BAB 23

81 13 28
                                    

Author pov

Semalam semua yang telah Zaki rahasiakan kepada Vira telah terbongkar. Vira sempat terkejut dengan pernyataan abangnya itu. Sampai pagi ini pun, Vira masih melamunkan perkataan Zaki semalam.

Zaki yang baru saja tiba di ruang makan menyapa Vira kemudian duduk berhadapan dengannya, "Pagi, Ra."

"Eh, Pagi Bang," seketika lamunan Vira buyar dan ia segera membalas sapaan Zaki.

"Kamu ngelamunin apa?" Zaki bertanya kepada Vira yang tak dijawab oleh Vira kemudian ia bertanya lagi dengan suara kecil takut-takut Mama yang berada di dapur mendengarnya, "Ngelamunin perkataan abang yang kemarin malam?"

"Abang itu memang selalu tahu aku ya," ucap Vira sambil menyipitkan mata saat menatap Zaki. Vira kemudian mengambil segelas air putih dan meminumnya. Mama yang baru saja selesai menyiapkan sarapan menghampiri kami di ruang makan.

"Vira dari tadi ngelamun aja tuh, Bang. Kasih tahu kalau kelamaan ngelamun gak baik," ucap Mama sambil menata masakannya di meja makan.

"Udahlah, Ra. Jangan dipikirin mulu."

Vira hanya terdiam. Sebenarnya ada satu hal yang ingin ia katakan kepada Zaki. Tetapi, ia mengurungkan niatnya untuk mengatakannya sekarang.

Mereka bertiga pun memulai sarapan dalam keheningan. Setelah selesai sarapan, Vira dan Zaki berpamitan kepada Mama untuk berangkat kuliah dan kerja. Mereka berjalan beriringan sampai teras depan rumah. Vira memanggil Zaki, "Bang, Vira mau ngomong sesuatu ke abang."

"Kenapa, Ra? Ngomong aja langsung," ucap Zaki yang sekarang berhadapan dengan Vira.

"Itu, anu, eum," gumam Vira tak terlalu jelas.

"Ada apa?"

"Vira mau minta saran abang. Apa Vira tetap berteman dengan Bara atau menghindari Bara karena ternyata Bara masih membohongi Vira tentang Sera?" tanya Vira kepada Zaki yang dibalas raut wajah tenang oleh Zaki.

"Ternyata soal yang kemarin. Ra, itu sih terserah kamu. Kan kamu juga yang ngejalanin pertemanan. Dari yang abang lihat kamu nyaman kan berteman dengan Bara. Jadi, kenapa kamu harus menghindarinya? Kalau tentang kenapa Bara gak beritahu tentang pacarnya si Sera itu, coba kamu tanyakan saja langsung ke dia," balas Zaki sambil memegang pundak Vira.

Vira pun tersenyum tipis sambil mengangguk mengiyakan perkataan Zaki, "Aku pikir abang bakalan nyuruh aku untuk ngehindari Bara."

"Abang gak bakalan sejahat itu kali."

"Ya udah, Vira berangkat ke kampus duluan ya, Bang. Takutnya keburu gak ada ojek di pangkalan. Dadah." Vira berjalan keluar dari teras rumah.

"Gak berangkat bareng abang aja?" teriak Zaki kepada Vira yang sudah lima meter di depan rumah.

Vira menggelengkan kepalanya sebagai jawaban kemudian menghilang dari pandangan Zaki.

Zaki pun segera menaiki motornya dan menancap gas pergi dari teras rumah menuju kantor tempatnya bekerja.

~°°°~

Vira mencari-cari seseorang lewat pandangannya dari salah satu tempat duduk di kantin. Ia mencari Bara.

'Kemana dia? Kenapa gak kelihatan?' batin Vira masih mencari-cari keberadaan Bara.

Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Vira dari belakang yang membuat Vira terlonjak kaget.

"Hai, Ra."

"Ngagetin aja ih. Kenapa harus nepuk pundakku sih?"

"Maaf, kaget ya. Habisnya lo kayak nyari-nyari seseorang gitu. Cari siapa?"

"Nyariin kamu. Ada yang mau aku tanyain ke kamu."

Bara mengangkat alis kanannya kemudian duduk di bangku yang berhadapan dengan Vira bersama semangkuk bakso.

"Mau nanya apa? Eh, tapi nanyanya nanti aja bisa kali ya. Gue mau makan dulu. Lo gak pesan makanan, Ra?"

"Ya udah makan aja dulu. Aku gak lagi pengen makan."

Lima belas menit kemudian, Bara selesai dengan makanannya dan selama Bara makan Vira hanya melihatinya makan dan memandang keluar kantin.

"Udah makannya?"

"Bentar, mau pesen minum dulu. Lo mau gue pesenin minum?"

"Eum, aku es teh deh."

Bara pun berdiri dari duduknya dan meninggalkan Vira untuk memesan minuman. Tak selang beberapa lama, Bara kembali duduk di hadapan Vira dengan dua minuman di tangan kanan dan kirinya.

"Nih minuman lo. Gak usah dibayar karena gue yang traktir."

"Makasih," Vira tersenyum tipis.

"Jadi, apa yang mau lo tanyakan ke gue?" Bara memulai pembicaraan dengan pertanyaan.

"Aku ingin tahu apa kamu masih menutupi sesuatu dari aku. Tentang statusmu mungkin?"

Bara terdiam sangat lama. Kemudian Vira bertanya kembali kepada Bara, "Apa kamu mengenal perempuan yang bernama Sera?"

"Iya, gue kenal. Dia pacar gue. Maaf karena gue gak pernah bilang ke lo soal Sera."

"Aku lega karena kamu jujur ke aku soal Sera. Aku pikir kamu bakalan menyangkalnya."

"Gue tahu gue bukan pria yang jujur tapi gue belajar dari kesalahan untuk gak ngebohongin lo lagi."

"Kamu memang udah berubah ya, Bar," ucap Vira sambil tersenyum tipis kemudian meminum es tehnya.

"Ra, udah waktunya masuk kelas lagi. Jam makan siangnya udah habis. Mau jalan ke kelas bareng?"

Vira yang telah selesai menyeruput es tehnya pun mengangguk sebagai jawaban.

Mereka berjalan beriringan melewati lorong menuju gedung ekonomi. Seperti biasanya, mereka berpisah di pertigaan lorong.

~°°°~

Sera sedang memainkan jemari kukunya yang menandakan bahwa ia sedang cemas. Sera sekarang berada di ruang kerjanya dan duduk diam di kursinya. Dia benar-benar sedang berpikir keras sekarang sampai-sampai ia melewatkan jam makan siangnya.

'Kenapa Bara membela Vira?! Pasti Vira si perusak kebahagiaan orang itu telah mempengaruhi Bara,' batin Sera sambil menggigiti kuku jari telunjuk kanannya.

"Bara sudah tidak berada di pihakku lagi. Bagaimana aku akan melancarkan rencanaku kali ini? Sial. Rencanaku tidak boleh gagal di tengah jalan seperti ini. Ayo Sera pikirkan sebuah rencana lain," gumam Sera sambil mengetuk-ngetukkan telunjuk tangan kirinya di atas meja kerja.

Lamunan Sera terbuyarkan karena suara handphone-nya yang menandakan ada pesan masuk. Ia melihat nama si pengirim pesan. Tiba-tiba sebuah ide terlintas di kepalanya. Ia menyeringai jahat.

"Tunggu saja sampai hari itu tiba, Veronika Alvira Prasetyo."

~°°°~

Kebahagiaan yang TerpendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang