64. Manfaat Pertengkaran Dua Lokoay

2.6K 59 0
                                    

"Jika Siau-lim-si hendak menuntut balas, silahkan mencari aku. Nah, aku hendak pergi!" berputar tubuh, nona baju hitam itu segera lari.

Hui-ing yang menyaksikan pertempuran itu dari samping, segera lari menyusul kawannya. Karena kuatir mereka akan dicegat oleh paderi-paderi yang menjaga gereja, Siu-lam segera menyusul juga.

Setiap bertemu dengan rombongan paderi yang hendak menghadang, Siu-lam segera berseru meminta mereka agar memberi jalan kepada kedua nona itu.

Setiba di luar gereja, Hui-ing hentikan larinya. Tetapi ia tetap berdiri membelakangi Siu-lam. Tak mau ia berhadapan muka.

"Beberapa bulan tak berjumpa, suheng sungguh garang sekali. Kawanan paderi di sini mengindahkan kepadamu. Kiranya suheng tentu sudah menjadi murid Siau-lim-si yang berkedudukan tinggi!" serunya.

"Jangan salah paham, sumoay. Siau-heng sama sekali bukan murid Siau-lim-si!"

"Jika engkau benar-benar mau mencukur rambut menjadi paderi, alangkah bagusnya!"

"Mengapa?" Siu-lam terkesiap heran.

Hui-ing merasa agak kelepasan omong. Buru-buru ia berganti nada: "Ah, tak apa-apa. Kuanggap seorang yang berkelana di dunia persilatan tentu tiada bertempat tinggal yang menentu. Kiranya lebih baik mencukur rambut masuk gereja, menuntut kehidupan yang suci dan tenang!"

Siu-lam tertawa tawar. "Melewati hari-hari sedih di dalam goa, menyebabkan hati sumoay kosong dan menyelami soal kebatinan. Tapi siau-heng tetap tak dapat melupakan soal budi dan dendam. Kematian suhu dan subo yang mengenaskan, tiada sesaatpun kulupakan. Sebelum hutang darah itu terbalas, hatiku takkan tenteram."

Agaknya Hui-ing terpengaruh oleh ucapan Siu-lam. Ia menghela napas panjang: "Ah, aku berterima kasih sekali bahwa suheng tetap teringat akan sakit hati orang tuaku...."

Siu-lam tertawa panjang, serunya: "Guru dan murid adalah serupa dengan ayah dan anak. Terhadap musuh orang tua, kita tak dapat hidup di bawah kolong langit, itu sudah menjadi tugas kewajibanku, harap sumoay jangan...."

Tiba-tiba Hui-ing berputar diri. Merogoh ke dalam baju, ia mengeluarkan selembar sutera putih lalu dilemparkan kepada Siu-lam.

"Di atas sutera putih itu, telah kucatat tentang ilmu Chit-sing-tun-heng dengan jelas. Dan kuberi juga gambarnya. Dengan kecerdasan suheng, kiranya dalam tiga empat hari saja tentu sudah dapat memahami. Asal suheng mau meyakinkan dengan sungguh-sungguh, tentu dapat menggunakannya dengan hebat."

Siu-lam memungut sutera itu dan menghaturkan terima kasih.

"Tak usah terima kasih," kata Hui-ing, "malam ini kami telah melukai empat orang paderi, harap suheng suka menyelesaikan peristiwa itu!"

Siu-lam berjanji akan membereskannya.

Tiba-tiba Hui-ing bantingkan kakinya: "Harap suheng menjaga diri baik-baik, lain kali kita berjumpa lagi!"

"Nanti dulu!" buru-buru Siu-lam berseru ketika Hui-ing berputar diri hendak pergi.

"Apa yang suheng perlu katakan lagi?" tanya Hui-ing yang selalu tetap menutup muka nya dengan lengan baju.

"Kedatangan sumoay selain hendak mengetahui keadaan siau-heng, pun juga akan memberikan ajaran ilmu Chit-sing-tun-heng-tin, siau-heng...."

"Ah, jika engkau tak ingatkan, aku tentu lupa bahwa ilmu Chit-sing-tun-heng-tin itu adalah ilmu ciptaan Su Bo-tun yang paling dibanggakan. Maka setelah suheng dapat memahaminya, sebaiknya sutera putih itu dihancurkan saja agar jangan sampai jatuh ke lain orang!" kata Hui-ing.

Kata Siu-lam: "Siu-ciu-kiau-in Su Bo-tun sudah tunduk pada Beng-gak. Dia bakal menjadi salah seorang musuh kita yang tangguh."

Rupanya Hui-ing terkesiap mendengar tentang tokoh itu, serunya agak tergetar: "Entah benar atau tidak Su Bo-tun menggabung pada Beng-gak, tetapi ilmu ajaran itu tak boleh jatuh pada orang lain!"

Wanita IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang