8 : END

9.8K 1K 268
                                    

Yoongi hyung lagi-lagi tidak menghabiskan makanannya. Ia terlihat lebih murung ketimbang saat buta. Kenapa dengannya? Setelah mengacak-acak kimchi bikinan Hoseok. Ia bergegas kembali ke kamar. Lalu menguncinya.

"Kenapa Yoongi hyung tampak tak bahagia?"

Aku mengangkat bahu. Berusaha mengenyahkan pikiran buruk ku.

"Apakah karena Jimin?"

Aku menoleh pada Hoseok yang masih menggunakan Appron. Ia tampak balas memandangku bingung. Aku menuntutnya menjelaskan. Mungkin ada yang terjadi selama aku tidak ada di rumah.

"Itu karena... Selama ada Jimin, Yoongi hyung tampak lebih bersemangat. Sesekali ku lihat ia tersenyum. Tidakkah kamu menyadarinya?"

Aku menggeleng. Sedikit membenarkan perkataan Hoseok. Tidak pernah sekalipun ku lihat Yoongi hyung terlalu murung sejak ada Jimin. "Katamu, Yoongi mendapatkan kornea dari Jimin?"

"Ya. Jin, teman kosan Jimin yang memberitahukannya."

"Bukankah untuk mendonorkan mata, hanya yang sudah meninggal? Artinya, Jimin sudah..."Aku tahu Hoseok sengaja menggantungnya sampai situ saja. Karena matanya sudah mulai berair. Ia pasti tak sanggup meneruskannya.

Aku menghela nafas dalam. Aku juga tak tahu sebenarnya. Dan tidak peduli juga. Yang aku pikirkan hanyalah Yoongi hyung mendapatkan donor mata dari bank mata. Tidak peduli dari siapa, karena ku pikir bank mata pastilah memilih yang terbaik.

"Aku akan ke kamar Yoongi hyung."

Aku mengetuk pintu yang telah dibuka. Yoongi Hyung tampak meringkuk di ujung ranjang. Begitu masuk pun ia tidak repot-repot menoleh. Rambutnya yang panjang berurai begitu saja.

"Hyung..."

Ia menoleh, sedikit. "Bagaimana keadaanmu?" Tanyaku, tapi Yoongi lagi-lagi hanya terdiam.

"Apa kamu tahu kenapa aku memilih Jimin menjadi asistenmu?"

Yoongi menoleh sedikit, tidak benar-benar berniat melihat. "Karena jawabannya saat wawancara yang lalu. Ia mengatakan jika mencuri hati adalah kriminalitas maka ia adalah kriminal kelas berat. Tidakkah itu membuatmu berpikir jika ia─"

"Urak-urakan."

Aku tercekat beberapa saat mendengar Yoongi menjawabnya dengan gamblang. Aku tersenyum dalam diam. "Ya, urak-urakan yang tampan dan penuh semangat. Lagipula, Jimin mempunyai mata yang indah. Mata sepertimu."

Aku berdiri hendak beranjak dari sana. Sebelum ku sadari jika ternyata Yoongi tengah menangis dalam diamnya. Air mata mengalir hingga ke dagu putih miliknya. Tanganku terulur meremas bahu rubuhnya.

Aku menghilang di balik pintu. Menghela nafas berat. Aku tahu ini tak akan mudah.

.

.

.

.

Aku menjalani hidup sebagaimana mestinya. Pergi ke kantor, makan bersama dengan kolega dan menyambut beberapa gadis yang hendak mendekatiku, meski aku tidak selera.

Aku tidak pernah tersenyum dengan cara yang sama. Begitu kata Namjoon ketika melihatku hanya menghabiskan waktu di pinggir jendela.

"Kamu mau kue beras?"

Aku terdiam sesaat. Lalu menggeleng pelan. Entah kenapa, mataku berkedut lagi. Menahan air yang akan jatuh di ujung sana.

Aku memilih menaiki kereta untuk pulang kerja. Meski Namjoo meneriaki k uterus menerus jika pengusaha kaya sepertiku harusnya menaiki paling tidak Lambhorgini terbaru. Tapi aku tidak menyukainya.

The EyesWhere stories live. Discover now