After all of this over, please be happy.
That is my one and only wish.
*
Chroma menghela napasnya dalam-dalam dan menatap Agioz dengan lekat. Saat ini ia sudah memasuki mode bertarungnya yang serius. Insting bertarung yang ia dapatkan dari menjadi pembunuh bayaran itu mulai menyala. Seluruh indranya menajam dengan pesat, menyaring ribuan stimulus dari sekitarnya dan menangkap setiap stimulus yang muncul dari diri Agioz.
SRAT!!
Chroma melesat dengan kecepatan tinggi dan mulai menyerang Agioz. Ia mengerahkan seluruh kemampuannya dalam menyerang Agioz, namun Agioz mampu mengelak setiap serangan yang ia berikan, seolah-olah ia sedang menghadapi anak kecil yang sedang bermain pedang-pedangan.Chroma berdecih dan berhenti sejenak untuk mengatur ulang strategi. Dalam melawan musuh yang jauh lebih kuat, ia harus memanfaatkan kecerdasannya ketimbang kekuatannya. Chroma mulai menyerang kembali sambil menelisik untuk mencari kelemahan Agioz, namun ia nyaris tak menemukan apa pun. Di saat ia nyaris putus asa, tiba-tiba ia menyadari sesuatu. Agioz selalu berusaha membuat Chroma menjauhi lambang mandala di dahinya.
Chroma menghentikan serangannya dengan napas tersengal-sengal. Ia kembali menyerang Agioz lalu kembali gagal berkali-kali. Ia berhenti menyerang setelah berulang kali gagal, lalu jatuh berlutut ke lantai. Tangannya mulai memukul-mukul lantai dengan frustrasi. Ia berteriak dengan penuh keputusasaan. Agioz hanya tersenyum dan menatap Chroma dari kejauhan.
"Ada apa, Xerra-ku? Apa kau mau menyerah?" Tanyanya.
Chroma mengambil pedangnya lalu mengarahkannya pada lehernya sendiri--membuat Agioz kaget karena tidak menyangka Chroma akan melakukannya. Agioz lalu menatap Chroma dengan tajam.
"Apa yang akan kau lakukan?" Tanya Agioz.
"Aku tidak bisa.. Aku tidak akan menang melawanmu!! Lebih baik aku mati!" Pekik Chroma sambil meneteskan air mata.
"Kau tidak akan melakukannya." Ujar Agioz tak percaya.
Chroma mulai menggerakkan pedang ditangannya dan darah mulai muncul dari lehernya. Agioz segera menghampiri Chroma dan menjauhkan pedang itu dari lehernya.
"Betapa bodohnya." Ujar Agioz. "Jika kau mati seperti ini, tidak akan ada yang terjadi."
Chroma langsung terisak dan menghambur memeluk Agioz. Detik itu juga, Chroma menyayatkan pisau kecil yang ia bawa tepat di lambang mandala di dahi Agioz. Agioz terbelalak dan segera mendorong Chroma dengan kasar. Chroma langsung tersenyum lebar melihat Agioz yang terkejut dan..
JLEB!!!!
Dengan secepat kilat Chroma menusukkan pedang itu ke jantung Agioz. Sebuah sinar merah muncul dari luka di dada Agioz, begitu juga dengan darah yang mengalir menodai baju putihnya."Aku menang, Agioz." Ujar Chroma sambil tersenyum.
Agioz tersenyum lalu tertawa dengan lantang. Ia lalu memegang pipi Chroma dengan lembut dan bergumam, "Terima kasih, Xerra-ku sayang."
"Mari kita pergi ke neraka bersama, Agioz keparat!" Seru Chroma.
Sinar merah tersebut mulai menyambar ke tangan Chroma, menyebar hingga ke seluruh tubuhnya. Rasanya seperti lahar yang bergolak, begitu panas membara. Chroma mulai meringis kesakitan. Tangannya bergetar menahan perih dan tubuhnya mulai menjadi lemas. Ia terjatuh ke atas lantai yang kini menjadi merah menyala. Ia terbatuk hebat akibat dadanya terasa begitu sesak. Ia memejamkan matanya dan mulai menyerahkan dirinya pada malaikat maut yang sebentar lagi akan menjemputnya. Namun tangan rapuhnya terus menggenggam kalung pemberian Achromos yang menggantung di lehernya.

YOU ARE READING
Chroma & Achromos [COMPLETED]
Fantasy#1 in Sihir (06-04-2019) #1 in Psychological (08-10-2019) #2 in Fantasy (15-07-2020) #2 in Historical (21-06-2019) #2 in Tragedy (08-10-2019) #3 in Prince (17-03-2019) #3 in Psychological (06-04-2019) #4 in Magic (07-01-2019) #7 in Tragedy (06-04-20...