Bab 2 - Dilema

9.3K 1.1K 253
                                    


Memiliki dua hati memang tidak mudah. Sangat tidak mudah. Disaat kita ingin menjaga hati yang satu, hati yang lain pasti tersakiti. Begitulah yang dirasakan Hermione. Ia dilema. Hatinya memilih yang satu, tapi Ia juga tidak bisa meninggalkan hati yang lainnya.

Gadis itu terus saja melamun. Tidak peduli dengan keramaian aula besar saat makan siang seperti ini. Kentang tumbuk nya pun sudah tidak berbentuk lagi.

"Mione, makanlah. Nanti kamu sakit kalau tidak makan." Ujar Ron yang sedari tadi mengkhawatirkan Hermione. Bahkan makanannya sendiri pun tidak Ia sentuh.

"Kau saja belum makan." Jawab Hermione.

"Aku tidak akan makan kalau kau tidak makan."

Hermione mendesah tertahan. Ingin rasanya Ia mencelupkan kepalanya sendiri di kubangan air yang paling menjijikan di dunia. Sehingga dia bisa menyembunyikan wajah memalukannya dari siapapun.

"Ya sudah aku makan." Hermione menyerah. Ia pun menyendokkan sesendok kentang tumbuk itu kedalam mulutnya.

Ron tersenyum. Akhirnya Ia bisa makan dengan lega. Mana mungkin Ia bisa makan kalau gadisnya belum makan sejak kemarin malam.

Laki-laki berambut merah itu pun ikut makan. Namun sebelum itu, Ia mengacak-acak rambut Hermione dengan sayang.

Gadis bermata hazel itu diam-diam melirik kearah meja panjang di hadapannya. Disana duduk seorang pemuda pirang yang juga sedang menatapnya.

Senyum kecil terulas dibibir mungilnya. Ia bertanya dalam hati. Kali ini siapa hati yang Ia jaga? Dan siapa hati yang Ia lukai?

***

"Saya tahu, kalian semua sudah pernah mempelajari ramuan Amortentia. Tapi saya ingin kalian lebih mendalaminya lagi. Berhubung setahun lebih kalian tidak belajar, karna.. you-know-what, pasti banyak diantara kalian yang lupa." Kata Prof.Slughorn di depan kelas ramuan. Kali ini Gryffindor sekelas dengan Slytherin.

Hermione berdiri ditengah-tengah Ron dan Harry. Pandangannya sesekali mengarah pada Draco yang tampak sibuk membolak-balikkan halaman bukunya.

"Ya, Miss.Granger! Coba kau jelaskan apa itu Amortentia."

Hermione maju agak ke depan, "Ramuan Amortentia adalah ramuan cinta terkuat. Bisa membuat orang yang meminumnya gila akan cinta pada si pemberi. Bau ramuan ini tidak selalu sama. Tergantung apa yang membuat Si pembuat ramuan tertarik."

"Very good, Miss Granger. Coba kau katakan apa yang kau cium dari kuali ini."

Skak mat!

"W-what?"

Hermione tidak pernah setegang ini sebelumnya. Bahkan saat mengerjakan ujian pun Ia masih bisa bernapas. Tapi sekarang, rasanya udara pergi menjauh dari dirinya.

Apa yang harus Ia katakan? Di kuali tersebut, Ia mencium bau Draco. Tapi mana mungkin Ia mengatakan itu. Ada Ron disampingnya.

"Mmm.. A-aku mencium aroma daging panggang, perkamen, dan pasta gigi."

Ia merasa menjadi manusia paling bodoh dan munafik. Karna tidak tahu harus mengatakan apa, akhirnya Hermione mengatakan aroma dari tubuh Ron dan Draco. Ia berharap, tidak ada yang merasa tersakiti karna hal itu. Tapi nyatanya, sekuat apapun Ia menjaganya, tetap saja pasti akan ada hati yang terluka nantinya.

"Memangnya aku beraroma perkamen dan pasta gigi?" Tanya Ron pada Hermione dan Harry dengan berbisik.

Hermione hanya mengangkat bahunya. Menyembunyikan rasa gugupnya.

"Mungkin.." Jawab Harry. Pemuda berkacamata bulat itu pun sama bingungnya dengan Ron.

Hermione meringis dalam hati. Sepertinya Ia memang harus mencelupkan dirinya hidup-hidup kekubangan.

***

Gadis itu; Hermione, mengendap-endap keluar dari ruang rekreasi Gryffindor. Harry dan Ron sedang sibuk bermain catur sihir. Ini kesempatannya untuk menemui Draco. Sore ini adalah jadwalnya bersama pemuda itu.

Oh, ini benar-benar memusingkan.

"Hermione, kau mau kemana?" Sebuah suara menghentikan Hermione ditengah koridor arah danau hitam.

Gadis itu membalikkan tubuhnya. Dan, boom!

"Ron?!"

"Ya, ini aku. Kenapa seperti melihat hantu begitu?"

Hermione memegang dahinya yang tiba-tiba pusing.

"Kau kenapa, Mione?" Tanya Ron cemas. Ia langsung memegang dahi Hermione.

"Tidak panas.." gumamnya.

Hermione mengusap pelipisnya yang berkeringat. Ia gugup.

"A-aku tidak apa-apa."

Ron mengangguk-angguk saja. Pemuda itu tanpa aba-aba, tiba-tiba memeluk Hermione.

"Ron?"

"Aku tidak tahu kenapa, aku selalu merasa akan kehilanganmu. Kau tidak akan pergi 'kan?"

Rasanya kaki Hermione sangat lemas. Degupan jantungnya tiba-tiba lebih cepat.

Bukan. Ini bukan degupan karna efek dari bersentuhan dengan orang yang disuka. Degupan ini berbeda. Ia takut. Hermione takut dibenci.

Tangannya terangkat untuk membalas pelukan Ron. Namun atensinya menangkap sepasang netra abu-abu yang sedang menatapnya pedih.

Draco Malfoy. Pemuda itu ada disitu. Dan selalu disitu. Memperhatikan dua insan itu saling bercengkrama. Ingin rasanya Draco seperti itu. Bisa memeluk Hermione di khalayak umum. Memproklamirkan kalau gadisnya itu adalah miliknya. Ah, bahkan sampai sekarang pun Ia masih merasa ada yang mengganjal saat menyebut Hermione adalah gadisnya.

Dia ingin memiliki Hermione seutuhnya. Tapi lagi-lagi Ia bisa apa? Ia seperti pecundang. Meminta gadis itu menjadikannya yang kedua. Memang dimana otak mereka saat menyetujui perjanjian itu?

Ia tahu, inilah konsekuensi menjadi yang kedua. Ia tidak boleh marah kalau Hermione bersama yang pertama. Karna sampai kapanpun, yang kedua tidak akan mendahului yang pertama.

Hermione bisa melihat dengan jelas luka yang tercetak dimata Draco. Perlahan Ia melepas pelukan Ron. Kepalanya tertunduk. Ia tidak melihat Ron ataupun Draco yang berjarak beberapa meter dari mereka.

Ia ingin sendiri dulu. Maka itu Ia berjalan memutar arah. Tidak kearah Draco ataupun pergi bersama Ron. Ia akan sendiri dulu sekarang.

Dua hati itu tengah terluka. Yang satu, terluka karna merasa dijauhkan. Yang kedua, terluka karna merasa tidak pernah memiliki.

Hermione.. apa yang ada dipikiranmu sampai menyakiti dua orang itu?

***

Two Heart [DRAMIONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang