Illusioned Melody *13

53.3K 4.6K 303
                                    

Yanami's POV

Aku telah menunda hari keberangkatanku dua hari. Entah bagaimana caranya, Ayah dan Ibu terus saja mengeluarkan alasan agar aku tetap berada di rumah sampai hari ini. Bahkan mereka hampir mendaftarkanku di salah satu SMA di sana agar aku tak jadi pindah ke Gakuen Sora.

Hal pertama yang kupikirkan dalam benakku adalah, menyelamatkan masa depanku, segera!

"Hei, Yana-Nee..."

Aku melirik Nana yang kini duduk di ujung sofa, buku yang dibawanya dari kamar sama sekali tidak dibukanya.

"Apa?" Aku menjawab dengan malas. "Kau mau memberitahuku dimana Ayah dan Ibu menyembunyikan koperku? Ini sudah Jumat dan Senin ini aku sudah mulai sekolah."

Aku kembali menyuap es krim ke dalam mulutku, sambil memperhatikan Nana dengan kesal.

"Aku bisa memberitahumu, Nee-San." Nana tersenyum manis. "Tapi dengan satu syarat."

Aku memutar bola mataku kesal, kali ini menyuap lebih banyak es krim dalam mulutku. "Kalau kau menanyakan nama laki-laki itu lagi, aku sudah menjawabnya, kan? Aku tidak tahu namanya."

"Kakak bohong!" Nana melipat tangannya sambil menatap lurus layar televisi yang kini sedang menyiarkan berita tentang gosip cutinya Reina dari dunia entertainment. "Mengapa? Kakak takut aku merebutnya dari Kakak?"

Bocah tengil ini...,

"Masalahnya..." Aku melemparkan senyuman manis pada adikku tersayang itu. "Kayaknya dia punya kelainan. Tidak ada yang tahu, dia belum pernah dekat dengan gadis manapun, yaaah...itu sesuai dengan apa yang kudengar, sih."

Oke, maafkan aku menjelek-jelekkanmu di depan adikku, Vampix.

Nana mengangkat sebelah alisnya, "Heh, benarkah?" Meskipun nadanya terdengar tak menyakinkan, aku berusaha mengiyakan saja. "Lelaki itu pasti punya kelebihan yang membuat kakakku menoleh padanya, kan?"

"Ah, Nana tahu saja..." Sahutku malas. "Nah, dimana kopernya? Paling tidak besok aku sudah harus pergi."

Nana dengan kurang ajarnya mengabaikanku dan memainkan ponselnya, "Tanya saja sama Ayah dan Ibu. Nana tidak ikut campur."

...Nana, kalau kau bukan adikku, aku pasti sudah mengontrolmu untuk menyebutkannya. Dasar Nana nyebelin!

Aku bangkit dari dudukku dan berjalan ke arah kamar Ayah dan Ibu, tentu saja tak membawa eskrim dalam gelas yang kubawa sedaritadi.

Bincangan yang terdengar dari luar pintu membuat langkahku, pikiranku, dan segala pemahamanku, berhenti begitu saja.

.

.

"Lho? Masih disini?" Hana-Nee nyaris menyemburkan tawa saat melihatku duduk di lantai dengan kepala menyentuh lantai-mencari koperku di kolong.

"Kau tahu dimana mereka menyembunyikannya?"

Hana-Nee mengendikkan bahu, "Mana mungkin aku tahu."

Aku menarik nafas dengan amat pelan. "...Aku ingin pergi."

"Tapi Ayah Ibu tak mengizinkan." Hana-Nee tertawa lembut. "Aduh, Yana... Kayaknya persepsimu tentang 'Ayah Ibu yang tidak sayang padamu' itu salah. Buktinya, mereka sampai menahanmu seperti ini?"

Aku memincingkan mataku menatap Hana-Nee curiga, "Oh ya? Kukira Hana-Nee sudah tahu alasan mengapa mereka tak membiarkanku pergi. Mereka ingin mengenalkanku pada seseorang."

"Kau ini masih saja curiga yang enggak-enggak." Hana-Nee ikut duduk di sampingku. "Tidak ada yang mau menjodohkanmu, ah. Kau kebanyakan nonton drama."

The Sorcery : SKY Academy [Telah Diterbitkan]Kde žijí příběhy. Začni objevovat