Side A or B (7)

287 49 2
                                    

Aku membanting punggungku ke kursi plastik di dalam Indomaret. Aku mengibas-ngibas tangan ke wajah kegerahan, AC Indomaret masih kurang mendinginkanku yang habis terkena siraman lava dari mulut Al. Aku masih shok, badanku lemas, mulut agak kaku, perutku keram, dan tanganku masih sakit karena memukul lantai berulang kali, hinaannya sungguh sesak di dada. Seenaknya saja dia memperlakukanku seperti budak. Apa karena aku ditraktir makan bubur dua kali, makanya dia bisa semena-mena denganku? Tapi bukan, dia bukan Al yang waktu itu makan bubur denganku. Dia Al versi jahat.

Ci datang ke mejaku, meletakkan sebotol Cola di hadapanku, kemudian duduk di seberangku. "Nggak ada cewek yang sehebat lo. Meskipun gue nggak takut sama dia, tapi gue nggak mungkin bisa ketawa lepas begitu sewaktu diomelin. Jangan-jangan lo itu masokis."

Aku tersedak ludahku sendiri dan terbatuk-batuk. Orang yang tidak tahu rahasiaku, pasti selalu menuduhku masokis, kalau dilihat dari sikapku tentu saja cocok.

"Siapa bilang aku nggak takut? Sampai sekarang gigi aku masih berderit." Aku lantas berdeham dan menetralkan tenggorokanku, mengubah topiknya, "menurut kamu apa Al punya kembaran? Keduanya sekolah di tempat yang sama? Yang satu baiknya minta ampun, satunya lagi jahatnya bikin orang jantungan."

Ci menggeleng, "dia kelihatan sama aja."

"Masa kamu nggak bisa lihat perbedaannya? Pernah perhatiin gaya rambutnya nggak?"

"Semua orang pernah marah dan sopan disatu waktu, Bi. Itu nggak aneh sama sekali."

"Aku juga nggak yakin, sih ...." Aku merenung sambil membuka tutup botol Cola kemudian menegaknya dan mendadak mengubah dugaanku, bahkan aku tersentak asumsiku sendiri sampai memukul meja, "bisa jadi dia punya kepribadian ganda. Dua puluh empat wajah Al. Iya!" Aku begitu yakin sampai memelotot.

"Kok, jadi kayak judul buku."

"Atau mungkin dia kerasukan?"

Ci mendesah, "apaan lagi, sih, Bi?" Ci memakan ciki Taro sambil memandang ke arah lain, malas mendengarkanku.

Tapi aku amat yakin dengan asumsiku yang satu ini, "bukannya kerasukan lebih masuk akal dari pada saudara kembar atau punya kepribadian ganda?" Aku sendiri tercengang seperti Jim Carey yang menemukan ide menjahili orang, "Al membolehkan tubuhnya disewa hantu, hantu itu bertujuan membalas dendam atas kematiannya. Al sisi jahat adalah hantunya, sementara sisi baik itu Al yang asli. Tapi makin hari, hantu itu terlalu mendominasi pemakaian tubuh Al, atau mungkin dia bertujuan untuk mengambil alih seluruh tubuh Al dan Al asli nggak akan pernah kembali."

"Kok, jadi kayak fiktif gitu?"

"Berdasarkan pengamatan aja, kok."

"O, ow ...." Ci mendongak lebih tinggi dari kepalaku, aku punya firasat buruk.

Aku tersenyum palsu tidak menginginkan tebakanku benar, "objeknya ada di belakang, ya?"
Ci mengangguk, lalu memakan ciki Taro seolah kedatangan Al bukan bencana, sah-sah saja dia bersikap begitu, karena yang besar mulut itu aku.

Aku mendongak-melihat ekspresi Al yang datar sambil memberinya senyum palsu, "apa kabar, Al? Lama nggak ketemu." Aku melambai sedikit, menyamarkan degupku. Kupikir aku akan diteriakinya lagi, tapi Al malah duduk di sampingku, siap-siap memberi keterangan mengenai asumsiku bersama senyum liciknya.

AL BI CI DIWhere stories live. Discover now