DELAPAN BELAS

150K 16.2K 420
                                    

Keisha berjalan dengan hati yang terasa sesak. Fakta yang ia dapat hari itu begitu menusuk hatinya, harapannya selama ini hancur. Harapan bahwa ada yang menyayanginya dengan tulus hanyalah angan-angan belaka.

Sepertinya anggapan Keisha dulu itu benar, perempuan jelek itu tidak akan dapet kasih sayang orang lain.

Keisha mendongakkan wajahnya ketika setitik hujan menyentuh hidungnya, ia segera menepi di halte yang untungnya sedang kosong. Sehingga ia bisa duduk dan tidak kehujanan.

Keisha menepuk-nepuk pipinya, sedangkan matanya mengerjap beberapa kali karena terasa memanas. Ia menunduk kemudian, menatap sepatu putihnya yang mulai basah karena cipratan air hujan.

Hujan sore itu rasanya malah semakin deras, seolah-olah mengejek dirinya yang sedang bersedih. Keisha tersenyum miris.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi, menampilkan panggilan telepon dari kakaknya.

"Kei kamu di mana?" tanya Yoga cepat setelah Keisha mengangkat teleponnya.

"Lagi di halte mau pulang." Di sana Yoga mengernyitkan dahi karena sedikit bingung. Ada apa dengan Keisha? Suara adiknya itu terdengar bergetar.

"Kamu nggak papa? Kok abang denger kamu kayak gemeter gitu suaranya?"

Keisha terisak sebentar, menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya pelan. "Nggak papa kok, abang nggak usah khawatir."

"Kamu sekarang di halte mana? Biar abang jemput."

Keisha menatap rintikan hujan yang belum juga reda. "Nggak usah, masih hujan."

"Keisha, kamu di halte mana?"

Keisha mendesah pasrah. "Halte di perumahan yang deket sama kampus kakak."

"Yaudah, kamu jangan kemana-mana."

Keisha memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku, tetapi sedetik kemudian ponselnya kembali berbunyi.

Air mata Keisha kembali menetes ketika melihat siapa yang meneleponnya kali ini.

Itu Shawn.

Keisha memilih untuk mematikan ponselnya segera, hatinya terlanjur hancur berkeping-keping karena Shawn.

Ia kini lebih fokus untuk terlihat tidak apa-apa, karena Keisha yakin bahwa Yoga akan menyadari bahwa ia habis menangis.

Dan sialnya, kini ia masih meneteskan air matanya.

Keisha melamun meskipun sesekali terisak, sehingga ia tidak merasa waktu cepat berlalu dan kakaknya sudah duduk di sampingnya.

"Kamu kenapa?" Keisha memegang dada kirinya kaget.

"Abang kok ngagetin sih?"

"Kamu kenapa Kei? Mata kamu kok merah kayak yang abis nangis?" Keisha menatap Yoga yang memakai jas hujan, cowok itu kini menyodorkan jas hujan ke arahnya.

"Kelilipan," balas Keisha asal.

"Kenapa kamu nggak dianterin sama pacar kamu? Dia ke mana? Berani banget nelantarin kamu," sungut Yoga kesal.

Keisha diam sejenak. "Dia lagi latihan, nggak sempet nganterin pulang."

"Kamu pasti bohong." Keisha menoleh dan mendesah.

"Abang kenal kamu, sekarang kamu pasti kepikiran sesuatu."

"Sekarang pulang yuk bang." Yoga memicingkan matanya. "Jangan berusaha ngalihin pembicaraan Kei."

"Udahlah kak, mending kita pulang aja." Ucapan ketus Keisha membuat Yoga curiga.

"Kamu baru putus dari pacar kamu?"

Keisha diam membisu. Jujur, ia bingung harus menjawab apa.

Ia sudah putus dengan Shawn? Bisa jadi, lagipula ia tidak ingin melanjutkan hubungan itu. Percuma ketika pacarmu hanya menganggapmu sebagai pengganti.

"Mungkin."

"Jadi itu alesan kenapa kamu nangis?"

"Aku nggak nangis bang."

"Rumah dia di mana?" tanya Yoga tidak mempedulikan elakkan Keisha.

"Hah?"

"Rumah dia di mana? Biar abang hajar itu banci."

"Udahlah, Keisha mau pulang." Keisha menarik tangan Yoga setelah ia selesai memakai jas hujannya.

"Berani banget dia nembak terus mutusin adek gue, awas aja kalo ketemu," gumam Yoga pelan setelah ia memajukan motornya.

Ia bertekad untuk memberi pelajaran kepada cowok yang sudah menyakiti perasaan adiknya.

Gamers✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang