•|| Part 21 ||•

211 13 11
                                    

.

.

.


Gue bingung.

Apa yang kembali dalam ingatan Luca? Kenapa dia bisa sampai segitunya? Seram kah? Sedih?

Gue udah berusaha nyari informasi yang detail, tapi nggak dapet. Semua orang terdekat Luca sibuk. Vale bahkan nggak tau apa-apa saking sibuknya dari dulu. Dan gue nggak tau mesti nyari—

"Luke!" seru gue girang. Karena Luca waktu itu bilang kalo Luke ada dalam adegan di ingatannya, mungkin aja Luke berkaitan dan tau sesuatu akan masa lalu Luca?

Cowok pirang itu akhirnya menoleh. "Kenapa lo?"

"Gue mau ngomong sama lo."

"Ya udah, ngomong aja."

"Ngobrol maksudnya."

Luke menghela napas, lalu memasang helmnya. "Naik cepetan! Kita ngobrolnya di rumah gue aja."

"Lah, ngapain pake ke rumah lo?" tanya gue heran. Takut ada maksud terselubung dari ajakannya itu.

"Jangan mikir macem-macem. Gue tau lo mau nanya tentang masa lalu cowok lo itu, ya kan?"

"He-eh!?"

Akhirnya, gue naik ke atas motor Luke dan pergi ke rumahnya untuk mengetahui masa lalu Luca. Semoga aja berhasil.


➖➖➖


Sampainya di rumah Luke, hal pertama yang cowok itu lakukan adalah memberikan gue bingkai foto, dengan foto dua anak kecil beda jenis tapi kelihatannya seumuran. Saling merangkul dengan balutan tawa. "Ini elo ya? Imut banget .."

Gue nggak lihat Luke menganggukkan kepalanya. Tapi setelah itu dia bilang, "Dan itu kembaran gue."

"Kembaran?" ulang gue, nggak percaya. "Trus, dia dimana sekarang? Kok nggak pernah kelia—"

"Udah ketimbun tanah." potongnya. Datar. "Jadi makanan cacing ama belatung kali."

Deg.

Nggak tau mesti ngomong apa.

Luke nggak pernah ... nggak kelihatan ...

Dan tiba-tiba aja dia terkekeh dengan ekspresi wajahnya yang menyeramkan.

"Lo kaget, kan?" tanyanya sumringah. "Apa lo bakal lebih kaget kalo gue bilang: Luca adalah penyebab kematian kembaran gue?"

Hah?

...

...

...

Deg.

..

...

...

Gue, nggak tau mesti bilang apa lagi. Penyebab kematian kembaran Luke?

Luca?

"Luca sama kembaran gue, Lucy, sejak keluarga gue pindah ke sini, mereka akrab. Terlalu akrab. Sampai Lucy lupa waktu. Dan lupa kalo dia punya kembaran."

Luke mulai bercerita dengan raut wajahnya yang sendu.

"Lucy lupa kalo dia punya gue. Yang ada disampingnya harus dan akan selalu Luca."

"Dan waktu itu ... mereka pergi berdua entah kemana. Gue udah larang Lucy pergi, karena hari itu cuacanya nggak mendukung. Tapi dia selalu keras kepala. Dia yakin Luca bisa jagain dia. Sampai akhirnya, hujan deras. Jalanan licin dan berkabut."

"Luca terlalu ngebut, dan mereka ..."

Luke menarik napas dalam-dalam.

Gue tau lanjutannya.

Kecelakaan.

"Kecelakaan hebat terjadi saat itu. Mereka terpental di jalanan." lanjutnya sambil menggosokkan telapak tangan.

"Luca baik-baik aja, cuma patah kaki. Tapi Lucy ... dia nggak selamat. Terpental ke tiang listrik. Kepalanya bocor. Darah terlalu banyak mengalir, dan pertolongan pertama terlambat diberikan. So, that's it. She was dead, before to the Hospital."

Deg.

Untuk beberapa menit selanjutnya, gue dan Luke sama-sama terdiam. Kalut dengan pikiran masing-masing.

Jadi, ini maksudnya penyebab kematian Lucy, kembaran Luke?


"Lo kaget, kan?" tanyanya kemudian. "But that's the truth."

Gue mengerjapkan mata beberapa kali.

"Setelah lo tau hal ini, apa lo percaya kalo penyebab kematian Lucy adalah cowok sialan lo itu, hah??"

"Luke ..." gue berusaha buat nggak emosi saat ini.

"Lo percaya takdir?"

Luke terdiam. Beberapa detik kemudian matanya memelotot dan cowok itu terkekeh, lalu menggelengkan kepala dan berkata, "Lo mau nasehatin gue dengan takdir-takdir dan apalah itu, iya? Nggak mempan mbak ..."

"Takdir nggak akan ngambil Lucy secepat itu dari gue!"



➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

AmnesiaWhere stories live. Discover now