Prompt 6C - A Penny for Your Thought

519 52 15
                                    

Musim semi menandakan datangnya harapan baru, festival yang dilaksanakan untuk menyambut purnama pertama pada musim semi pun diselenggarakan di dalam istana yang megah dengan sang raja sendiri sebagai pembukanya. Duduk di kursi paling ujung, rambut pirangnya berkilau tertimpa cahaya terang kristal yang memantulkan api dari lilin-lilin kecil. Jubahnya biru tua dengan mahkota yang terpasang gagah juga angkuh di atas surai indahnya. Ketampanannya tak lekang oleh waktu, tampak bagaikan marmer yang dipahat—licin, dingin, terlihat seperti Apollo sendiri yang ada di antara mereka.

Desiran angin tak menyurutkan alunan harpa, dan terompet yang berpadu menjadi alunan musik yang indah mengiringi bincang-bincang dari pada bangsawan di sana. Berpakaian megah, dan mahal dengan warna emas berkilauan, permata menghiasi leher juga tangan serta jemari. Sutra berkualitas terbaik, beludru berat nan elegan pun parfum harum semerbak. Semua berpadu dalam aula berlangit tinggi dengan meja penuh makanan nikmat terhidang di atas piring perak mengkilat. Tirai-tirai berwarna lembayung dengan aksen biru tua sudah terpasang menjutai bersama tali emas untuk memeriahkan aula dengan ukiran pualam yang indah.

Shi Xun mengenakan tunik beludrunya yang bersulam emas juga perak, mahkotanya yang tak terlalu besar namun bertahtakan safir, dan permata tetap menyiratkan kekauasaannya selaku putra mahkota dari kerajaan Anemos. Tangannya terlipat di depannya selagi ia duduk tegak di samping sang raja untuk menonton tarian memuja Persephone, sang dewi musim semi. Para gadis beriringan mengenakan gaun putih dan biru langit mereka sementara tangannya melambaikan setangkai mawar dengan berbagai warna. Bibir mereka yang dipulas warna peach melantunkan nada-nada indah memuja Zeus dan keagungannya untuk membawa Persephone ke dunia, memberkati mereka dengan kelimpahan. Nyanyian mereka begitu merdu, dan memikat seperti putri duyung asuhan Poseidon—mencoba membawa para nelayan untuk mendekat hingga akhirnya mereka mati menabrak karang. Lagi-lagi Shi Xun menghela napasnya.

"Kau bosan?" tanya sang raja pada anaknya yang sepertinya sudah siap untuk meloncat dari balkon langsung ke kolam teratai di bawah sana.

Sang pangeran mengangguk, berdeham sedikit. "Maafkan aku, ayah. Hanya saja aku benar-benar jemu melihatnya," akunya jujur sembari mengedarkan pandangannya. Ia menangkap sosok Henry, omega yang pernah ditemuinya saat pelajaran mengenai kesusastraan minggu lalu. Pemuda yang lebih tua darinya itu dengan baik hati mengajarkannya tentang literatur, dan buku yang lebih cocok untuk dicernanya hingga ia sedikit demi sedikit mengerti arti puisi yang dibacanya. Pemuda itu bahkan membantunya untuk berdeklamasi selagi tutornya tak ada hingga akhirnya mereka menjadi teman. Shi Xun tahu pemuda itu kerap kali mencuri pandang pada prajurit yang akan berada di garda depan—tak lain, dan tak bukan adalah Zhou Mi.

Ia mengerling pada makanannya yang belum habis sepenuhnya dengan puding almond juga manisan menjadi penutupnya. Jika saja Tao di sini, dengan senang hati remaja itu pasti akan menghabiskannya dalam sekejap. Senyum terulas di bibirnya yang sejak tadi tak bergeming dari posisinya.

"Penasihat Huang datang, yang mulia," ucap seorang pelayan setelah membungkuk pada Yi Fan yang tengah meneguk anggur merahnya.

Yi Fan mengangguk menyuruh pelayan itu kembali ke tempatnya menyajikan anggur untuk para tamu yang berdatangan. Ia berdiri, memasang wajah penuh antisipasi sementara matanya mengarah pada pintu masuk yang terbuka lebar. Pria itu merasa kembali ke masa mudanya dulu di mana ia menantikan mendiang istrinya untuk bertemu dengannya di dalam istana setelah Pyros runtuh melebur menyatu dengan Anemos. Tenggorokannya tercekat mendengarkan nama sang penasihat, dan anaknya diumumkan. Remaja itu terlihat memesona dengan tunik beludrunya yang berwarna putih gading bercampur krem, dan perak dilengkapi scarf putih yang melingkari leher jenjangnya. Wajahnya terlihat merona dengan kulitnya yang bersinar keemasan.

Indah. Baik sang raja maupun pangeran memiliki pikiran yang sama. Dua pasang mata sejernih langit musim semi tersebut mengikuti gerak-geriknya yang anggun melewati orang-orang yang menyingkir terkesima menatap remaja bersurai kemerahan tersebut terlihat begitu sempurna dalam kesahajaannya. Puncak kepala ayah, dan anak tersebut merunduk kepada sang raja selagi memberi ucapa selamat malam.

PeachWhere stories live. Discover now