Please, be Happy

313 46 57
                                    

Tempias hujan masih mengiringi kelam malam yang turun perlahan. Suara teriakan dan tawa riang masih memenuhi pendengaran Anny. Di dalam mobil, ia ikut tersenyum tipis kala mendengar nyanyian ulang tahun yang dinyanyikan untuk Diga. Perlahan Anny mengarahkan pandangan ke samping, pada jok mobilnya yang kosong, memangku satu kotak kue untuk mantan kekasih yang masih ia cintai. Senyuman itu masih tersungging, kali ini lebih lebar. Selamat ulang tahun, Diga.

Lima belas menit berlalu, tapi Anny tak kunjung keluar dari tempat persembunyiannya. Cukup lama Anny bersandar pada kemudi sementara tangannya mencengkeram erat di sana, penuh keringat. Gadis itu gugup. Tiga bulan berlalu sejak perpisahan mereka dan perasaannya masih sama. Hari ini, di ulang tahun Diga, ia berniat untuk meminta hati Diga kembali padanya. Hari ini, di bawah tempias hujan, ia ingin memperbaiki semuanya.

Di ulang tahun Diga, ia memupuk harapan besar. Di ulang tahun Diga, ia ingin ikut berbahagia. Bukan hanya pada pertambahan umur Diga, tapi juga pada momen kembalinya mereka.

***

Berulang kali Anny menghela napas panjang seiring dengan jantungnya yang berdenyut semakin kencang. Satu persatu teman Diga keluar dari rumah tingkat dua yang sedari tadi ia perhatikan. Waktunya sudah tiba. Ia harus melawan kegugupan yang meremas pelan perutnya.

Sementara sebelah tangannya menopang kue dengan hati-hati, telapak gadis itu berusaha menutupi nyala lilin yang menari diembus angin dingin setelah hujan reda. Beberapa teman Diga yang mengenalinya, menyapa seperti biasa, membuatnya tersenyum kemudian mengangguk pelan.

Seiring dengan langkahnya yang mendekat, sayup-sayup ia mendengar tawa Diga yang bergesekan dengan embusan malam. Tawa itu terdengar bahagia, membuat kerinduannya semakin membuncah, sekaligus membuat hatinya tercubit sakit. Mengetahui bahwa orang yang kau cintai ternyata bisa tertawa tanpamu, rasanya begitu menyesakkan. Seolah keberadaanmu tak lagi dibutuhkan. Anny benci satu kenyataan yang kini menamparnya perlahan. Bahwa ia bukan lagi satu-satunya alasan untuk Diga tertawa.

Sementara api terus membakar lilin, tawa yang tadinya terdengar penuh kini hilang tanpa jejak. Kehadiran Anny yang mendadak seolah menghantarkan keheningan. Tawa Diga juga sama, tak lagi terdengar. Pun tawa teman-temannya. Menyadari keheningan yang tiba-tiba menyergap, kegugupan perlahan merayap di punggung gadis itu.

Anny mendongak, mendapati Diga sudah berada tepat di hadapannya, memandangnya tanpa ekspresi. Di belakang punggungnya, suara mesin bersahut-sahutan menjauh, meraung-raung di keheningan malam.

Gadis itu perlahan mengulurkan kue di genggaman. Nyala lilin masih setia menari di sana. "Selamat ulang tahun," lirihnya kemudian tersenyum.

Di hadapannya, Diga bergeming. Laki-laki itu menaikkan sebelah alis, seolah tak mengerti dengan apa yang Anny lakukan.

Anny masih tersenyum. Telapak tangannya masih setia menghalangi embusan angin yang berusaha meredupkan nyala lilin.

"Make a wish?" tawarnya. Anny tak menyerah.

Jarum di arloji Anny terus berputar dan Diga masih bertahan di posisinya, membuat Anny menggigit bibir perlahan. Namun Anny tak ada niatan untuk mundur.

Baiklah, jika Diga tak mau, maka Anny yang akan melakukannya. Perlahan gadis itu menghela napas panjang, menutup matanya sejenak kemudian merapalkan satu doa sederhana untuk Diga. Ada senyum tipis setelah doa selesai dirapal.

Perlahan Anny membuka mata kemudian mendapati lilin sudah padam di hadapan. Diga melakukannya.

"Makasih," ucap Diga tulus.

Degup jantung Anny semakin berlarian saat menatap ada senyuman membingkai wajah Diga.

Anny mengangguk perlahan, menyambut senyuman Diga yang telah lama menghilang di hidupnya. Ya, tiga bulan sudah cukup lama untuk perpisahan itu. Tenggat waktu yang membuatnya tersiksa karena harus terbiasa dengan ketiadaan Diga di sisinya.

HAPPY BIRTHDAYWhere stories live. Discover now