Satu

12 1 0
                                    

Raline sedang dalam perjalanan pulang dengan naik Trans Semarang. Walaupun kantor Raline yang tidak jauh dari balaikota, kantor ibunya, untuk hari ini Raline tidak ingin dijemput oleh ibunya.

Kebetulan hari itu yang membawa mobil adalah ibu Raline. Karena Raline masih ingin sendiri, dia masih bimbang akan terus mengejar karirnya atau tetap bertahan ditempat yang sama.

Dan ibunya, yang nantinya akan tinggal sendirian jika Raline mengambil kesempatan itu. Raline di Bekasi dan Rio di Depok. Walaupun ibunya juga masih bekerja kurang lebih 2 tahun lagi karena pensiun, paling tidak bisa menjadi kesibukan untuk ibu. Tapi masih berat untuknya meninggalkan ibu meski pun sebenarnya ibu Raline masih bisa menjaga dirinya sendiri.

Raline memijat pelipis kepalanya, seakan ingin meledak karena penuh dengan segala argument yang sedang berdebat sendiri. Entah hari apa ini, Raline merasa hari ini adalah hari terburuknya. Ketika seorang bapak-bapak yang berdiri didepannya menggantungkan tangannya untuk pegangan dan mengeluarkan aroma tidak sedap, sehingga membuat Raline ingin muntah.

Sore itu memang ramai sekali, para penumpang saling bersedakan. Untuk itu Raline beranjak berdiri untuk mempersilakan bapak-bapak itu duduk sebelum dia pingsan.
Sebenarnya Raline menyadari konsekuensi ini jika dia lebih memilih pulang naik Trans Semarang. Jadi memang lebih baik Raline berdiri.
Dalam keadaannya yang kurang nyaman seperti ini, berdiri dengan sepatu berhak 3 cm nya, berdesak-desakan dengan penumpang lainnya, dengan membawa laptop dan tas jinjingnya di tangan kanan dan tangan kirinya berpegangan pada tiang di sampingnya masih bisa membuat Raline memikirkan yang sejak tadi menganggunya.

Sampai-sampai dia tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Padahal sudah mendekati akhir bulan yang mana dia harus segera menyelesaikan laporan keuangan bulan ini.

Raline tersadar kembali ketika mbak penjaga pintu Trans Semarang meneriakan, "BSB".

Dia harus segera turun kalau tidak ingin kebablasan. Untung saja Raline berdiri dekat dengan pintu keluar sehingga dia bisa mendengar dengan jelas teriakan mbak penjaga pintu. Pintu terbuka, dan Raline kembali berdesakan dengan penumpang yang juga turun di halte yang sama dengannya.
Rumah Raline dari halte memang tidak terlalu jauh, tapi Raline rasanya sudah terlalu lelah untuk berjalan kaki, sehingga dia memutuskan untuk naik ojek yang ada di depan perumahannya.

"Ojek pak" teriak Raline kepada tukang ojek yang sudah berjejer menunggu panggilan.

Sampai di depan rumahnya, setelah membayar tukang ojek, Raline menengok halaman rumahnya sudah ada mobilnya ibu terpakir. Ibu pulang lebih awal rupanya.

Baru saja Raline meletakan sepatunya di rak sepatu, ibu sudah berteriak,"Raline ?" suara ibu yang terdengar dari arah dapur.

"Iya bu, siapa lagi ? Ibu menunggu orang selain Alin ?" tanya Raline. Aline adalah panggilan kecilnya karena saat masih kecil Raline belum bisa mengucapkan huruf "R" sehingga hanya Alin yang keluar dari mulut kecilnya.

"Ah, enggak... Ibu lagi masak sambal terong kesukaanmu. Makanya ibu ngga sabar nunggu Aline pulang" kata ibu antusias.

Sebenarnya Raline sudah mencium aromanya sejak dia memasuki halaman rumahnya, tetapi nampaknya Raline masih belum bisa tenang jika belum membicarakan kegundahannya kepada ibu.

Setelah Raline masuk kamar dan membersihkan diri dari kepenatannya seharian ini. Dia segera keluar menyusul ibu yang ternyata masih saja di dapur.

"Ibu masak apalagi sih, udah sini duduk. Makan. Jangan masak banyak-banyak bu, kita Cuma berdua aja, mau makan sebanyak apa coba" omel Raline.

"Aduh sayang, kamu kan tahu sendiri kalo ibu hobi masak, ya yang makan kamu sama mbok Mirah lah", kata ibu enteng.

Dirumah memang ada asisten rumah tangga yang membantu ibu mengatur keperluan di rumah. Tapi untuk masalah masak, tetap ibu yang melakukannya, karena ibu memang hobi masak.

Mr. Vanilla vs Ms. Strawberry LemonDove le storie prendono vita. Scoprilo ora