Sang pencuri datang ke rumah si gadis di malam ketiga, kedatangannya kali ini bukan hanya melanjutkan kisahnya, ia juga membawa padi, ikan, kain sutra, serta peralatan untuk melengkapi kediaman si gadis. Gadis itu tak menaruh curiga atau menanyakan semua pemberiannya berasal. Ia justru bertanya dengan raut kebingungan, "bagaimana caranya aku membalas kebaikanmu yang luar biasa ini?"
"Cukup jadi pendengar ditiap cerita-ceritaku saja."
Atas rasa suka yang kian bertambah, pencuri itu akhirnya lebih giat mencuri untuk mencuri hati sang gadis. Sebagai janji, pencuri itu mengajak sang gadis naik ke kuda hitamnya. Mereka melewati hutan, pasar hingga ke ibu kota, tertawa sepanjang perjalanan kemudian sampai di desa Pondok Pinang. Mereka memarkikan kudanya di depan sebuah tempat makan yang buka pagi buta. Mereka masuk, duduk di meja dekat jendela, memesan sup daging domba yang terkenal kelezatannya. Pencuri itupun kembali bercerita sambil menyantap makanannya.
***
Hari pertama sang petarung mengawal keponakan raja, mengikuti keberadaannya bagai bayangan hidup. Entah saat keponakan raja berlatih berkuda, memanah, bertarung, belajar seni, dan sejarah kerajaan. Ia melakukannya sungguh-sungguh, seperti cara orang belajar untuk dipersiapkan menjadi pemimpin.
Ketika keponakan raja sakit, ratu yang paling cemas, selalu menjenguk ke kamarnya, menyuapinya, menunggunya hingga terlelap, memastikan pada perawat kerajaan agar ia segera disembuhkan. Ada tatapan kasih sayang luar biasa ketika ratu memandangnya, tatapan yang tidak memerlukan timbal balik dari kecemasannya. Kontras dengan raja yang bersenang-senang dengan selirnya.
Suatu hari keponakan raja bangkit dari ranjangnya. Ia berjalan ke beranda, memandang negerinya dengan wajah masih pucat, ia bertanya, "apa gunanya hidup ini? Apa gunanya naik tahta? Apa manfaatnya aku dilahirkan? Pernahkah kau menahan amarah hingga ke tulang agar orang yang kau cintai tidak terluka?" Banyak tanya lainnya yang petarung itu pikir sebagai racauannya, namun serius ditanggapi, pertanyaan yang seharusnya tidak ada bila ia bahagia.
"Apa yang mengganggu Anda, Paduka?"
"Ketidakpedulian. Ibuku mengurusi negara, Ayahku menghiraukan selir-selirnya di tengah usia lapuknya."
Kesimpulankulah yang membuatku terkejut.
Ia tersenyum meremehkan, "aku ini bergumam apa? Pengawal pemula sepertimu tidak akan mengerti."
"Saya pikir ..., saya paham sesuatu, Pangeran Rafael."
Ia menoleh terkejut ke petarung itu, "kau?"
"Maaf atas kelancangan asumsi saya," sang petarung menundukkan kepalanya.
Tatapan pangeran mendadak sendu, "hanya beberapa orang yang mengetahuinya, terutama Perdana Menteri yang hampir diculik. Mereka ingin menghancurkan negeri ini dengan berita itu. Kau juga bisa seperti mereka, aku tidak peduli lagi."
"Seharusnya Paduka lebih peduli karena Anda yang akan memimpin negeri ini. Negeri ini tempat di mana Anda dilahirkan."
"Keponakan Raja." Ia tertawa menyedihkan, "itulah derajatku di sini."
"Raja dan Ratu mengabdi membesarkan negeri ini, jika Paduka tidak menghiraukan negeri ini, itu sama saja Anda mengakui derajat Anda yang rendah."
"Tidak penting belajar sekeras apapun bila akhirnya tidak diakui. Dulu tujuanku unggul dalam bidang apapun agar diakuinya, namun sekarang berubah."
"Untuk apa mendapat pengakuan dari Raja, suatu hari Paduka akan memimpin negeri ini, Anda seharusnya berusaha agar diakui rakyat Anda. Rakyat adalah pemimpin yang sesungguhnya. Anda tidak boleh jadi dungu agar bisa menghadapi orang-orang seperti itu."
Pangeran Rafael terharu, kali pertama ada seseorang yang benar-benar mendengarkannya.
***
Petarung itu menyaksikan langsung perbedaan perlakuan raja pada keduanya. Di musim semi, latih tanding memanah antara anak selir raja dan Pangeran Rafael diadakan. Penonton sebatas keluarga kerajaan, raja dan ratu tak tertinggal selir kesayangan raja.
Babak pertama, anak selir raja mengambil giliran pertama. Memanah dari jarak tiga meter tiga kali rambahan (babak untuk setiap jarak) tiga buah panah tiap babaknya. Anak selir raja pada babak pertama melesatkan anak panah di target siluet bundar, memiliki skor 80, 90 dan 95. Di sisi lain, Pangeran Rafael menembak panah tepat dititik vital berturut-turut, nilainya sempurna. Namun, keadaan berbalik dibabak kedua, anak selir raja unggul.
"Ternyata busurnya yang membawa keberuntungan," komentar sinis dari selir untuk Pangeran Rafael. Ia bangga anaknya memimpin.
Babak ketiga adalah penentuan. Anak selir raja menembakkan panah terakhirnya, skornya tertinggi. Sedangkan Pangeran Rafael terganggu dengan cibiran di belakangnya. Suasana hati Pangeran Rafael tidak membaik. Mereka tidak pernah menimbang kemampuannya.
"Orang hebat selalu kalah diawal," usik raja.
Di panah terakhir Pangeran Rafael, dengan sengaja ia mendaratkannya di titik terlemah. Prediksi raja benar, ia tertawa angkuh, sekaligus menutupi rasa malunya bila anak kebanggaannya kalah.
Raja mendekati Pangeran Rafael dengan enteng mencemoohnya, "orang bodoh tidak akan bisa mengatur negara. Mental keledai sepertimu mau naik tahta? Jangan mimpi!" Kemudian berlalu meneruskan tawanya.
Sang petarung menghampiri Pangeran Rafael, khawatir ia akan kalap saat memegang busur. Namun, ia berkata, "aku bukannya lemah, hanya saja tidak ingin membuat Ayahku geram karena anak kebanggaannya tampak tak bisa apapun di depan orang banyak. Memanah itu melatih kesabaran juga sikap tenang. Karena itu sebagai keturunan raja diajarkan menjadi pemanah tangguh."
"Saya hanya berpesan agar Anda tidak gegabah."
"Tenang saja, aku tidak akan memakai senjata untuk melawan orang seperti itu."
Petarung itu ingin bertanya saat meliha punggung Pangeran Rafael yang menjauh kesepian, 'bagaimana semuanya terjadi, hingga ia diabaikan dalam keluarga kerajaan?'
"Apa kau dapat jawabannya?" Gadis itu memandang si pencuri penasaran.
"Hari itu belum, sampai ...."
"Kau pasti memotongnya lagi."
Pencuri itu tersenyum. Ia sengaja memotongnya, agar ia mempunyai alasan untuk bertemu dengan si gadis esoknya.

YOU ARE READING
AL BI CI DI
Mystery / ThrillerTentang empat orang remaja yang mengalami berbagai kelainan mental setelah mengalami kecelakaan beruntun. Al: berkepribadian ganda Bi: emosi silang Ci: kebal dari rasa sakit Di: buta warna Kau akan temukan rasa sakit mereka serta tindakan ya...