7

6.3K 891 205
                                    

Tidak ada yang berbeda dari minggu ini. Aku masih memikirkan Jimin seperti biasa. Lebih-lebih setelah pertengkaran yang membuatnya pulang lebih awal. Jika dulu aku tidak memusingkan keadaan Jimin, sekarang beda nyatanya.

Aku diam-diam menunggu suara berat yang sarat akan candaan muncul di telingaku. Meski suara Namjoon lah yang ku tangkap.

"Apa ada sesuatu yang mengganggumu hyung?"

"Apa?" Tanya ku sedikit terbata.

"Kamu tampak terdiam."

"Bukankah aku memang selalu diam?" Namjoon tengah memilihkan ku pakaian. Ia hanya sibuk akhir pekan jadi mulai dari senin hingga jumat, Namjoon lah yang bertanggung jawab mengurus segala keperluanku. Pernah sekali aku mendengar Jimin protes dengan pakaian yang ku pakai. Ia mengatakan jika perpaduan warna yang Namjoon berikan sangatlah payah. Membuat orang sakit mata melihatnya.

Hoseok begitu berisik pagi ini, ia mengeluhkan bagaimana model secantik Lee Jin Ah bisa jatuh di atas Catwalk. Jelas-jelas wanita secantik Lee Jin Ah adalah manusia. Ia tetap akan melakukan kesalahan sebagaimana manusia seharusnya.

Aku lagi-lagi tidak menghabiskan makananku. Meski Namjoon sudah berteriak layaknya orang kebakaran jenggot. Ia ikut-ikutan mengeluh tentang dasinya yang menghilang secara ajaib. Menyalahkan semua orang di sana.

Sementara aku? Apalagi yang harus ku keluhkan. Tentu saja kebutaan ku.

Mereka mengganti chanelnya.

Namjoon ganti sibuk mengomentari seorang rapper di televisi, yang menurutnya sangat hebat. Jika aku tidak salah dengar namanya adalah Suga. Hoseok sesekali menimpali dengan nada begitu semangat sampai-sampai kurasakan sesuatu menabrak kakiku.

"Bajunya seperti pernah lihat." Bisik Hoseok pelan diselingi kunyahan keripik.

"Bukankah itu baju yang pernah digunakan Jimin?" Tanya Namjoon, selanjutnya mereka sibuk dengan pembicaraan yang tidak ku mengerti.

Jimin, kenapa aku merasa kehilangan meski ini belum lah hari sabtu?

.

.

.

.

.

Namjoon masuk tepat saat aku memakai baju. Bau badannya tercium mendekat.

"Hyung, ada yang ingin aku katakan padamu."

Aku sendiri sedang duduk di pinggir jendela menikmati udara pagi yang segar. Jimin yang pertama kali menunjukkannya padaku ia kerap menuntunku kemari dan mulai mengerjai rambutku yang sudah mencapai bahu.

Namjoon duduk tepat di hadapanku, begitu yang ku kira karena gerakan angin serta wangi badannya tepat menyentuh hidungku.

"Hyung, aku akan keluar sebentar lagi. Hoseok akan ikut bersamaku, apakah kamu mau ikut?" aku menggeleng cepat. Tidak pernah sekalipun aku mau ikut keluar bersama adikku itu, aku hanya tidak ingin merepotkan nya. Lebih-lebih jika itu urusan kerja.

Aku hanya akan menghabiskan waktu dengan meraba dan mengira-ngira. Orang buta sepertiku memang pantas diam saja kan?

"Apa kamu yakin?"

Aku kembali mengangguk mantap. Suara klakson hampir mengagetkanku. Namjoon memegang tanganku setelahnya ia melepaskannya.

Suara kreketan pintu kembali terdengar, karena sudah beberapa bulan tidak ada yang mengolesinya minyak. Mungkin Jimin akan mengolesinya besok.

"Ah iya."

Aku menoleh ke tempat Namjoon berada. Ku dengar nafasnya terhenti beberapa detik sebelum hembusan berat mengiringinya. "Jimin tidak akan datang besok. Ia ada urusan penting."

The EyesWhere stories live. Discover now