1

8.9K 1.1K 76
                                    

Tidak butuh waktu yang lama untuk Namjoon mencarikan aku asisten baru. Dengan pengalaman asisten terdahulu, semoga pilihan Namjoon kali ini tepat.

Setelah dua hari menyebar selembaran, Namjoon dan Hoseok mewawancarai delapan orang. Mereka sudah menemukan satu yang pas untuk menjadi asisten ku.

Namjoon pulang dan mengabarkan jika ia sudah memutuskan asisten baruku di restoran miliknya.

Maka di sinilah aku sekarang, duduk di pinggir ranjang dengan piama entah berwarna dan motif apa menunggu asisten baruku di perkenalkan. Ku harap yang kali ini bekerja dengan hatinya bukan karena gaji yang di janjikan Namjoon semata.

Meski aku sering berpikir, gaji untuk seorang asisten yang bekerja hanya dua hari─Sabtu dan minggu─ dengan dua belas jam tiap harinya yang diberikan Namjoon kelewat besar. Artinya hanya akan ada delapan hari kerja dalam sebulan dengan gaji di atas pekerja kantor.

Namun mereka melakukan pekerjaan yang berat. Di hari yang seharusnya libur, mereka bekerja menjadi asisten seorang yang buta seperti ku. Menjadi kaki dan tangan serta mata selama dua belas jam. Aku berhenti berpikir jika gaji yang di patok Namjoon berlebihan.

Pendengaran Ku terusik dengan suara percakapan rendah dan derap kaki. Pasti lah Namjoon dan asisten baruku. Ku miringkan kepalaku berusaha mendengarnya lebih jelas.

"... semua yang akan kamu lakukan ada dalam daftar. Jika ada yang kurang jelas tanyakan saja pada Hoseok, pemuda yang mengantarmu keruangan saya." Itu suara Namjoon.

Lawan bicaranya terdengar hanya menjawab 'iya' sesekali.

"Yoongi jarang keluar rumah. Ia sangat suka membaca, jika ia ingin membaca cerita kamu harus membacakannya."

"Kenapa harus?"

Bisa ku bayangkan Namjoon mendelik kesal. "Karena ia tidak bisa membacanya." Katanya dengan suara yang begitu dalam. Langkah-langkahnya terhenti di depan kamarku.

"Yoongi tidak banyak pinta. Ia hanya sarapan jam delapan, sejam setelah kamu memulai tugas. Makan siang jam dua belas dan tidur siang setengah dua sampai jam empat sore."

Bisa ku dengar pintu di dorong ke dalam. Suara kretekan engselnya menganggu telinga. Namjoon dan asisten baruku masuk.

"Jika ada sesuatu yang tidak kamu mengerti, silahkan Tanya pada Hoseok."

"Sepertinya Hoseok adalah orang yang tahu segalanya. Ada kah yang tidak ia ketahui?"

Seringai muncul di bibir ku ketika mendengar cemoohan nya. Pasti Namjoon sedang melotot tak suka padanya.

"Eh, maaf, saya bercanda."

Untuk sejenak, di tepi ranjang ini aku terdiam. Suara asisten baruku begitu dalam dan berat. Sangat khas. Hal itu tidak dimiliki oleh empat asisten terdahulu. Meski aku menyukai suara Joshua saat ia membacakan ceritanya untukku, ku harap aku juga akan menyukai yang ini.

"Yoongi, ini adalah Jimin─"

"Apa? Jimin?"potongku sambil mengernyit.

"Iya,"

"Kenapa suka sekali dengan orang berawalan J." gumam ku sangat samar di antara rongga gigi yang ku yakin tak siapapun mendengar.

"Mungkin karena wajaku juga tampan. Sayang sekali kau tak bisa melihatnya."

Aku menutup mulutku rapat. Tertegun sesaat begitu menyadari gumaman ku yang ku kira tak akan ada yang mendengar ternyata sampai ke telinganya.

Lalu Namjoon terbatuk kecil, siap-siap menceramahi bahkan mencaci maki pegawai barunya itu. Naluri Ku lebih cepat ketimbang kecepatan cahaya.

The EyesWhere stories live. Discover now