61. Ketegangan Penantian . . . . .

2.7K 63 1
                                    

Siu-lam terkejut. Dari kerut wajahnya jelas kedua tokoh aneh itu telah berkokoh tekad, sebelum ada yang menang atau kalah, mereka tak mau berhenti.

Siu-lam menjadi sibuk dibuatnya. Tiada seorangpun yang mampu melerai kedua tokoh itu. Tengah ia sibuk mencari akal, tiba-tiba tangannya menyentuh pedang Pek-kau-kiam yang tersanggul di punggungnya.

Serentak ia mendapat pikiran. Pedang pusaka itu dihunusnya lalu ia menghampiri mereka.

"Locianpwe berdua adalah tokoh-tokoh ternama. Tentulah setiap patah ucapan locianpwe berdua telah menyatakan sanggup untuk membantu wanpwe. Pernyataan itu harus dipenuhi. Saat ini bukan saat locianpwe saling bertempur mati-matian. Jika locianpwe hendak memutuskan siapa yang lebih sakti, pun harus tunggu nanti apabila sudah selesai memenuhi janji terhadap wanpwe."

Ia yakin, kata-katanya itu tentu dapat menimbulkan kemarahan kedua tokoh aneh itu. Tetapi Siu-lam sudah siap suatu rencana untuk menghentikan mereka dengan kekerasan.

Segera ia bolang-balingkan pedang Pek-kau-kiam seraya berseru: "Jika locianpwe tetap tak mau menghiraukan permintaan ini harap jangan sesalkan wanpwe akan berlaku kurang ajar!"

Ia menutup ucapannya dengan menusuk ke arah kedua tangan Lam-koay dan Pak-koay yang tengah saling melekat itu. Pek-kau-kiam merupakan pedang pusaka yang dapat menabas logam seperti orang mengiris tanah liat.

Betapapun hebatnya kedua tokoh aneh itu, tetapi tangan mereka tetap terdiri dari darah dan daging. Tidak mungkin mereka mampu bertahan terhadap tusukan pedang pusaka itu.

Serentak Lam-koay dan Pak-koay menarik pulang lwekangnya dan menarik kembali tangannya. Dan tepat pada saat itu juga, Siu-lam pun menarik mundur pedangnya....

Pak-koay Ui Lian berpaling deliki mata ke arah Siu-lam: "Hm, engkau memang budak yang gemar mencampuri urusan orang. Awas pada suatu hari, engkau pasti mampus di bawah pukulanku, Hian-peng-ciang!"

"Hm, belum tentu," dengus Lam-koay Shin Ki.

Siu-lam memberi hormat kepada kedua manusia aneh itu: "Locianpwe sudah berjanji hendak membantu wanpwe. Seharusnya janji itu harus ditepati. Lain-lain urusan, wanpwe minta nanti saja diselesaikan lagi setelah peristiwa yang saat ini tengah mengancam Siau-lim-si sudah selesai!"

Diam-diam Siu-lam mencatat dalam hati bahwa dalam setiap ucapan, Lam-koay Shin Ki itu selalu berdiri di pihaknya. Tetapi ia juga mengerti bahwa hal itu bukan disebabkan karena Lam-koay sayang kepadanya, tetapi semata-mata diperuntukkan untuk menentang Pak-koay saja.

Kedua manusia aneh itu tak dapat menyangkal ucapan Siu-lam. Mereka tak menyahut melainkan mendengus saja.

Dalam kesempatan yang luang itu, Tay Hi siansu segera menuturkan apa yang telah terjadi tadi. Terutama ultimatum dari si nona baju biru yang memberi batas waktu sampai tengah malam nanti.

Apabila Siau-lim-si tak mau menyerah, ketua Beng-gak dan rombongan jago-jagonya akan membikin rata gereja Siau-lim-si.

Tay Ih siansu menengadah memandang langit. Ujarnya: "Saat ini masih sore. Saudara-saudara tentu letih, harap masuk ke dalam gereja dan beristirahat secukupnya. Nanti malam kita rundingkan lagi cara-cara untuk menghadapi musuh!"

Lam-koay Shin Ki kerutkan alis: "Jika tak ada arak, aku tak sudi makan. Sungguh menjengkelkan sekali gereja ini. Banyak sekali aturannya...."

Tiba-tiba Pak-koay Ui Lian nyeletuk tertawa dingin: "Toh, nyatanya sudah lebih dari tiga puluh tahun tak minum arak, engkau tetap tak mati!"

"Bagaimana engkau tahu aku tidak minum arak?" teriak Lam-koay dengan murka.

Kuatir kedua manusia aneh itu akan bertengkar lagi, buru-buru Tay Ih siansu berkata: "Memang pada kebiasaannya, dalam setiap menjamu tamu gereja, kami tentu tak menyediakan minuman arak. Tetapi gereja kami menyimpan arak wangi yang sudah puluhan tahun lamanya. Jika jiwi berdua memang menginginkan, dengan segala senang hati loni pasti akan menghidangkannya!"

Wanita IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang