat gadis mungil yang selalu ia cinta dalam diam berurai air mata membuat hatinya tergerak. ingin sekali menyusut air matanya, memeluk dan menenagkannya. Tapi sekuat hati ia menahan. Digo ingin semua tuntas hari ini.

"semua terlihat nyata? Yang kak digo saksikan hanya sepotong adegan yang seolah olah kami sedang menikmati waktu bersama. Nyatanya saat itu kak bruno mengancamku, menarik tanganku kasar, bahkan kak bruno pernah menampar wajahku" jelas sisi lirih.

Digo langsung memalingkan wajahnya pada sisi, menatapnya menyelidik, mencari kebenaran diantara penjelasannya. Mereka sama sama terdiam, sisi masih sesegukan mengingat kambali lukanya dan digo masih sibuk bergelut dengan rasa penasaran, kecewa dan juga menyesal.

Tanpa mampu berkata lagi digo menarik sisi kedalam pelukkannya. Mereka sama sama menangis, saling melepas beban masa lalunya. Air yang jatuh dari langitpun semakin rapat dan banyak. Semua sesuai, suasana hati dan juga kondisi. Melebur dalam kesakitan masa lalu.

**

selamat pagi, selamat beraktivitas semua. bakalan diusahain update cepet. jangan lupa vote and commen ya karna itu juga jadi penyemangat nulis. salam jauh dari re..

Menghapus Yang TerukirWhere stories live. Discover now