Chapter 6 : Pertanda Baik

112K 10.5K 225
                                    

Jariku mengetuk-ngetuk meja kayu di depanku, mataku sesekali melirik pintu masuk Serenade Coffe, barangkali orang yang kutunggu-tunggu menampakkan mukanya. Namun, lebih dari lima belas menit, sosok yang kuharapkan segera muncul itu tak kunjung datang. Aku melengos untuk kesekian kalinya.

Baru saja aku ingin menyumpah dalam hati, sosok yang kutunggu akhirnya muncul juga. Dastan dengan setelan baju sekolahnya celingak-celinguk ke penjuru cafe yang nggak terlalu luas ini. Ketika tatapannya bertabrakan dengan tatapanku, dia tersenyum dan langsung mengambil langkah mendekatiku.

“Sori. Udah lama nunggu?” Tanyanya sambil mengambil tempat duduk di hadapanku.

Aku tersenyum, mencoba memaklumi. Masalahnya kalau aku ngomel-ngomel ke cowok ini, malah kesannya aku nggak tahu diri banget. Konteksnya kan aku yang butuh dia sekarang. “Nggak papa, gue yang kecepetan.”

“Lo sekolah, ya?” tanyaku.

“Iya, kelas gue masuk semi final.”

“Oh, bagus tuh, congrats ya.”

Thanks. Lo kenapa nggak sekolah? Nggak ada kelas yang bisa didukung?”

“Haha iya, lagian gue juga lagi males.”

Dastan manggut-manggut, membuat rambutnya yang agak panjang untuk ukuran anak cowok berjatuhan di dahinya. Aku baru sadar kalau ternyata Dastan ini ganteng juga.

“Udah pesen makanan?”

“Belum, gue baru pesen milkshake, buat gue sendiri sih.” Lucu ya, di tempat yang dominan menjual jenis kopi-kopian, aku malah memesan milkshake coklat. Tapi sebenarnya tempat ini, Serenade Coffe, adalah jenis cafe yang menjual berbagai macam makanan, dulunya sih tempat ini memang hanya menjual minuman jenis kopi dan roti-rotian, namun seiring berjalannya waktu, menu yang dijualpun makin berkembang. Mulai dari steak, bubur ayam, nasi goreng, bahkan ada juga mie seperti ramen atau samyang. “Lo mau pesen juga?” tanyaku.

Dastan mengangguk singkat dan segera memanggil pelayan. Dia memesan sepiring nasi goreng dan capuccino dan aku memesan roti bakar keju. Aku heran, apa nasi goreng itu adalah makanan sejuta umat laki-laki? Kenapa cowok-cowok hobi banget makan nasi goreng? Sebenarnya nasi goreng itu selalu mengingatkanku akan Romeo. Dia hampir mengkonsumsi nasi goreng setiap hari. Yang menjadi istri Romeo jadi tidak perlu repot-repot membuat menu dengan bahan-bahan rumit, kasih aja cowok itu nasi goreng yang sesuai dengan lidahnya, dijamin dia sudah menjadi istri kebanggan Romeo karena berhasil membahagiakan lelaki itu.

Sambil makan, aku dan Dastan bercakap-cakap ringan, mengenai sekolah kami, kelas siapa saja yang lolos semi-final Pelita Cup, dan masih banyak lagi. Setelah selesai makan, kuputuskan untuk segera membahas tentang hape-ku, tak ada gunanya lagi banyak berbasa-basi. Dari awal tujuanku bertemu dengan cowok ini adalah untuk mengambil hapeku yang ada di dia.

“Tan, lo nemu dimana hape gue?” Tanyaku akhirnya.

“Di atas kursi tempat kita duduk pas lagi nonton,” jawab Dastan.

“Gue beneran nggak sadar hape gue jatuh.”

“Mungkin jatuhnya pas kita lagi bahas tentang kumbang.” Kata Dastan sambil tersenyum, senyum yang ikut menular kepadaku.

Dastan mengeluarkan sesuatu dari tas-nya dan menyerahkannya kepadaku. Hapeku! Dengan bersemangat, aku langsung menerimanya.

“Udah gue charge batre-nya semalem, kebetulan jenis hape kita sama.” Dastan mengangkat hapenya, menunjukkan kebenaran ucapannya. Aku mengangguk dan buru-buru mengecek hapeku.

“Gue nggak buka apa-apa, cuma semalem aja pas gue nelpon lo, gue buka phonebook. Kebetulan hape lo nggak pake password kan ya."

Yang kulihat memang benar apa yang diucapkan Dastan. Semua line, sms, notif instagram masih menumpuk di panel notifikasi. Ada juga panggilan tak terjawab dari Romeo dan Mama. Kubuka aplikasi line, ya benar, ada 21 line dari Romeo, 5 line dari Calista, 1 line dari OA yang ku add, dan 17 line dari grup kelasku. Semuanya belum di-read. Dastan memang cowok yang sopan dan jujur.

Resist Your CharmsWhere stories live. Discover now