05. Menangis

33K 2.4K 113
                                    


Semenjak insiden di ruangan manager, Ashel kerap menunduk ketika berpapasan dengan Fariz.  Ketika Fariz melintas di ruangan kerja, Ashel pura-pura sibuk mengetik atau menulis.  Menatap Fariz tidak baik untuk kesehatan jantung, jadi lebih baik mengalihkan perhatian ke mana saja asalkan jangan ke muka si bos.

Pagi itu Ashel merasa sedikit bersemangat.  Apakah mungkin semangatnya itu muncul karena sosok Fariz? 

Jika biasanya Ashel mengerjakan perintah staf dengan mengeluh, mulai saat itu dia melaksanakan semua perintah dengan senang hati.  Bagaimana Ashel tidak menggerutu, terkadang para staf kelewatan.  Hampir semua pekerjaan dilempar kepadanya.  Bukan hanya Pak Danu saja yang terus-terusan memerintahnya, ambilkan ini ambilkan itu, antar laporan ini ke sana, bahkan sampai disuruh melakukan pekerjaan yang tidak seharusnya, seperti disuruh membuat kopi setelah jatah kopi yang dibikin oleh OB sudah habis.  Keterlaluan!

Dan inilah yang sering Ashel katakan, anak magang rasa kacung.

Tapi hari ini Ashel tidak ngedumel, dia tetap tersenyum meski disuruh melakukan pekerjaan diluar jadwal kerjanya sekalipun. 

“Antar ini ke bagian personalia ya, Dek!” titah Alin dengan senyum lebar.  Dia meletakkan selembar kertas ke tangan Ashel yang jelas di kedua tangan itu tertumpuk dua rim laporan bulanan yang baru saja diikat oleh Rolan untuk segera Ashel simpan ke gudang penyimpanan laporan.

“Yee... Kak Alin mah nggak tau banget Ashel lagi repot begini.”  Ashel tersenyum.

“Sekalian, Dek.”

“Itu mah bukan sekalian.  Ruangan personalia sama gudang arahnya berlawanan kali, Kak.”

“Hehe... Anggap aja olah raga, biar sehat.”  Alin sok membujuk.

“Beliin bakwan di kantin.  Sepuluh ribu aja!  Pakai duitmu dulu, entar kuganti,” titah Rilan yang tengah duduk nyantai di kursinya tanpa perduli Ashel yang terlihat kerepotan membawa setumpuk kertas.  “Semangat ya, Dek!”

Ashel yang sudah berada di ambang pintu, menghentikan langkahnya dan menoleh.  “Ada lagi?”

“Jemput blanko nota permintaan ke bagian gudang pengadaan, ya!  Orang gudang udah kutelepon, kok.  Kamu tinggal jemput aja kesana.” celetuk Rolan sambil menggoyang-goyangkan kursinya dengan seulas senyum.

Ashel mengangguk. 

“Semangat ya, Shel.  Kalau rajin, nilaimu pasti bagus nanti.  Hehe..”  Rolan berteriak membuat Ashel yang sudah berada di luar ruangan, geleng-geleng kepala.

Naifa tidak ada di ruangan karena sedang disuruh Pak Danu entah kemana.

Semenjak ada Ashel dan Naifa, para staf kerap memperalat kedua wanita itu untuk meringankan pekerjaan mereka.  Ashel memaklumi, nasib anak magang memang begitu.  Dan ia harus tahan banting.  Untung Alin, Rolan dan Rilan baik terhadapnya.  Meski suka menyuruh-nyuruh, tapi mereka tidak galak seperti Pak Danu.

Ashel berjalan menuju gudang penyimpanan dan memasukkan kertas-kertas itu ke lemari yang disebutkan.  Lalu menuju ke ruangan personalia untuk menyerahkan laporan yang dititipkan Alin.  Berikutnya ke kantin membeli bakwan.  Next, dia menuju gudang pengadaan untuk mengambil nota yang dipesankan Rolan.  Disana dia tak luput dari siulan dan godaan para lelaki yang langsung ditanggapi dengan ekspresi horor oleh Ashel.  Bukan Ashel namanya jika tidak galak. 

“Halo, Non!”

“Namanya siapa?”

“Udah punya pacar belum?”

Ashel ingin menutup telinga untuk menghindari dengungan para cowok yang terlihat sedang sibuk bekerja itu menggodanya.  Belum tau mereka kalau Ashel sudah pernah menikah.  Ashel tidak menanggapi.  Dia diam saja di depan meja menunggu barangnya dikeluarkan.  Ia tidak begitu menghiraukan perkataan para lelaki yang terdengar berdengungan seperti tawon.

MY BOSS IS MY LOVE (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang