5

6.8K 942 105
                                    

Namjoon pulang setengah jam sebelum jam kerja Jimin berakhir. Ia berteriak dan menendang kursi begitu melihat kakiku yang membiru. Begitu kata Hoseok yang mengompresnya agar tidak menjadi ungu dan makin lebam.

Bisa ku bayangkan Jimin akan menunduk tanpa mau mengangkat kepalanya. Suaranya yang berat dan penuh candaan hilang entah kemana. Sementara aku hanya duduk di tepi ranjang tanpa tahu apa-apa.

Namjoon merepet tentang kakiku lagi dan lagi. Ia bahkan mengancam Jimin melaporkannya karena hendak mencelakai seseorang yang cacat.

"Namjoon-ah, sudahlah." Ku dengar Namjoon mendengus kasar. Belum pernah aku mendengarnya semarah ini sejak kebutaan. Namjoon selalu berbicara halus dan lembut padaku.

"Apanya yang sudahlah hyung? Kakimu terluka parah. Asisten mu hanya luka ringan di pipi. Apa kerjaannya? Bagaimana jika kakimu patah tulang? Jadi mulai sabtu depan tidak usah datang lagi. Aku akan mengurus pesangon mu."

Jimin tidak mengiba seperti Jungkook.

"Sudahlah jangan marah lagi. Dan jangan pecat Jimin."

"Tidak bisa hyung. Yang ia lakukan terlalu fatal."

Aku meraba ke depan mencari tubuh Namjoon untuk ku gapai. Ternyata aku mendapatkan tangannya. "Namjoon-ah, terima kasih karena khawatir padaku. Tapi aku tidak mau ganti asisten. Aku cukup menyukai Jimin dan tak mau merepotkan mu lagi."

Aku mendengar helaan nafas panjang dari Namjoon. Jika ia sudah seperti itu, tandanya ia sudah akan menuruti ku.

"Baiklah, aku beri satu kesempatan lagi. Dan kamu, angkat Yoongi ke mobil. Kami akan ke rumah sakit."

Ada rasa senang di hatiku mendengar perintah Namjoon. Biasanya Hoseok yang akan menggendongku ke dalam mobil.

Aku menunggu dengan dada berdebar saat tangan Jimin menyalip diantara leher dan perpotongan kaki ku. Dengan cepat aku mengalungkan tanganku ke lehernya. Lagi-lagi yang ku cium adalah aroma khas tubuhnya.

"Ayo tunggu apa lagi." Semprot Namjoon saat kami tak bergerak.

Ku dengan Jimin mengendus. "Dia darah tinggi ya?" bisiknya pelan.

Aku tersenyum kecil karenanya.

.

.

.

.

.

Aku duduk di pinggir ranjang Yoongi. Jam kerjaku sudah habis tetapi Namjoon belum pulang.

"Yoongi."

"Hmm..."

Tanganku terangkat di depan wajahnya. Hampir mengenai pipinya namun segera ku hentikan. Bayangan diriku tengah memeluknya membuatku gila akhir-akhir ini. Dan setelahnya, aku akan segera merasa bersalah.

"Tidak jadi."

Yoongi menoleh padaku perlahan "Kamu aneh."

Aku tidak menjawab. Aku sudah berjanji akan mengurangi ejekan ku. Sambil mengawasinya yang terlarut dalam lamunan. Bertanya-tanya, apakah yang tengah ia pikirkan?

"Jam kerjaku sudah habis."

Aku berdiam diri. Baru kali ini berat rasanya meninggalkan Yoongi. "Kamu boleh pulang, Jim." Aku tersenyum sedikit. "Akan aku tunggu sampai adikmu pulang."

Dan Yoongi tersenyum. Entah senyum itu untuk apa aku juga tidak paham, tapi aku menyukainya. Menyukai senyum gusinya.

Aku hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi bersama Yoongi. Walaupun hanya berdiam diri dan menatap wajahnya yang menatap kosong ke depan.

The EyesWhere stories live. Discover now