Happy Birthday to Me

333 17 13
                                    

"Christy!"

"Ya, Ibu?"

Christy kecil berlari menuju ke dalam rumah. Panggilan ibunya terdengar menggebu-gebu dan penuh amarah. Kesalahan-kesalahan kecil yang bukan ia pelakunya membuat ibunya ini selalu marah. Dan, Christy dengan sabar meladeni tuduhan-tuduhan ibunya yang kemudian berubah menjadi...

Plak!

... Tamparan.

"Kau tahu vas ini sangat mahal harganya bahkan dengan menjualmu tidak dapat membelinya!" bentak ibunya.

Christy kecil menangis tersedu-sedu. Rasa panas yang menjalar di pipinya berubah menjadi pedih yang menyayat hatinya. Ia hanya bisa menunduk, sambil menangis. Dalam hati ia memberontak mengatakan bukan ia yang sudah memecahkan vas itu. Bahkan ia tak pernah meninggalkan sidik jari di sana.

"Sudahlah, Kak. Kau hanya membuang-buang tenaga untuk menghajar anak itu."

Bibinya. Adik dari ibunya. Sama saja, tak akan ada yang bisa, bahkan mau menolongnya. Semua orang di rumah sama saja, selalu meneriakinya, memarahinya, membentaknya, bahkan tak segan-segan memukulnya.

Malamnya Christy menangis di kasurnya. Esok adalah hari ulangtahunnya dan tak ada yang peduli akan hal itu. Namun, ia tidak tahun. Christy kecil yang bersemangat pagi itu berlari, mendatangi ibunya, lalu mengejutkan ibunya dengan memeluknya dari belakang tanpa ia ketahui.

"Ibu, hari ini aku berulang tahun!" ucapnya bersemangat.

"Lantas?" jawab ibunya yang sedang menjahit.

"Ki-kita tid-tidak merayakan... merayakan ulang tahunku?"

"Tidak. Kita tidak punya uang, dan waktu lebih untuk itu. Sekarang kembalilah ke kamar, dan lakukan apapun sesuka hatimu, karena tidak ada yang peduli."

Kata-kata ibunya tentu saja membuat lilin semangat di hatinya terhembus seketika. Ia terdiam sejenak. Kemudian, dengan sekali tarikan napas ia mundur kembali ke kamarnya.

Tahun demi tahun berlalu. Christy kecil kini menjelma menjadi seorang gadis yang cantik. Hari-harinya tetap sama, tak ada yang peduli, bahkan menganggap ia ada. Hari ini umurnya genap 12 tahun, dan ia sangat senang menyadari hal itu. Yang lebih membuatnya gembira adalah bibinya akan menikah, tepat hari ini, saat ulang tahunnya.

Itu membuatnya berharap akan ada pesta ulang tahun untuknya yang selalu ia dambakan sejak kecil.

Bibinya pun berjalan di altar, mendatangi calon suaminya yang akan menjadi pamannya. Ia tersenyum sepanjang waktu, ikut bergembira di hari pernikahan bibinya. Walau bajunya tidak baru karena tidak dibelikan, dan tidak sebagus milik yang lainnya, ia tidak peduli. Yang ia taju ia ikut bergembira hari ini.

Hari berganti malam. Senyumannya tersungging perlahan. Mengetahui hal itu ia mendatangi ayahnya yang sedang berada di teras rumah, berdua dengan orang yang kini adalah pamannya. Ia tidak mengganti bajunya, karena ia ingin merayakan ulang tahunnya dengan baju itu.

"Ayah! Ayah! Kita bisa merayakan ulang tahunku sekarang, kan?"

Ayahnya yang sedang berbincang dengan pamannya menoleh. Ayahnya mengela napas, mengisap penuh cerutunya, lalu membuangnya asal.

"Kau tidak lihat Ayah sedang berbicara dengan Paman?! Hah?!" bentak ayahnya.

Christy terkejut dengan respon ayahnya. Ia menunduk dalam lalu meminta maaf, "Maafkan aku, Ayah."

Ayahnya kemudian meneguk minumannya. "Ya, ya, ya, terserah kau saja. Sekarang kembali ke tempat asalmu, aku tidak ingin melihatmu."

Ucapan ayahnya benar-benar menyayat hati. Matanya kini berkaca-kaca, dengan tatapan itu ia melirik ke pamannya yang kini menatap iba padanya. Bukan pamannya tidak tahu jika Christy memang sering dicampakkan di keluarga ini, tapi ia bisa apa, ia tak dapat membantu.

HAPPY BIRTHDAYWhere stories live. Discover now