Prompt 1 - Blindfold

2.6K 162 31
                                    

Mungkin sebaiknya Tao tak mendengarkan kata-kata Yang Mi, senior di tempat kerjanya yang berhasil membujuknya untuk duduk di sebuah café dengan sebuah pesan bahwa manusia itu akan datang. Ia yang sekarang duduk memandangi gadget-nya yang tak pernah berdering hanya bisa menatap layarnya nanar. Jika ada yang bisa menyelanya dari kebosanan dan keraguan yang makin lama makin menumpuk ini, hujanlah jawabannya.

Rinainya turun membasahi beton, aspal, dan orang-orang yang sibuk tergesa menghindari tetesannya. Hujan yang terbiasa datang menurunkan panasnya temperatus bumi sebelum salju turun melapisinya dengan putih. Menyelimuti berbagai dedaunan yang resmi berguguran menyatu dengan tangan dan merembeskan dinginnya pada insan yang tak henti bergerak mencapai destinasi, menggapai asanya. Distraksi yang cukup mengalihkan perhatiannya dari hiruk-pikuk restoran yang penuh diisi perut-perut meraung meminta diisi.

Andai pemuda itu bisa terus berdeklamasi seperti ini tanpa diiringi tatapan iba dari orang-orang yang hadir di meja-meja sekelilingnya. Mereka yang menjadi pemeran utama dalam drama mereka sendiri sementara ia adalah tritagonis, bahkan cameo yang sekedar sekelibat lewat memberi warna yang samar. Wajah Tao mengeras mengamati tetesan air yang makin ramai berkejaran dan beradu dengan panasnya aspal juga beton dan payung demi payung yang ditegakkan untuk melindungi para insan yang satu per satu melangkahi jalanan becek dengan wajahnya yang masam. Langit mendung menutupi merahnya langit senja yang tak bisa merona di detik itu, layaknya air mukanya yang kini lesu tak disapa merah di pipi.

"Kau butuh seorang kekasih, aku rasa kau harus mencoba grindr," saran Yang Mi kala itu memperlihatkan aplikasi dating yang memang marak digunakan. Wanita itu memaksa juniornya yang tengah mengerjakan laporan untuk mengunduh aplikasi yang katanya dapat membantunya untuk menemukan pasangan yang tepat tersebut. Tao hanya mengangguk pelan mengiyakan sebelum Yang Mi dengan sangat cekatan mengambil IPhone-nya yang tergeletak di meja tak jauh darinya dan mulai memasangnya tanpa izin.

Pemuda itu hanya bisa mengerjap ketika Yang Mi mengoceh padanya menjelaskan langkah-langkah untuk sign in, sampai pada saat dengan seenaknya wanita yang hampir mencapai kepala tiga itu memasang fotonya untuk avatar. "Kau terlihat tampan sekali di sini, pasti banyak yang mau denganmu," komentarnya pada Tao yang masih setengah sadar berusaha menangkap peristiwa yang tengah berlangsung di hadapannya kini.

"Tapi jiejie, aku ini bukan heteroseksual," akunya pada wanita yang masih sibuk mengisi deskripsi dirinya. "Aku tidak suka berjalan-jalan di pantai bersama orang lain selain Candy!" protesnya setelah berhasil merebut IPhone-nya kembali dan membaca semua omong kosong yang ditulis Yang Mi untuk mengisi akunnya.

Wanita itu hanya mengibaskan tangannya menyuruhnya diam. "Grindr itu aplikasi untuk kaum bi dan gay, kau pasti dapat bertemu pria yang tepat untukmu. Paling tidak dicoba saja dulu," tukasnya final. "Kau terlihat murung sesudah putus dengan pria brengsek itu, aku rasa ini sudah waktunya kau membuka diri pada orang lain," wanita itu mengusap rambut hitamnya pelan.

Tao yang sudah menganggap Yang Mi seperti kakak kandungnya sendiri itu hanya bisa pasrah. Terbayang kembali detik-detik ia menemukan orang yang katanya akan bertunangan dengannya bahkan sudah memberinya cincin platina itu berciuman dan memberikan sebuket bunga pada orang lain. Pria jangkung dengan rambut pirang platina itu tersenyum lebar, menyodorkan buket mawar merah yang dipegangnya pada seorang wanita yang jauh lebih pendek darinya. Wanita dengan mantel merah jambu itu menyambutnya dengan senyuman yang tak kalah berseri-seri, larut dalam dunia milik mereka berdua saat bibir mereka bertemu tepat di hadapannya yang tengah menenteng beberapa kantong berisikan hadiah dari rekan kerjanya.

Ia yang tengah merayakan kenaikan jabatannya di sebuah restoran bersama beberapa rekannya hanya bisa mengulas senyum miris tatkala dirinya yang duduk di paling pinggir dan beranjak pergi dari sana malah disuguhi pemandangan begitu. Bagus, bagus sekali, bahkan lilin dan alunan biola yang melengkapi keromantisan mereka sanggup membuatnya terpaku di tempat. Menatap ke arah taman yang sudah didekorasi untuk pertemuan dua insan yang agaknya tak akan kembali melihat dunia di luar gelembung mereka. Kerlip lampu berwarna kuning lembut yang menghiasi jalan setapak menuju meja di bawah naungan langit musim semi itu cukup menggambarkan suasana romantis yang direncanakan oleh sang pria.

PeachTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang