Oreology Spesial Birthday of Zorama

213 20 5
                                    

Aku menatap kalender yang duduk manis di atas nakas samping tempat tidurku. Ada lingkaran merah dengan hiasan menyerupai kue yang sengaja kuhias dengan spidol berwarna merah. Aku tahu, akhirnya hari ini datang juga. Tepat hari ini, 23 Oktober Zorama Gerandika berulang tahun yang ke 22.

Tatapanku masih terasa kosong ketika aku memperhatikan dengan jelas gambar pada kalender itu. Ada nama yang kutulis dengan huruf kecil bertuliskan Zorama di sana. Entahlah, seperti ada yang berbeda di sini. Tepat di ulu hatiku. Setiap kali hatiku menyebut nama itu, terasa semakin menyesakkan dada.

.

.

Agustus lalu, aku mengirimkan pesan singkat padanya untuk menanyakan bagaimana kabar dirinya, apakah ia juga sudah melakukan sidang skripsi seperti yang kulakukan bulan Juni lalu.

Tapi ternyata percuma, pesan singkatku tak pernah terbalaskan. Aku tidak menyerah dengan satu pesan singkat, semua sosial media milik Zorama kujelajahi guna menanyakan hal serupa.

Dan usahaku lagi-lagi tak digubris. Sampai akhirnya, aku memutuskan untuk menghubunginya melalui tante Orin, aku meminta izin padanya untuk menghubungi Zorama, dan ia mengijinkan saat itu juga.

Saat panggilanku melalui ponsel tante Orin tersambung, jantungku berdetak sangat cepat tak sabar menunggu suara khas yang sangat kurindukan darinya.

Hingga suara itu menyebutkan kata "halo", membuat jantungku seolah berhenti berdetak saking bodohnya otak ini merespon suaranya yang masih tesimpan rapi di dalam sana.

Dengan gagu aku membalas sapaannya, ada jeda beberapa saat darinya. Tak lama ia berdeham singkat dan berkata

"Sorry, gue kira Mama, kalo nggak ada keperluan penting, gue tutup ya. Bye!"

Dan sesuai dengan ucapannya, panggilan terputus saat itu juga. Membuatku menyesal telah menghubunginya dan mengeluarkan suaraku guna membalas sapaannya dari jauh.

Aku bergeming kala itu, menatap kaku pada layar ponsel tante Orin yang masih menampilkan durasi teleponku dengan Zorama.

Kala itu tante Orlin menyerbuku dengan pertanyaan, apakah aku baik-baik saja? Apakah Zorama membalas pertanyaanku untuknya? Apakah Zorama baik-baik saja di sana? Saking banyaknya pertanyaan yang ia ajukan, membuat kupingku pengang dan hanya menggeleng lesu sebagai jawabanku kala itu.

Setibanya aku kembali ke rumah, aku tak tahu harus melakukan apa pada layar ponselku yang terasa semakin sepi tanpa adanya sapaan manis darinya setiap hari. Yang ada hanya jejak percakapan kami dulu di chat yang sengaja tidak kuhapus, agar aku bisa terus melihatnya saat aku merindukannya.

Namun, rasa penasaran itu belum juga hilang, aku mencoba untuk mengirimkan pesan melalui chat personal di Line.

Atania Romaria:

Zo, apa kabar? Sorry kalo ternyata gue dateng dan terkesan mengganggu lo di sana. Gue ... cuma pengin tau kabar lo aja kok. Gue di sini udah selesai sidang skripsi, tinggal nunggu wisuda di bulan September nanti untuk gelombang pertama. Apa lo udah sidang skripsi juga di sana? Cuma itu yang mau gue tanyain, dan gue berharap, wisuda nanti lo milih untuk wisuda bareng temen-temen lo di Jakarta.

Aku menunggu balasan darinya. Tak perlu sama panjangnya, cukup seadanya menjawab pertanyaanku pun sudah sangat berarti.

Tapi ternyata ... harapanku hanya kekosongan. Aku berharap terlalu banyak pada Zorama untuk sekedar membalas chat itu.

.

.

Lalu kembali ke masa kini, aku masih duduk termangu menatap kalender yang masih duduk manis di atas nakasku.

HAPPY BIRTHDAYWhere stories live. Discover now