Tujuh

13 0 0
                                    

Suasana canggung terasa di dalam mobil Arga. Raline hanya melihat lurus kedepan. Dan Arga hanya focus pada jalannya mobil.

Arga dan Raline sedang dalam perjalanan pulang dari kantor ke apartement mereka. Raline hanya berdiam diri karena sedang mengingat kejadian tadi siang saat masih berada di puncak. Dia dan Arga tidak mengikuti game yang sudah disiapkan panitia, sehingga Raline memutuskan berkeliling villa tempat mereka menginap. Sedangkan Arga, Raline tidak tahu Arga ada dimana, akan lebih baik jika dia tidak bertemu Arga saat itu.

Raline masih menikmati suasana sejuk puncak. Hamparan kebun teh yang luas menyegarkan mata Raline yang setiap hari hanya melihat angka dilaporan keuangan perusahaan. Sebenarnya hari itu cukup dingin karena mendung menyelimuti puncak sehingga kabut turun dan mengharuskan Raline merengkuh tubuhnya karena dia hanya mengenakan sweater.

Ketika Raline berhenti sebentar dan mengirup udara disekelilingnya dalam-dalam sambil memejamkan matanya, ia terkejut karena masih saja aroma vanilla yang tercium. Saat menghembuskan nafasnya Raline semakin terkejut karena tubuhnya menjadi hangat berkat jaket yang menyelubingi tubuhnya.

“Makanya pakai jaket, gaya bener Cuma pake sweater” Raline menoleh ke sumber suara itu. Arga… oh sial, mengapa malah bertemu dengannya. Raline padahal ingin menghindar sementara waktu, untuk bisa mencerna percakapan Arga dengan Ray yang tanpa sengaja ia dengar tadi.

“Oh, jaketnya ketinggalan di kamar mas” Raline mencoba memberanikan diri membuka mulutnya.

“Thanks ya semalam, just info sih, aku emang ngga bisa perjalanan darat dalam waktu lama.”

“Sama-sama mas. Kenapa bisa gitu mas?” Raline berani bertanya, karena saat ini Arga tampak beda dari biasanya. Dia lebih dewasa, karena masih sakit mungkin (anggapan Raline). Dandanan Arga tampak “biasa saja”. Benar-benar biasa. Dengan rambut tanpa pomade, seweater turtle neck warna hitam dan celana jeans. Tetapi keadaan Arga seperti ini malah semakin membuat Raline terpesona. Bukankah aura seorang laki-laki memang lebih mempesona ketika mereka mengenakan baju berwarna hitam?

“Ngga tahan sama hawa dingin yang terlalu lama, dengan ruangan sempit, ditambah getaran jalanan yang bikin perut saya mual. Jadi, siap-siap nanti perjalanan pulangnya kalo saya begitu lagi...” Arga melemparkan senyumnya kearah Raline. Otomatis Raline membalas senyum Arga, tetapi malah Arga malah berlagak seperti telah terluka jantungnya dengan memegang dadanya,”Aduh… Raline, tolong lesung pipimu itu”
“Kenapa mas? Ada yang sakit? Apa hubungannya dengan lesung pipi saya?”

“Aduh,,, Raline… tolong saya…”Arga semakin terlihat kesakitan dengan meremas dadanya sendiri dan terbatuk batuk.

“Apanya yang sakit mas, dimana yang sakit mas ?” jelas Raline juga semakin panik.

“Lesung pipimu bikin jantung saya berdetak sangat cepat” Arga tertawa melihat ekspresi panik Raline.

Apa ??? Gombalan macam apa ini? Raline sudah mengira bahwa dia sakit lagi karena cuaca dingin, malah ngegombal seperti ini. Ngga Lucu… pikir Raline.

Bukan ikut tertawa, Raline diam. Dan matanya berkaca-kaca sambil menatap tajam Arga. Sekarang giliran Arga yang panik,”Line… kamu kenapa? Aku bercanda tadi. Maaf.” Ucap Arga menyesal.

“Bercandanya mas Arga ngga lucu mas. Apa mas tahu betapa paniknya saya semalem, belum hilang kepanikan saya semalam, malah mas berpura-pura seperti ini. Saya…. “ air matanya sudah deras turun membasahi pipi Raline. Hingga suaranya parau dan tak mampu lagi melanjutkan kalimatnya.

Arga merasa bersalah. Bagaimana bisa guyonan ringan seperti ini bisa membuat Raline nangis histeris seperti ini. Arga juga tidak tahu harus bagaimana menenangkan tangis Raline ini. Cuma, yang dia tahu, pelukanlah yang bisa meredam suara tangis Raline yang semakin menderu.

Mr. Vanilla vs Ms. Strawberry LemonWhere stories live. Discover now