10. Si Perfeksionis

109K 6.2K 164
                                    

Aku tidak sempurna, aku punya satu kelemahan yang masih kurahasiakan.

"Senyum-senyum sendiri, pasti tadi di sekolah disapa gebetan."

Trinity menoleh dan hampir menyemburkan kata-kata makian pada cowok yang seenaknya duduk di sebelahnya, menyenggol bahunya hingga ponsel yang dipegangnya hampir jatuh, untung dengan sigap masih bisa dia tangkap. Tapi kata-katanya berhenti di ujung lidah, saat cowok di sampingnya itu menyodorkan coklat toblerone besar sambil menyeringai lebar!

"Nyogok dalam rangka apa nih? Minta gue bohong sama mama lagi?" tanyanya, masih bergeming mendiamkan bungkusan coklat itu.

"Nggak mau? Oh, sekarang udah nggak mau nerima suap lagi? Takut ditangkap KPK? Ya udah, gue makan sendiri aja." Cowok itu hampir merobek bungkus coklat, tapi buru-buru Trinity mencegahnya, dia rebut coklat itu dengan cepat.

"Kalau niat ngasih tuh harus ikhlas. Jangan karena ada maksudnya," kata Trinity, membuka ujung bungkus, lalu langsung menggigit coklat favoritnya itu.

"Jadi, sekarang udah ada kemajuan? Ada cowok yang lo taksir di sekolah?"

"Ih, apaan sih Mas Reno. Siapa bilang ada yang gue taksir."

Cowok di samping Trinity yang tak lain dan tak bukan adalah Reno kakaknya itu malah terkekeh. Trinity hanya mendelik, lalu kembali menggigit coklat sambil melanjutkan membaca e-book kumpulan cerpen "Kisah-Kisah Tengah Malam" karya Edgar Allan Poe di ponselnya.

"Elo tuh nggak mungkin senyum-senyum geli kayak tadi kalau bukan lagi senang. Gue tau banget deh. Pastinya bukan gara-gara cerita yang lo baca itu. Yang lo baca aja cerita horor gitu," kata Reno setelah mengintip apa yang dibaca Trinity di ponselnya.

"Sok tau."

"Memang tau. Kita kan udah tinggal serumah selama ... berapa umur lo? 17 tahun ya?"

"Umur adek sendiri lupa."

"Bukan lupa, cuma nggak inget."

Trinity mencibir.

"Lagi naksir siapa sih?" goda Reno.

"Kepo banget sih?" balas Trinity

Reno menyeringai, lalu memencet hidung Trinity dengan jarinya.

"Aww! Udah deh, nggak usah pura-pura. Pasti mau minta tolong sesuatu kan, makanya ngasih coklat," ujar Trinity sambil mengusap-usap hidungnya.

"Duh, adek gue tersayang, ngasih itu kan nggak harus ngarep pamrih. Coklat itu dari cewek yang naksir gue. Takut ada jampi-jampinya. Jadi mending buat elo aja."

"What?!" Trinity melotot, kemudian pandangannya beralih pada coklat yang sudah dia kunyah seperempat bagian.

"Elo sih nggak apa-apa makan itu. Andaikan ada jampi-jampinya, kan ditujukan buat gue."

"Mas Reno suuzon aja deh sama orang. Jangan berburuk sangka gitu dong. Kalau dia ternyata ngasihnya tulus, dosa lho, memfitnah orang. Lagian emang cewek itu kenapa? Mas Reno nggak suka? Jadi, siapa yang Mas Reno suka? Makanya, jangan tebar pesona terus. Buruan pilih salah satu dari sekian banyak fans Mas Reno buat jadi pacar," cerocos Trinity menumpahkan kekesalannya.

"Hei, pacaran itu nggak boleh, tau," sergah Reno.

"Kata siapa?" balas Trinity.

"Nah, elo ini makin mencurigakan. Nyuruh-nyuruh gue buruan punya pacar, pasti karena elo juga mau pacaran ya?"

"Tuh, kan? Kebiasaan nuduh orang sembarangan. Cowok tuh di mana-mana sama ya. Cakep dikit langsung belagu. Tebar pesona di mana-mana. Kerjaannya PHP-in orang."

Listen To My Heartbeat [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang