BAB 1(a)

538 208 165
                                    


10 September 2021

Hari ini adalah hari sabtu. Malam minggu yang separuhnya kuhabiskan di perpustakaan kampus untuk mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk. Padahal, kebanyakan remaja seumuranku pasti akan berkumpul bersama teman-temannya dan bersenang-senang di malam minggu kemudian di hari minggunya mereka akan pergi jalan-jalan dengan keluarga mereka. Tapi tidak denganku. Aku berbeda dengan mereka. Aku terlalu sibuk sehingga tidak punya waktu untuk bersenang-senang atau kebahagiaanlah yang tidak pernah punya waktu sebentar saja bersamaku. Aku hanya berusaha menyibukkan diriku agar kesedihan itu tidak menghampiriku.

Namaku Veronika Alvira Prasetyo. Orang-orang memanggilku Vira. Hari ini umurku menginjak 19 tahun. Kuliah di semester pertama. Sebenarnya aku tidak ingin pulang hari ini. Tapi, aku sangat lelah. Dengan sangat terpaksa aku harus pulang ke rumah. Pulang ke rumah. Kalimat itu terasa asing untukku. Sejak aku berumur 6 tahun, aku sudah lupa akan suasana rumah yang hidup dan tentram membawaku kepada kedamaian. Aku hanya punya satu alasan untuk pulang ke rumah, yaitu kakakku. Aku sangat menyayanginya lebih dari siapapun. Dia yang selalu menjagaku dan mengerti diriku. Keluarga? Sebenarnya keluargaku adalah keluarga yang utuh. Aku masih memiliki ayah, ibu, dan kakak. Tapi, keluargaku tidak harmonis.

Sesampainya di depan pagar rumah, aku bimbang untuk masuk atau tidak. Akan tetapi, mengingat pesan yang dikirimkan kakak kepadaku, aku jadi merasa bersalah jika tidak pulang. 1 pesan muncul di layar ponselku dan pengirimnya adalah kakakku. Kubuka pesan itu.

Kenapa belum pulang? Sudah jam 11 malam. Cepat pulang... Kamu tahu kan kalau hari ini kamu ulang tahun? Masa kamu tidak pulang di hari ulang tahunmu. Kakak punya kejutan buat adekku tersayang.. Kamu enggak penasaran apa kejutannya? Kakak tunggu di rumah ya. - Abang Zaki.

Akhirnya aku memberanikan diri untuk masuk kedalam rumah. Benar Vira, kamu hanya tinggal masuk kerumahmu dan cepat-cepat menuju kamar dan mengunci pintu kamarmu tanpa ada pembicaraan dengan ayah maupun ibu. Demi kakak yang sudah menyiapkan kejutan untukku. Ketika aku sudah memasuki rumah dengan sangat pelan ternyata ibuku berada si ruang tamu sehingga mau tidak mau aku harus berbicara dengan ibu terlebih dahulu.

“Assalamualaikum” salamku kepada ibu kemudian mencium tangan kanannya.

“Waalaikumsalam, darimana saja kamu, Vira? Ini sudah jam berapa? Gak baik anak perempuan diluar rumah sampai jam segini. Kamu tahu itu kan? Jaga nama baik keluarga. Kamu hanya mempermalukan keluarga dengan sikapmu itu. Selalu pulang malam hanya untuk jalan- jalan dengan teman-temanmu itu kan? Ingat kamu sudah kuliah jadi jangan bersikap seperti anak kecil lagi.” Kata ibuku kepadaku.

Aku mendengarkannya dengan menahan kemarahan maupun air mata. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri, begitulah setiap aku mendapat ceramah. Untuk hari ini, aku tidak akan berdebat dengan ibu. Aku lelah. Setiap berbicara dengan ibu selalu ada perdebatan. Ibu tidak pernah mengerti aku. Selalu mengatakan sesuatu yang tidak pernah kulakukan. Seperti yang ibu katakan kepadaku saat ini. Ia menuduhku selalu jalan-jalan dan bersenang-senang dengan teman-temanku. Padahal, aku tidak pernah pergi bersama teman-temanku. Aku terlalu sibuk untuk itu. Hanya kakak yang mengerti aku.

Aku hanya mengangguk kepada ibu kemudian mempercepat naik tangga menuju kamarku. Suasana hatiku menjadi tidak baik. Namun, ketika aku membuka pintu kamar, aku terkejut dengan keberadaan kakak di kamarku. Dia memakai topi ulang tahun dan membawa kue tart yang bertuliskan “Selamat Ulang Tahun ke 19 Adikku tersayang” kemudian ia menyanyikan lagu ulang tahun padaku. Betapa bahagianya aku saat ini. Kesedihanku sudah terhapus dan digantikan oleh kebahagiaan yang diberikan kakakku. Aku membuat sebuah permohonan “Semoga aku dan semua orang yang kusayangi diberikan kebahagiaan yang berlimpah.” Kemudian aku meniup lilin-lilin tersebut.

Kakakku meletakkan kue tartnya di meja belajarku kemudian merentangkan kedua tangannya kepadaku. Aku memeluknya dengan sangat erat seperti ingin memberitahukan kepada dunia bahwa dia adalah kakakku seorang tidak ada yang boleh merebutnya dariku. Betapa beruntungnya aku mendapatkan kakak sebaik malaikat.

Kemudian kakakku berkata “Selamat ulang tahun malaikat imutku.” Aku tersenyum dengab sangat tulus pada kakak.

“Terima kasih untuk semuanya, Bang. Abang Zaki memang yang terbaik.” Kataku sambil mengacungkan kedua ibu jariku kepada kakak.

Namun, senyumku tiba-tiba memudar ketika aku menyadari bahwa hanya kakak yang mengingat ulang tahunku di keluargaku. Entah sudah keberapa kalinya orang tuaku melupakan hari ulang tahunku. Ayah dan ibu bahkan tidak mengucapkan selamat kepadaku.

Melihat senyumku yang mulai memudar, kakakmu kemudian berkata “Sudah-sudah jangan terlalu terharu. Abang sudah menyiapkan kado spesial untuk Vira.”

Kemudian kakak mengeluarkan sebuah kotak dan berkata “ Ta da. Dibuka dong kadonya kakak sudah susah- susah membelinya.”

Kubuka kotak itu dan betapa terkejutnya aku dengan isi kotak itu. Isinya adalah peralatan untuk membuat desain. Kakak selalu tahu apa yang aku inginkan. Aku memang bercita-cita untuk menjadi seorang desainer.

“Kamu tidak tahu kakak bersusah payah mencari kado itu untukmu. Apa Vira suka?” kata kakak.

“Iya, Bang Zaki. Vira sangat suka dengan kadonya sekali lagi terima kasih.” Ucapku dengan tulus.

Itu adalah hari yang sangat berharga untuk dikenang selamanya. Aku selalu bersyukur diberi kakak seperti Bang Zaki.


Terima kasih untuk yang sudah menyempatkan membaca cerita saya. Semoga kalian menyukai cerita ini ~

Kebahagiaan yang Terpendamحيث تعيش القصص. اكتشف الآن