Side A or B (11)

250 46 2
                                    

26.

"Kenapa tidak kerjakan pekerjaan rumah kamu, Al? Jangan salahkan Bapak kalau nilai tugas kamu kosong. Itu karena kamu malas." Pak Luki menegur Al di meja guru. Al menunduk merasa bersalah.

Kenapa dia tidak mengerjakan tugasnya. Di rumahnya dia ngapain aja?

Di tertawa, senang melihat Al yang biasa lebih unggul darinya kali ini benar-benar merasa rendah, "kerjaannya ngomelin orang mulu, sih. Kosongin aja nilainya, Pak, biar dia nggak lulus."

"Kamu juga, Di." Gantian Di yang ditegur Pak Luki.

Di menghentikan tawanya dan mengerenyit, "saya kenapa, Pak?"

"Coret-coret tembok belakang sekolah."

Para siswa tidak melupakan kejadian waktu Di ditegor guru pengawas dan mereka tertawa.
Biasanya Al langsung membalas singgungan Di. Biasanya dimarahi sedikit, sifat tersinggungnya langsung meradang, sifat tak ingin disalahkannya menolak. Tapi kini dia diam saja, dan alarm tensinya pun tidak berbunyi. Sedikit lagi, Al.

27.

Bel istirahat berbunyi, semua siswa keluar, menyisakan aku dan seseorang lagi. Dari kursiku, punggungku memutar ke belakang melihat keadaan Al di mejanya. Al tengah menghentak-entakkan tangannya, dan sesekali melihat angka tensinya. Aku mendekatinya.
"Gelangnya rusak?" Aku meraih tangan Al dan melihat gelang tensinya, ternyata masih berfungsi. "Jadi kamu masih di sisi A?" Tapi tatapannya menajam.

"Bukan, gue ada di tengah-tengah sisi, lima puluh persen di A, setengahnya lagi di sisi B. Sekarang gue tahu, caranya redam emosi itu dengan diam," jawabnya. Al melihat tensinya sekali lagi, "sembilan puluh sembilan, mendingan jangan ajak gue ngobrol dulu." Al kemudian berjongkok di lantai.

Aku ikut berjongkok di depannya, "kenapa malah jongkok? Bukannya makan, udah jam istirahat, lho. Apa masih kenyang karena sarapan bubur tadi pagi?"

"Kalau duduk masih bisa bikin gue marah, mungkin dengan jongkok bisa redam."

"Kalau gitu besok kamu jangan ngerjain tugas lagi, biar diomelin lagi, tapi kamu diam aja."

"Emang lo PIKIR-" alarm tensi Al berbunyi, dia memejamkan matanya terdiam sejenak lalu melanjutkan dengan suara yang lebih pelan, "gue patung disuruh diem aja?" Bunyi alarm tensinya menghilang, aku melirik gelangnya kembali ke 123/79 mmgh. Hebat.

Aku lantas mengambil ipodku dari saku kemeja kemudian memakaikan earphone di telinganya, "coba sambil dengerin lagu."

The Carpenters - Close to You
Al bergeming mendengarkannya, alisnya bertaut, rautnya berubah geli. "Najis, lagunya galau banget." Tapi dia tetap mendengarkannya.

Aku memasang satu earphone di telinga kananku, mendengarkan lagu bersama Al.

"Gue juga belajar redam amarah di rumah."

"Gara-gara itu kamu nggak ngerjain tugas sekolah?"

Al menatapku lama, sampai-sampai aku kalah kontak mata, dan pandanganku beralih ke lantai.

"Bi, kenapa sekeras ini bantuin gue?" Tanyanya lembut.

"Karena ..., kita sama," pengakuanku membuat mataku kembali bertumbukkan padanya.

AL BI CI DITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang