Dragon

16K 1.4K 25
                                    

Part 1 : Mom and Fire

Aku memeluknya, air mataku sama sekali tak bisa kubendung. Dia membalas pelukanku, mengelus rambut coklatku. Apa aku berhalusinasi? Apa ini mimpi? Jika iya, jangan bangunkan aku, kumohon. Aku menatap benang aneh pada punggungnya yang menjulur entah kemana, apa ini?

"Ibu?" Aku melepaskan pelukanku, mengajaknya untuk duduk di bawah pohon besar yang daunnya rindang. Udaranya sungguh segar, membuatku sangat nyaman. "Apa ini ibu?" Tanyaku, dia masih saja tersenyum dan hanya menjawabku dengan anggukannya.

"Jadi, ibu masih hidup? Kemana kau selama ini Bu? Aku sudah bersekolah di Academy." Ini memang gila, aku melihat ibuku sendiri tertancap anak panah dan memakamkannya tapi ini benar-benar ibuku. Ini ibu. Dia mengelus kepalaku lalu tersenyum. Hanya saja, benang apa yang ada di punggung ibu?

"Ibu? Benang apa yang ada di punggungmu?" Tanyaku dan dia tak menjawab, hanya terdiam masih menatapku dengan maniknya yang masih sama seperti biasanya.

"Anna!" Suara besar itu kudengar dari dalam goa, itu pasti naga merah. Dan aku telah keluar dari goa ini. Aku tidak bisa meninggalkan ibu.

Aku menatap sekilas kearah goa, lalu beralih ke tempat dimana ibu duduk. Namun, dia sudah tak berada disitu lagi. Menghilang seperti angin. "Ibu?!"

"Anna?! Dimana kau?!" Naga merah itu sudah berteriak-teriak saja dari dalam goa. Hah. Dia itu. Aku berjalan masuk kembali kedalam goa, yang memang aku tak diperbolehkan keluar sebenarnya. "Aku disini."

Ternyata dia sudah memberikan penerangan di dalam goa ini. Pasti dia memiliki api dan menyemburkannya langsung di obor-obor ini. Dia menatapku dengan mata besarnya, dan sekilas senyumnya tercipta. Naga itu tersenyum.

"Aku penjagamu, jangan pernah kemana-mana sampai perang itu selesai, kerajaan Dert menginginkanmu." Ucapnya yang duduk dengan ala naga dan aku pun duduk di sampingnya. Aku mengambil beberapa kayu dan menumpuknya. Sepertinya dia memang habis menebang pohon lalu memotong dengan cakarnya yang tajam itu.

"Kau bisa semburkan api? Disini dingin."  tanyaku dan dia langsung saja menyemburkan apinya yang hebat. Woah, aku kagum sekali.

"Hebat, oh iya, sebenarnya, kenapa kerajaan dert mengincarku? Memangnya apa yang ku punya?"

Aku mendekatkan diriku di api unggun itu dan menggosok-gosokkan tanganku. "Kau mempunyai kelebihan yang bahkan kau sendiri tak pernah tahu, kau pasti selalu merasa bahwa dirimu rendah."

"Aku memang tak punya apa-apa, aku baru mendapatkan elemenku beberapa hari yang lalu, elemen itu juga tidak ada dalam daftar." Ucapku jujur dan dia menyuruhku untuk mendekatkan diriku padanya dan bersandar di tubuhnya yang besar itu. Untuk ukuran naga, dia terlalu baik.

"Dasar manusia, begini saja kedinginan."

••


Nalu menggebrak meja yang ada di hadapannya. Nampak Louis yang tengah gusar itu mondar-mandir sedari tadi. Dahinya mengerut dia berpikir keras. "Kau kerahkan semua prajuritmu bodoh! Annaku harus ditemukan!"

"Kau yang bodoh! Sedari tadi kerjaanmu hanya mengomel saja, setidaknya pakailah kekuatan teleportasimu itu untuk mencarinya! Prajuritku sedang berusaha! Lagipula perang baru saja berakhir!" Louis membentak Nalu lalu keluar dari ruangan itu. Ditatapnya puluhan orang yang terbaring lemah dan banyak mendapatkan luka karena ulah Kerajaan dert. Benar-benar, dia tak tahu apa yang sejak dulu dipikirkan oleh kubu kerajaan dert. Mereka sama sekali tak mau bekerja sama, menutup diri dan berbuat onar. Pantas saja pangerannya seperti itu. Tak berguna.

"Minta tim medis dari kerajaan lain, dan berterimakasih karena telah mengirimkan prajurit untuk Oxel." Ucap ayah Louis pada orang kepercayaannya. Dia menatap anaknya yang sedari tadi tengah gusar. "Apa gadis itu sudah ditemukan?"

"Belum."

"Kau begitu menyayanginya? Dia bukan seorang putri." Ucap ayahnya menatap anaknya datar. Louis memang pangeran sudah semestinya dia menikah dengan putri raja agar terjalin hubungan yang erat. "Aku tidak peduli, aku mencintainya, jangan menghalangiku ayah."

"Aku bukan menghalangimu, hanya menasehatimu, biarkan saja dia dengan pangeran Dert itu." Ucapan ayahnya membuatnya mengepalkan tangan. Menasehatinya? Tahu apa ayahnya soal dia?

"Jangan bertingkah seolah kau ayah yang baik, aku hanya baik padamu karena ibu." Ucapnya lalu pergi meninggalkan ayahnya yang masih diam di tempat. Ayahnya memang sengaja datang ke akademi karena mendengar bahwa Dert menyerang sekolah itu. Memang, Oxel yang membangun sekolah itu, dengan bantuan kerajaan lain.

••

Anna memakan daging kambing dengan lahap. Dia sudah lama tak makan daging karena ekonomi ibunya yang kurang. Rasa daging ini sangat nikmat. "Jangan banyak-banyak, tak baik untuk kesehatanmu."

"Hanya sesekali." Ucapnya yang membuat naga merah itu menggeleng pelan. Tugasnya, tugasnya menjaga gadis kecil dengan kekuatan besar ini selamanya. Ibu dari gadis kecil ini sudah membantunya saat kesulitan, dan lagipula dia sudah berjanji untuk menjaga anaknya dari bahaya. Dia, tak bisa selalu menjaganya dan menjauhkannya dari kehidupan manusia yang semestinya. Nyatanya, dia tetap akan melanggar janjinya suatu hari nanti. Pasti, suatu hari nanti dia tak akan bisa menjaga gadis ini dengan benar.

"Apakah kau punya teman?" Naga itu menatap Anna yang bertanya padanya. Teman? Naga tak memiliki teman, semua temannya sudah terpengaruh manusia untuk dijadikan kendaraan dan budaknya. Benar-benar. Hanya jaminan mendapatkan makanan setiap hari, mereka rela menjadi budak dalam perang begitu. "Tidak."

"Benarkah? Kalau begitu kita sama, aku hanya punya dua teman, itupun Nalu dan Louis, dulu aku mempunyai teman tapi dia hanya diam saja saat melihatku kesulitan, kukira dia sahabatku, saat ayahku dituduh mata-mata kerajaan Dert, semuanya menjauhi keluargaku, ibuku dan aku." Jelas Anna dan naga merah itu hanya menatapnya sendu.

••

Aku berjalan kearah mulut goa, naga merah itu yang namanya adalah Ringgo ternyata memang naga yang baik. Dia bilang, dia harus menjagaku karena janjinya pada ibuku. Ibuku, Anna Calerina, namanya sama denganku. Dia ibuku yang sebenarnya. Namun aku tak pernah melihat wujudnya dengan jelas. Aku hanya melihat ibu angkatku, yang tadi kulihat di depan goa, namanya Ariana. Ibu Aria, aku masih bingung dengan benang di punggungnya. Entahlah, dia seperti boneka yang dikendalikan oleh sang pemilik. Namun, aku tetap senang bertemu dengannya. Meski mungkin, itu hanya ilusiku sesaat.

Dan aku, ingin bertemu dengan ibu kandungku. Ibu Cale, meskipun itu tidak mungkin. Aku tak pernah melihat wujudnya berdiri di depanku dan memelukku. Mengelus rambutku lalu kita akan membicarakan tentang kesamaan kita, atau kita akan membicarakan soal berlian yang memang mahal itu. Aku menbayangkannya duduk di meja makan bersamaku, dengan ayah kandungku dan ayah angkatku, juga dengan ibu Aria. Aku hanya menginginkan kesederhanaan itu. Kebahagian kecil, tapi sepertinya, susah sekali untuk mewujudkannya. Oh iya, sebenarnya aku ingin menyuruh Jack untuk memberitahu kalau aku baik-baik saja, tapi aku lupa membawa kartunya. Ah, ceroboh sekali aku.

"Kau haus? Air yang kuambil dari sungai masih banyak di ember besar itu." Naga merah itu menghampiriku dengan tubuh besarnya. Oh, dia sungguh sulit bergerak dengan tubuh besar dan sayapnya itu. "Tidak, aku hanya menatap pepohonan."

"Jangan keluar dari goa ini, kau bukan berada di akademi, aku tak bisa terus memantau, mataku juga butuh istirahat, besok kita akan kembali."

"Baiklah, mari tidur, hari sudah malam, kau lihat bintang-bintang yang berkilau itu 'kan? Aku suka bintang." Ucapanku membuatnya terdiam menatapku.

"Kau mirip sekali dengan Calerina, ibumu."


[]

ACADEMY [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt