Chapter 2 : Bossy

136K 11.3K 815
                                    


Kelas yang tadinya cukup hening mendadak heboh ketika Bu Astrid, guru Bahasa Indonesia di kelasku memberikan tugas menyusun karya tulis ilmiah yang dikerjakan perkelompok. Tugas kelompok itu harusnya menyenangkan, namun karena Bu Astrid yang memilih sendiri anggota per kelompok itu, maka banyak anak-anak kelasku yang menentangnya. Apalagi Bu Astrid memutuskan bahwa satu kelompok hanya beranggotakan dua orang dan juga harus laki-laki dan perempuan. Hal ini mengundang protes keras.Seharusnya ini bukan disebut kerja kelompok, tapi kerja berpasangan.

"Bu, pokoknya Nia nggak mau kalau harus sama Ide." Suara manja Nia mendominasi ruangan kelas.

"Elah, siapa juga yang mau sama lo?" balas Ide sewot. Pasti harga dirinya sebagai laki-laki terasa terinjak mendengar penolakan langsung dari mulut Nia.

"Bu, aku juga nggak mau sama Marko!" sahut Talitha, cewek yang paling demen nonton drama Korea. Dia tentu nggak setuju harus dipasangkan sama Marko yang notabene-nya cowok yang paling suka nyinyirin anak-anak kelas kalau lagi bergosip tentang cowok-cowok dari negara ginseng tersebut.

Suasana kelas sekarang layaknya pasar, aku cuma diam karena namaku belum disebut oleh Bu Astrid, jadi aku belum tahu siapa pasanganku. Kalau boleh milih sih aku mau dipasangkan sama Fahmi, dia jago sastra, tidak terhitung sudah berapa kali dia memenangkan lomba berbau sastra seperti essay, puisi, cerita pendek. Kalau sekedar karya tulis mah gampang baginya. Selain Fahmi, aku juga bakalan senang hati bila dipasangkan dengan Reza, cowok pintar nan rajin yang sempat satu kelas denganku waktu kelas sepuluh dulu.

"Tenang dulu semuanya! Ibu belum selesai." Kata Bu Astrid dengan volume sedikit meninggi. Yang tadi sibuk protes mendadak diam.

"Selanjutnya... Calista Wijaya, kamu sama Ernaldi Dovan."

Terlihat Calista yang duduknya tepat di depanku hendak protes pada Bu Astrid karena mendengar namanya disandingkan dengan Ernaldi Dovan alias Dido, namun melihat Dido yang duduknya di meja seberangnya menoleh kepadanya, Calista mendadak diam. Yah, semua orangpun tahu kalau Dido punya tatapan mematikan.

Bu Astrid menandai sesuatu di buku absennya, lalu wanita yang umurnya sekitar empat puluh tahunan itu melanjutkan. "Kinara Alanza... hm, kamu sama Romeo Ananta."

Apalagi ini?!

"Bu, aku..."

Romeo memotong laju mulutku dengan deheman keras. Aku menoleh ke arahnya dan kudapati dia tengah menatapku dengan alis terangkat dan seringai di wajahnya. Seringainya itu seolah mengatakan bahwa aku tidak punya hak untuk protes. Kalau sudah begini bisa apa aku?

Aku mengembuskan nafas pasrah. Sama saja dengan kerja individu ini namanya. Aku yakin Romeo tidak akan turun tangan dengan tugas ini.

Bu Astrid terus dengan kegiatannya mengabsen nama-nama yang dipilihnya dalam satu kelompok. Aku sudah tidak minat lagi dengan semua ini. Pupus sudah harapanku untuk bisa berpasangan dengan Fahmi atau Reza.

Hingga Bu Astrid selesai, kelas kembali heboh akan aksi protes. Aku diam dan sok sibuk dengan buku catatanku. Kudengar Romeo berdecak kesal, aku menoleh ke arahnya dengan bingung.

"Lama banget sih istirahat!" omelnya padaku. Jam tanganku menunjukkan bahwa masih ada waktu sekitar lima menit lagi sebelum bel istirahat berbunyi.

"Gue laper banget, gila!" tambahnya pelan.

"Apaansih, kayak nggak dikasih makan dua tahun aja."

"Lo juga pake acara telat, harusnya nasi goreng lo udah masuk ke perut gue pagi tadi."

Gantian aku yang berdecak. Tak lama kemudian bel istirahat berteriak nyaring, Bu Astrid langsung meninggalkan kelas dan anak-anak kelasku kompak mendesah kecewa karena aksi protes mereka berujung sia-sia.

Resist Your CharmsWhere stories live. Discover now