Prompt 5 - Not My Cup of Tea

686 69 14
                                    

Jemarinya menari di atas tuts-tuts berwarna hitam, dan putih, menciptakan dentingan nada memenuhi ruangan dengan lantai kayu tersebut. Badannya lelah dengan kakinya yang pegal juga sendi-sendinya yang ngilu setelah latihan sore itu. Ia menghela napas, perlahan kembali duduk di atas lantai, merenggangkan tubuhnya, mencium lututnya sendiri sebelum kembali berdiri dan mencoba menyentuh ujung jemari kakinya.

"Kau masih belum selesai?" sebuah suara membuatnya menengadah, menegakkan diri dalam posisi double split yang dilakukannya dengan mudah.

Ia mengerjap dari balik rambut pirangnya, "Aku sedang melakukan pendinginan. Sekarang sudah selesai," sahutnya.

Pemuda berambut pirang pucat itu mengangguk, mengulurkan tangannya untuk membantunya berdiri. "Aku juga sudah selesai, ayo kita mandi," ajaknya. Ia mengangguk, mengambil knapsack-nya yang berada di sisi cermin, mengikutinya menuju shower stall yang luas. Mereka membasuh diri dengan air hangat dalam diam, menyingkirkan sisa shampoo dan conditioner dari rambutnya.

"Kau masih memakai peralatan mandi darinya?" Pertanyaan Sehun, pemuda yang tengah mengeringkan diri dengan handuk tebal itu disambut dengan kedikan bahu.

"Mau bagaimana lagi, dia membelikannya dari Paris, dan harganya mahal, sayang kalau tidak kupakai," jawabnya membuat pemuda itu terkekeh, mengacak rambutnya yang masih dikeringkan dengan hairdryer. "Sehunnie!" serunya kesal.

"Kau ini, sudah ditinggal ke China oleh si Wang, masih saja bisa tenang seperti ini," ucapnya memakai t-shirt, hoodie dan jeans-nya yang bersih.

Pemuda pirang itu menyelesaikan menata rambutnya, memasukkan hair dryer yang senantiasa dibawanya ke dalam knapsack, memakai Vetements pullover dan leather jeans yang menempel bagaikan dicat langsung di kaki jenjangnya. Sudah hobinya mengoleksi pullover dan t-shirt dari Vetements, nyaman saat dikenakan, lebih nyaman dari dinginnya kebohongan yang sudah sering dilontarkan manusia itu dulu.

"Tao?" panggil Sehun yang sudah memanggul travel bag-nya. "Kau baik-baik saja?"

Pemuda tersebut mengguk, memasukkan peralatan mandinya ke dalam knapsack, dan mengenakannya. "Kita mampir ke drive thru saja ya? Aku malas makan di restoran," pintanya ketika mereka sudah di dalam mobil.

"Padahal kau sudah memakai baju begini, setidaknya kita mampir ke café," bujuk Sehun yang disambut dengan gelengan. "Ayolah Tao, aku sedang ingin ke café baru yang ada di blok sebelah. Mereka menyediakan gastronomical food and beverages yang membuatku penasaran, kau juga belum pernah mencobanya 'kan?" terangnya membuat temannya itu menimbang-nimbang.

Tao terdiam, sibuk mencari keywords yang dikatakan Sehun sampai ia berdesis seperti kucing disiram air dingin. "Ini restoran, dan aku tak akan mau makan sesuatu yang menyusahkan di saat seperti ini," sergahnya cepat dengan delikan tajam yang cukup membuat temannya itu menurut tak berkutik saat ia menitahkan untuk pergi ke McDonald.

Sehun adalah instruktur modern dance di sana, sementara Tao instruktur wushu yang kerap kali menyelinap ke ruang musik untuk bermain piano di saat sesinya selesai. Bersama mereka tinggal dalam apartment yang cukup luas di lantai tiga tak jauh dari Chinatown sejak lima tahun yang lalu. Meski selama beberapa bulan Tao sempat kerap kali menginap di apartment kekasihnya yang sekarang pulang ke China tak ada kabarnya lagi—hanya barang-barang pemberian yang berharga cukup mahal yang ia kenakan, sisanya ia sumbangkan kepada orang yang lebih membutuhkan.

Mereka pulang dengan letih yang menggelayut, duduk di depan jendela yang terbuka berusaha menyaksikan supermoon yang katanya lebih besar dua puluh lima persen daripada biasanya. Tao hanya bisa mengangkat bahu tak melihat perbedaan yang berarti, dan kembali bersandar di sebelah Sehun yang tengah menghabiskan cheese burger keduanya. "Kau tahu, aku tak melihat adanya perbedaan. Apa benar ini supermoon?" tanyanya melahap dua potong french fries sekaligus.

PeachWhere stories live. Discover now