Flashback

10.2K 906 47
                                    

Part 2 : Pycan

Aerald tersenyum saat melihat Lunia Wyls yang nampak cantik dengan gaun putihnya. Dia tak menyadarinya, wajah perempuan itu datar. Matanya sendu. Dia sama sekali tak mencintai Aerald, dia hanya menganggapnya sebagai sahabatnya. Mengapa Aerald melakukan semua ini?

Lunia tersenyum masam, meskipun Aerald berpikir senyum itu adalah senyum kebahagiaan.

"Aerald, kau berubah." Gumamnya pelan saat sudah sampai di altar pernikahan. Pernikahannya dengan Aerald. Aerald mendengar gumaman itu, dan hanya tersenyum tipis kearahnya. Mengelus pipi Lunia dan membuatnya mendongak. "Aku berubah karenamu, untukmu."

"Untukku?"

"Ya, karena kau tak pantas untuk siapapun kecuali aku, Lunia."

-

Waktu demi waktu berlalu, Pycan, orang yang membantu Aerald dan terus-terusan berkata soal elemen yang sama sekali Aerald tidak ketahui itu. Aerald bingung, sekaligus tidak percaya. Pycan, orang itu bisa menggerakkan orang mati. Saat itu di pemakaman, Pycan menggali kuburan seseorang lalu melancarkan elemennya. Dia juga berkata soal ambisinya untuk menguasai dunia.

Aerald sudah memiliki anak, namanya Nalu. Dia begitu lucu. Umurnya sekarang lima tahun dan dia sungguh mirip dengan ibunya. Meskipun, rambutnya lebih mirip dengan Aerald.

Aerald berjalan pelan, menuju gudang senjata untuk mengambil busur dan anak panah. Ia ingin berburu, rasanya sudah lama ia tak berburu. Setelah mengambil panahnya, Aerald berjalan kembali tapi dia tiba-tiba berhenti, matanya memicing, lalu dirinya merasa dipenuhi amarah saat melihat istrinya bercumbu dengan orang lain. Hatinya panas, sangat panas karena istrinya, Lunia, selingkuh dengan calon suaminya dulu. Lelaki yang dulu ingin menikah dengan Lunia sebelum Aerald membatalkannya dengan perjanjian aneh itu.

Dia benci, terbakar api cemburu membuatnya melayangkan panahnya ke tubuh lelaki itu. Lunia yang sadar segera menghentikan aktivitasnya dengan orang yang dicintainya selama ini. Ferdo, dia tak boleh mati. Lunia segera melindunginya, dan membuatnya terkena anak panah itu.

Aerald berlari, hatinya sakit saat melihat Lunia kesakitan. Tidak, bukan ini yang Aerald inginkan. Dia menghampiri Lunia yang tengah dipeluk oleh Ferdo. Hatinya sakit, saat Lunia menepis tangannya yang ingin menggendongnya dan membawanya segera untuk disembuhkan.

"Jangan sentuh aku Aerald, aku tak menyukaimu, aku tak pernah mencintaimu Aerald, tapi aku tetap menjalankan kewajibanku sebagai istrimu." Ucapnya membuat Aerald meraung dalam hatinya. Rasanya dia ingin menangis. Sangat menyakitkan, setelah semuanya. Setelah Aerald kira Lunia akan menerimanya. Aerald tahu sebelum menikah dengan Lunia, Lunia tidak mencintainya. Dia hanya menganggap Aerald sebagai temannya. Tak lebih. Aerald kira setelah statusnya berubah, perasaan Lunia juga akan berubah. Nyatanya tidak. Tidak akan pernah.

"Aku, membencimu Aerald, kau buta akan ambisimu memilikiku."

"Tidak, jangan mati Lunia!" Ferdo berteriak saat mata indah itu mulai meredup dan tertutup. Dia mengecek nadinya. Sudah tak berdenyut. Lunia meninggalkannya.

"Aku membencimu Aerald, aku bersumpah akan membunuhmu."

Aerald berdiri "Aku juga membencimu,"

"Dan juga Lunia, dia hanya perempuan tak tahu diri." Sambungnya kemudian meninggalkan Ferdo yang menangis tersedu. Lalu segera memerintahkan pengawal untuk mengusirnya. Dia bahkan lupa, bahwa Pycan, bisa menggerakkan orang mati. Bukan menghidupkan, dia menggerakkannya, dan seolah-seolah nampak hidup.

-

"Maksudmu? Kau sudah tak sanggup menjalankan kerajaan?" Tanya Pycan duduk sembari meneguk segelas anggur dan menatap Aerald. Dia senang, rencananya berjalan mulus sekali.

"Iya, aku ingin kau yang memerintah." Jawab Aerald masih berdiri di hadapannya. Dia tak tahu, Pycan sudah menunggu-nunggu Aerald mengucapkannya ini semua.

"Baiklah, tapi kau harus menuruti semua kemauanku."

"Iya, apapun."

"Termasuk membunuh rakyatmu?"

[]

ACADEMY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang