22. Elang di kala Fajar

1.8K 128 0
                                    

Lupakan dengan yang namanya Elang. Ini yang membuat Embun lega setengah mati. Karena semenjak pertemuannya lima hari yang lalu, ia tak pernah lagi menghubunginya. Dan semesta seolah-olah bekerjasama untuk menyatukan Fajar dan Embun merasakan nikmatnya kebersamaan.

Tapi, andaikan hati paling terdalamnya bisa berbicara, pasti ia akan mengutarakan rasa penasaran yang sangat berlebih dengan sosok Elang.

Dan ucapan malam lalu, tiba-tiba teringat dan mengingatkannya kembali.

"Kamu tau, Mbun?" Fajar merangkul bahu Embun dan melabuhkan kepalanya di sana.

Embun menggeleng. Sudut matanya mencuri pandang ke arah Fajar yang entah kenapa ia sendiri merasa geli dengan tingkah Fajar. Gimana enggak, coba? Manja-manja seperti bocah kecil, tidak merefleksikan umurnya yang seharusnya sudah memiliki rumah tangga sendiri.

"Aku rasa, Elang itu punya niat buruk ke kamu."

"Aku juga ngerasa gitu sih."

Fajar bangun mendadak, lantas membalikkan badan Embun untuk menghadapnya. "Serius?"

Ia mengangguk. "Keliatan sih dari gelagatnya. Kadang manis, kadang bikin aku takut. Apa jangan-jangan..." ia menggantung ucapannya.

"Jangan-jangan kenapa?"

"Jangan-jangan dia punya kepribadian ganda!"

Sontak Fajar terbahak. "Bisa jadi tuh!"

Embun hanya mengangguk tanda menyetujui.

"Tapi kalo dibandingin dia, gantengan siapa?"

"Tergantung."

"Loh? Kok tergantung?"

"Iya, tergantung. Kalo dari segi mata, aku lebih suka mata Elang. Namanya juga Elang, matanya tajem banget, bener-bener kayak burung elang! Tapi..."

"Tapi apa?!" tanyanya tak sabaran.

"Tapi kalo alis dan sisi wajah yang lain, masih lumayan kamu sih." jawabanya seraya meminum jus jeruk yang sebelumnya telah ia tuang ke gelas.

"Akhirnya seorang Embun Pramudya mengakui ketampanan Fajar! What a surprise!" ia berteriak bangga.

Bugh...

Sebuah bantal sofa mendarat di wajahnya. "Mimpi!!"

"Aku rela gak bangun kalo mimpinya seindah ini."

***

"Lo kenal perempuan gue darimana?"

"Hah? Gue gak salah denger? Cewek lo?! Cih!"

"Jawab pertanyaan gue!"

"Gue kembali buat ambil milik gue dari lo!"

"Sekarang, gue lagi gak mau debat sama adik gue sendiri. Darimana lo kenal Embun?"

"Oh jadi gue adik lo ya? Sejak kapan bokap anggap gue keluarga Pratama, hah?! Sejak kapan?!!" Elang berteriak pada Fajar.

"Cukup!! Apa lo masih ungkit masalah itu? Lo masih ngira kalo bokap gak punya andil di kehidupan lo, setelah apa yang lo dapet dari aset bokap?"

"Hah? Sejak kapan gue ngemis-ngemis ke bokap? Sejak kapan?!"

"Kenapa lo keras kepala? Gue gak habis pikir sama jalan pikir lo. Bokap udah mati dan lo masih dendam sama dia?!" tangannya sudah mengepal menahan amarah. "cuma lo yang bisa kayak gitu!"

Elang menampakkan senyuman liciknya. "Ohya? Gimana dengan lo yang cuma jadi anak pancingan, hah? Bahkan bisa jadi anak pancingan paling dibanggain dibanding anak kandung! Dunia kiamat!"

Homichlove (Completed)Where stories live. Discover now