3

6.9K 979 66
                                    

Hari ini adalah sabtu. Hari dimana aku tidak ingin menjumpainya. Artinya Jimin akan kembali bekerja. Entah ia akan datang atau tidak sama sekali. Mengingat aku membentaknya dengan segenap jiwa. Ditambah aku memanggilnya Brengsek dan Bangsat.

Hari sebelumnya Hoseok memasakkan ku omelette, aku ingat. Jimin yang tidak diizinkan menggunakan dapur oleh Hoseok di hari pertamanya kerja membuatku harus berbagi omelette dengannya.

Lalu Namjoon mengajakku ke salon. Hendak potong rambut. Namun segera ku batalkan mengingat tidak ingin membenarkan perkataan Jimin tentang rambutku yang terlalu panjang.

Siangnya Namjoon menemaniku menonton tv. Sebenarnya aku hanya mendengarkan komentar Namjoon mengenai model cantik dalam layar tv. Ia bilang eyeliner yang digunakan model itu terlalu tebal. Membuat matanya terlalu besar. Aku berhenti mengunyah keripik kentang di mulutku mengingat kembali hari sabtu bersama Jimin kemarin. Ia dengan sangat menyebalkan bertanya apakah aku butuh eyeliner?

Namjoon membawakan ku kue beras. Aku suka kue beras. Namun aku kembali mengingat Jimin yang tak menyukai kue beras entah apa alasannya. Lalu kepalaku menggeleng tidak jadi mengambil kue beras.

Dan malam harinya aku mandi. Tanpa sengaja menjatuhkan botol sampo yang hendak ku buka. Butuh waktu lebih dari satu menit untuk memungutnya. Setelah menemukannya aku letakkan di telapak tangan. Olok-olok Jimin kembali teringat Apakah semua barang mu ada huruf braille?Aku langsung membanting sampo dan berteriak apada Hoseok jika aku sudah selesai mandi.

Sejak pagi aku sudah menyiapkan diri jika Namjoon bertanya kenapa Jimin tidak juga datang. Padahal aku sudah berjanji tidak akan mengganti asisten lagi. Aku akan mempertahankan Jimin bagaimana pun. Namun semua hanya harapan. Jimin pasti sudah mengundurkan diri.

Dengan alasan bahwa aku sudah mengasari nya, ia akan meminta berhenti dan mendapatkan upah atas kerjanya selama dua hari kemarin.

Pasti besok Namjoon akan mulai membuat selembaran lagi dan sabtu depan aku sudah memiliki asisten baru.

"Bukankah sudah saatnya bangun?"

Aku ter lonjak dalan gunungan selimut. Dugaan Ku salah. Suaranya yang rendah membuatku tahu bahwa itu suara Jimin.

Aku rindu kretekan bunyi pintu, meski berisik setidaknya itu membuat privasi bagiku.

"Rambutmu seperti singa. Kenapa tidak potong saja?"

"Kamu tidak di gaji untuk mengkritik penampilanku."

"Jangan karena kamu buta jadi jadi orang lainpun tak bisa melihatmu juga."

Aku menahan dongkol di hati. Ku bebaskan diriku dari gulungan selimut aku merasakan Jimin lewat di depanku.

"Tapi biarkan saja. Kamu tampak imut dengan rambut panjang. Mungkin kalau aku bosan, aku bisa mengepang nya."

"Kalau kamu bosan bilang saja pada Namjoon, ia akan memecat mu dan mencari yang baru."

"Tenang saja. Aku hanya bercanda. Kenapa kau seserius itu?"

"Aku sedang tidak ingin bercanda. Lagipula bercanda tidak akan membuatku melihat lagi." Aku senang bisa membalasnya dengan perkataan sinis.

"Well, hari ini mau pakai kolor apa? Hijau? Merah? Hitam?"

Aku tak menjawabnya. Sudah ku bilang kan kalau Jimin ahli mengalihkan pembicaraan. Yang ku heran kenapa ia tak canggung sama sekali setelah kejadian kemarin. Padahal aku sudah berkata kasar. Bahkan mengusirnya. Sikapnya membuatku bingung akan sosok aslinya.

"Aku sudah periksa shower dan menyiapkan semuanya."

"Aku tidak akan bilang terima kasih."

The EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang