Rain, Storm, and Pain *25

46.8K 4.1K 493
                                    

Author's POV

Pagi ini bukanlah pagi yang bersahabat. Rainna tahu itu.

Rainna telah meminta izin kepada Trax dan Odione untuk meninggalkan akademi sementara waktu.

Hatinya hancur. Sangat.

Kabar yang datang tadi pagi, membuatnya benar-benar muak dengan semua ini. Semua kenyataan ini.

Di dalam taxi dengan pakaian dan segala hal yang menutup identitasnya, Rainna berdiam meratapi air yang turun di luar sana. Bertanya-tanya dalam hati, mengapa hujan bisa terjadi disaat dirinya bahkan tak sedang menangis?

Taxi telah berhenti di depan gedung apartemen. Usai membayar taxi, Rainna langsung masuk ke dalam apartemen itu tanpa perlu repot-repot menutupi kepalanya dari hujan. Yang terpenting sekarang adalah naik ke lantai dimana keluarganya berada saat ini.

Naik lift dengan kacamata hitam dan masker, membuat beberapa orang di dalam lift menatapnya aneh. Tapi Rainna tak mempedulikan itu. Mereka bahkan tidak lebih penting daripada tas keluaran tahun lalu yang sedang ditentengnya.

Sampai, dan Rainna keluar dari lift tanpa basa-basi. Dirinya kini sudah berada di depan pintu apartemennya. Ditariknya nafas panjang sebelum menekan pin dalam kamar itu. Setelah layar menunjuk warna hijau, ekspresi Rainna berubah secepat angin.

"Reina pulaaaang!" serunya membahana dengan senyuman khasnya, dia langsung masuk ke dalam setelah melepaskan boots hak tingginya. "Halooo! Reina pulang!"

Menjijikan, pikir Rainna dalam hati. Langit pun tahu bahwa Rainna tak sedang ingin tersenyum saat ini, terbukti dari hujan yang semakin deras.

Rainna hafal betul tempat itu, lorong yang akan menghubungkannya ke ruang tengah. Maka segeralah dia melangkah ke tempat biasa mereka berkumpul. Dan dia masih di sana. Dalam situasi yang paling tidak disukai Rainna.

"Ah, kau kembali." Ayahnya dengan senyum 'ramah', mengangkat botol vodka ke arah Rainna. "Ayah rindu padamu, oh, Rein."

Ah, masih hidup rupanya orang ini. Rainna tersenyum tipis, "Terima kasih, kalau begitu. Ibu dimana?"

"Ibumu pergi dari sini kemarin malam," gumam Ayahnya sambil terus meminum botol itu langsung. Bau alkohol dan rokok benar-benar membuat Rainna muak dengan semua ini. Rainna bisa menebak dimana Ibu dan adiknya berada sekarang. "Hei, Rein, berikan Ayah uang untuk bulan ini. Yang kau kirimkan kemarin tidak cukup."

Rainna mengendikkan bahunya, "Kurasa Ayah harus mulai bekerja dan berhenti menjadi pengangguran, karena aku sedang tidak dalam masa bekerja." Rainna tak sengaja melirik satu tempat kosong yang seharusnya terisi oleh sesuatu. "Ah, pantas saja Ayah tidak tahu soal aku yang sedang jeda di dunia hiburan itu. Aku juga tidak tahu kalau Ayah sudah menjual televisi kita."

Sebenarnya bukan kita, tapi hanya 'Reina', karena Rainna sendirilah yang membeli televisi 32 inch itu. Karena nyatanya, apartemen itu adalah apartemen pribadinya, yang dibelinya dengan tabungan yang disisihkannya sejak dulu.

"Ya, begitulah. Tapi Ayah tahu tentangmu, Ayah sering mencari tahu tentang keadaanmu di media." Dia memamerkan ponsel keluaran terbaru yang ada di tangannya.

"Kenapa tidak telepon saja? Media terkadang menipu," gumam Rainna sambil memutar bola matanya kesal. "Ayah sudah makan?" Rainna membuka kulkas, mendapati kulkas itu dalam keadaan kosong. Menghela nafas, lalu menutupnya kembali.

"Belum,"

"Kalau begitu, kurasa Ayah harus membeli sesuatu. Rein tidak bisa lama-lama di sini, aku hanya izin dua jam."

The Sorcery : SKY Academy [Telah Diterbitkan]Where stories live. Discover now