Hurt

20.5K 1.9K 165
                                    

Part 1 : Anna's mom

Aku duduk di bangku kelas yang megah ini. Ruangannya begitu luas, sungguh memang benar-benar untuk orang kaya. Aku memutuskan untuk bersekolah di akademi, sekolah elemen yang terbaik di dunia. Seluruh bangsawan dari negara manapun ingin bersekolah disini, sekolah dengan gedung sepuluh lantai yang luasnya lebih dari empat lapangan bola.

Pelajaran pertama, penguasaan elemen. Semuanya satu persatu mulai menunjukkan elemen mereka. Sungguh, aku rasanya ingin keluar dari sini karena aku itu lemah dan sama sekali tak ada harapan untuk memiliki elemen. Namun, rasa ingin menjadi kuat dan membalaskan dendam karena ibu telah terbunuh tiba-tiba muncul.

Tiga hari yang lalu, ibu tergeletak di lantai dengan darah yang mengucur dari balik anak panah yang menancap hebat di tubuhnya. Kurengkuh ibu, menangis sejadinya tapi itu sama sekali tak membantu. Ibu, wajahnya terlihat sendu, tersenyum dengan penuh arti. Aku menatap anak panah yang menancap di punggung ibu dan melepaskannya perlahan. Sebuah tulisan yang begitu kukenal terukir di anak panah itu. 'Kerajaan Dert'

Akan kupastikan, aku menghancurkan raja itu dengan tanganku. Setelah membunuh ayah dalam perperangan, mereka juga membunuh ibuku? Apa yang mereka mau? Apa salah ibuku? Apa? Apa? Kenapa semua ini terjadi padaku?

Di bawah hujan, aku akan membuktikan bahwa aku akan menjadi kuat. Meskipun aku sendiri tak tahu apa elemenku, atau bahkan meskipun aku tak memiliki elemen.

"Anna Guerelia, silakan masuk ke arena." Suara dari speker begitu terdengar jelas bagiku. Aku sebenarnya tak percaya diri, tapi aku tidak boleh menyerah begitu saja. Aku dari kasta paling bawah, yang pasti jika aku memiliki elemen pun sangat biasa. Semakin tinggi kasta mereka, semakin besar elemen dan kekayaan juga kekuatan yang mereka punya. Hidup memang keras bukan?

Parah, seekor singa dengan gagahnya berdiri di depanku saat aku memasuki arena, tampak beberapa orang yang menatapku jijik. Oh ya tuhan, apa ini akhir hidupku? Ah tidak-tidak kenapa berpikir seperti itu sih, seharusnya aku harus percaya diri dan hanya bergerak cepat lalu mencoba menyerang singa itu, tapi dengan apa? Di arena bahkan tak diperbolehkan untuk membawa senjata apapun dan hanya kekuatan yang diperbolehkan.

Aku terus berdiam, hingga singa itu mendekatiku dengan pelan. Berjalan seperti raja hutan yang seharusnya. Bulunya lebat dan kukira itu sungguh halus dan nyaman untuk dipeluk, bisakah singa itu menjadi temanku saja?

Singa itu terus berjalan kearahku dan kurasakan keringatku semakin bercucuran tak terhingga menetes tak karuan sedangkan singa itu semakin mendekat. Kudengar riuh teriakan penonton yang mengejekku ketakutan, karena mereka rasa singa seperti ini bisa dikalahkan mudah.

Singa itu mendekat. Aku bergetar, jangan, jangan dulu, aku masih mau mencari pembunuh ibuku. Deg, singa itu tidak menerkamku, malah jauh dari kata menerkam. Singa itu mendekat ke kakiku dan bergelayut manja seperti aku adalah pemiliknya.

Aku mencoba mengelus bulunya perlahan dan dia semakin nyaman dengan itu.

"Anna Guerelia memenangkannya dengan hal yang tak terduga!!" Sorak riuh dari penonton yang merupakan murid akademi juga. Seekor singa, seekor singa yang beberapa menit lalu adalah musuhku, sekarang adalah temanku.

-


"Dia begitu penurut, kau bisa menaruhnya di kartu peliharaan kan?" Tanya Nalu yang sekarang berjalan di sampingku dengan sikapnya yang biasa. Dia sungguh tak membeda-bedakan dalam berteman, buktinya berjalan dan bicara santai seperti ini denganku.

"Hei, Anna! Aku bicara denganmu tahu." Aku menoleh, menatap matanya malas dan dia malah tersenyum menawan.

"Kamu cantik ya," ucapnya lagi.

Dia ini bicara apa sih? Aneh sekali, kemarin dingin, sekarang banyak bicara, nanti dingin lagi. Entahlah.

"Hei Anna, aku bicara denganmu sedari tadi, kau ingin membeli kartu peliharaan?" Tanyanya dan aku mengangguk karena pasti repot juga jika si Jack yang alias singaku, berkeliaran di sekitar asrama sekolah. Lagipula merepotkan juga memberinya makanan secara langsung, lebih baik aku membeli kartu peliharaan dan semuanya sudah terjamin meskipun harga kartunya cukup mahal bahkan yang kelas E.

"Iya, aku akan membelinya tapi bisakah kau tidak mengikutiku terus seperti ini? Jack sudah begitu manja terhadapku dan kau masih mau mengikutiku juga? Lagipula sejak kapan kau berubah seperti ini? Kemarin bukannya dingin sekali?" Tanyaku dan dia hanya memasang wajah bingungnya yang terlihat begitu bodoh. Dia pangeran atau bukan sih?

"Wow Anna, itu kata terpanjang yang kau ucapkan." Dia malah bertepuk tangan dan melihatku seolah aku baru mendapat penghargaan.

Menghela napas pelan, aku malas menanggapi perkataannya yang begitu tak penting. Jack yang ada di sampingku ini sudah membuat repot, ditambah lagi pangeran aneh yang menempel terus padaku dan sesekali bertanya bagaimana singa yang garang itu begitu penurut. Dasar, mana aku tahu jawabannya, aku saja kebingungan dengan si Jack. Apa Jack kerasukan?

-

"Ah ayolah bu, masa hanya seperti ini saja lima puluh dolar sih?" Tanyaku berusaha menawar harga yang begitu besar dan fantastis untuk orang sepertiku. Aku bahkan hanya punya satu peliharaan. Oh ya tuhan, seharusnya sih aku bersyukur karena singa itu tak menerkamku tapi bila dengan kartu E harganya semahal ini sama saja membunuhku juga.

"Kau jadi beli tidak?" Tanya Nalu yang berdiri di dekat pintu toko. Posisinya tak terlalu di depan pintu jadi tak menghalangi pengunjung yang ada. Dia tengah memakai masker hitam dan kacamata agar identitasnya sebagai pangeran tak diketahui, katanya. Tapi yang jelas sebelum ini dia berkeliaran dengan bebas. Dasar aneh.

"Hei kau ini kan pang-" Ucapanku terhenti seketika saat ia membekap mulutku dengan tangannya.

"Jangan keras-keras sayang." Dia sukses membuatku melongo karena ucapannya. Sayang? Memangnya dia siapaku sampai memanggilku seperti itu.

"Oke baiklah, kau ini 'kan pangeran bisa pinjami aku uang dulu tidak? Setiap bulan 'kan akademi memberi uang untuk keperluan, aku akan menggunakannya seminimal mungkin dan menabung untuk membayar hutangku padamu, bagaimana?" Tanyaku mendekat kearahnya dan berbisik agar tidak ketahuan.

"Boleh, tapi tidak boleh." Sabar Anna, sabar.

"Nalu aku serius."

"Aku juga serius dengan hubungan kita, bagaimana jika kita menikah saja setelah lulus?"

Dia mulai lagi.

[]

ACADEMY [END]Where stories live. Discover now