Sang pencuri kembali mengisahkah kelanjutannya. Kali ini sang gadis itu menggelar alas duduk dari bulu domba agar si pencuri nyaman. Serta teh kualitas terbaik yang dibawa sang pencuri untuk sajian mereka. malam yang terlalu larut untuk meneruskan cerita, namun tidak bagi mata dan ekspresi si gadis yang masih antusias. Karena itu si pencuri dengan senang hati melanjutkannya.
***
Hari itu para orang penting kerajaan mengadakan rapat mengenai kematangan usia pangeran dari anak selir untuk naik tahta sekaligus dinikahkan dengan putri negeri seberang. Meski Pangeran Rafael sudah bernapas sesuai aturan kerajaan, menghindari kecerobohan agar tak ada masalah, mirisnya masalah tetap mengekorinya. Kebetulan saat itu, sang petarung berada di sana, berdiri menjaga pintu dalam ruangan.
Perdana menteri mengadu pada raja. "Raja negeri seberang yang ingin menjodohkan putrinya pada pangeran mendengar kabar bahwa Raja mempunyai anak dari ratu. Raja negeri seberang ingin memastikan sebelum menikahi putrinya dengan pangeran."
"Cepat cari orang yang membongkarnya. Dan segera asingkan anak terkutuk itu!" Pekik raja.
"Kita tidak bisa melakukannya, kecuali jika ia berbuat salah, dengan begitu ia akan ditendang dari istana."
Selir raja menguping percakapan, saat itu semuanya tampak tak nyaman berada di istana. Selir raja memerintah seorang dayang menggoda Pangeran Rafael, memberinya obat perangsang, menelanjanginya, mengambil belati, menusuk perutnya sendiri. Pangeran Rafael terbangun paginya, kekagetan besar melihat mayat dayang penuh darah tergeletak di sampingnya. Ia berteriak. Mencari ingatannya sebelum ia terlelap, namun tak sempat, pengawal raja secara mendadak tiba di kamarnya, menggengam kedua lengannya, menyeretnya ke penjara.
Berkali-kali Pangeran Rafael memekik di sepanjang jalan, "aku bersumpah tidak melakukannya. Ia tiba-tiba ada di sana." Akan tetapi, tak ada yang mendengarnya.
Sang petarung sudah ada di depan penjara bawah tanah, membuka pintu jeruji besi dengan wajah prihatin, saat Pangeran Rafael berungkap penuh harap, "sungguh aku tidak melakukannya, aku dijebak, kau percaya padaku, kan? Kau percaya?" Sang pertarung hanya mampu menunduk. Ia tahu kejadiannya. Ia percaya. Namun ia malu tidak mampu melindunginya, padahal itu tugas utamanya ketika masuk ke istana, apalagi ia yang memintanya. Pangeran Rafael kecewa, ia hancur.
***
Sampai pada eksekusi raja, Pangeran Rafael didakwa mengotori istana, dihukum cambuk seratus kali, di penjara dua puluh tahun. Pembelaan apapun yang keluar dari mulutnya disepelekan, tidak valid, dianggap karangan.
Ketika dihadapan singgasana raja, Pangeran Rafael menolak bersujud ampun agar hukumannya diringankan. "Aku merasa tidak perlu serendah itu pada pemimpin yang lebih hina, tanpa mendengarkan berbagai pihak, juga menimbangnya. Seperti yang Raja ceritakan pada orang-orang, Ayahku memang sudah mati saat perang. Mayatnya tergeletak dikubangan dan matanya dipatuki elang, sehingga matanya tidak bisa melihat kebenaran lagi. Aku tidak lagi menginginkan pengakuan darimu, karena kau bahkan tidak banyak diakui rakyatmu, aku juga salah satu rakyatmu."
"Cepat bawa dia!" Raja tak ingin lagi mendengar cemooh dari Pangeran Rafael yang membuat telinganya membusuk.
Atas keberaniannya melawan raja, Pangeran Rafael dicambuk dua kali lipat lebih berat. Di tengah penyiksaan Pangeran Rafael, raja mengadakan pesta penobatan anak selirnya naik tahta, sekaligus acara pernikahan dengan putri dari negeri seberang, serta bergabungnya kerajaan Lotus dan kerajaan negri seberang.
Selir Raja naik kedudukan menjadi ibu suri, derajat yang sama dengan ratu terdahulu. Ibu Pangeran Rafael turut berada di tengah euforia kenaikan jabatan itu, namun rohnya tidak di sana. Ia mencemaskan anaknya. Ia merasa tak berguna, meski mampu mengurusi ekonomi kerajaan, tapi tak bisa melindungi anaknya.
Sang petarung mengendap-endap masuk ke penjara, menyerang dua pengawal penjara hingga tak berdaya lalu mengambil kunci jeruji besi Pangeran Rafael. Ia menemuinya di sel tahanan gelap berbau busuk. Pangeran Rafael tidur terlungkup menahan rintihan, bajunya sobek di bagian belakang, daging punggungnya menganga akibat cambukan.
"Pangeran," panggil si petarung, segera membuka gembok, mendekatinya.
Pangeran Rafaelbergumam serak di tengah kesadarannya, "aku tidak boleh mati, tidak boleh." Perasaan sang petarung ikut sakit, betapabesarnya Pangeran Rafael mencintai negerinya. Lantas ia bergegas membungkusnya dengankain lalu menggendongnya, membawanya kabur dengan kuda hitam. Setidaknya saatini itulah keputusan yang benar, mengasingkannya dari istana agar selamat darituduhan lainnya.

YOU ARE READING
AL BI CI DI
Mystery / ThrillerTentang empat orang remaja yang mengalami berbagai kelainan mental setelah mengalami kecelakaan beruntun. Al: berkepribadian ganda Bi: emosi silang Ci: kebal dari rasa sakit Di: buta warna Kau akan temukan rasa sakit mereka serta tindakan ya...