Chapter 13

80 7 0
                                    


"Nanti dulu jangan masuk" Revan kembali mencegah langkah dhea yang melangkah masuk kerumahnya

"Monyet" kekesalan dhea terlampiaskan karena tangan nya sudah berada di kepala Revan untuk menjambak rambutnya "gue mau masuk anjing" jambakan nya semakin kuat, muka revan memerah

"Adahdah" Revan mengerang kesakitan karena jambakan kencang dari dhea "sakit monyet" Revan berusaha menyingkirkan tangan dhea yang masih menjambak rambutnya

"Hmmm" ada dehaman keras yang membuat dhea menghentikan aksi kekesalannya pada revan

Mata Revan seakan tak bisa mengedip dan bibirnya terbuka kaget karena melihat siapa yang berdeham dan membuat dhea melepaskan rambutnya yang tadi dijambak.

"Shela" Revan seakan tak percaya bisa melihat perempuan ini yang membuka pintu rumahnya dhea "lah dey kok dia bisa disini?" Tanyanya tak percaya

Dhea menjawab santai "dia anak papa gue"

"Lah berarti dia sodara lo?"

"Gue gak anggep dia sodara"

"Kenapa? Ada masalah sama lo?" Shela membuka suara dan memajukan langkahnya mendekati Revan dan dhea

"Bingung gue takdir gini amat dah" jari Revan memijit pelan kepalanya "neraka dunia ini mah" pandangan Revan beralih kepada dhea yang bingung karena melihatnya

Dhea memutar bola mata malas, malas jika Revan akan membahas masalah ini. Wajar bila Revan kaget dan tak percaya dengan apa yang dilihatnya, waktu pertama melihat Shela pun dhea merasakan apa yang Revan  rasakan. Bahkan hati dhea semakin rapuh setelah melihat perempuan yang sudah merenggut kebahagiaan nya malah menjadi adik tirinya untuk saat ini.

"Itu lah cara Tuhan buat uji orang cantik macem gue Van" dhea menyembunyikan kerapuhannya dan malah melontarkan kalimat candaan kecilnya "santai Van" senyuman terpaksa nya kembali diberikannya kepada Revan

"Bukan masalah santai dey tapi masa—"

"ayok katanya mau masuk" tangan dhea sudah menggenggam pergelangan tangan revan yang membuat revan salah tingkah dan memberhentikan ucapannya lalu mengikuti langkah dhea dari belakang.

"kebahagiaan gak bakal terjadi di hidup lo berdua" sudut bibir shela terukir senyuman sinis setelah melihat dhea dan revan yang memasuki rumah dengan gandengan tangan yang membuat ia tak suka, entah ia merasa tak suka dengan itu "liat aja, apa lo bisa dapet kebahagiaan itu atau gak"

* * *

"abis darimana kamu?" suara menggema dengan nada marah terdengar jelas ditelinga dhea yang baru memasuki ruang tamu rumahnya, langkahnya yang tadi terayun yakin kini seperti tak sanggup untuk kembali melangkah, setelah melihat betapa penuh amarah wajah laki-laki yang ada didepannya saat ini.

Dhea hanya melihat sebentar siapa yang tadi bertanya padanya lalu beralih kembali memandang jendela rumahnya.

Dan revan yang berada disebelah dhea hanya diam seribu kata, seakan dia bingung ingin memulai minta maaf nya dari mana. Kalimat bohong yang sudah ia rangkai di perjalanan tadi sudah buyar setelah melihat siapa yang akan ia ajak berbicara kali ini.

"lain kali kalo mau ajak anak perempuan orang tuh tau diri!" entah sejak kapan genggaman tangan yuda yang tak lain adalah papa dari dhea sudah mengepal kerah baju yang dipakai revan

"iyah saya minta maaf om" revan hanya bisa memberi sedikit kalimat penyesalan lalu tertunduk setelahnya

"cuma maaf" tangan yang tadi masih berada di kerah baju revan kini sudah dilepaskan
"masih kecil ajah gak sama sekali punya tanggung jawab apalagi nanti sudah besar, apa bisa kamu bertanggung jawab? Apa bisa kamu—"

"dan apa beda nya dia sama papa, bukannya papa juga sama gak punya tanggung jawab. Kenapa jadi lebih milih nyalahin orang lain dibandingkan nyalahin diri sendiri" dhea kini berhadapan dengan papanya yang belum selesai untuk memarahi revan, dia mengambil alih untuk berada di depan revan

"padahal papa yang selalu ngajarin dhea buat bertanggung jawab dengan apa yang dhea lakuin, papa juga yang ajarin dhea buat gak egois tapi apa" air mata pun turun dari mata dhea "papa juga yang gak ngelakuin apa yang papa ajarin ke dhea"

Dan disitu terlihat jelas bila papa nya menahan airmata dan amarahnya, mata nya sangat tajam melihat dhea yang mengeluarkan semua beban di hatinya

"papa cuma tau selama ini dhea bandel, tapi papa gak tau gimana hati dhea, gimana sedihnya dhea gak dapet kasih sayang dari papa" bicaranya dhea mulai memelan "dhea cuma bisa liat temen-temen dhea yang berangkat sekolah dianter papanya, terus salim sama papa nya dan sebelum masuk sekolah dicium keningnya. Dhea cuma bisa mengkhayal itu terjadi pah, dhea cuma bisa khayal"

"karena dhea tau papa gak bakal bisa jadiin itu kenyataan makanya dhea cuma bisa khayal. Dan papa tau apa alasan dhea buat onar terus disekolah? Supaya guru bisa panggil orang tua dhea kesekolah dan dhea bisa dapet perhatian dari papa, tapi papa gak pernah satu kali pun dateng ke sekolah, bahkan nanya pun gak pernah."

Plakk.. satu tamparan keras mengenai pipi perempuan yang dari tadi menangis itu, pipinya kini memerah dan membuat ia makin terisak dengan tangisannya.

"apa lo pantes ngomong gitu ke papa?" perempuan yang tadi menamparnya dan kini telah berhadapan dengan dhea mulai ikut bersuara, matanya yang tajam menatap dhea seakan ia sangat marah dengan perlakuan dhea

"dey lo gak apa-apa" revan terlihat panik dan mengelus pelan pipi dhea yang tadi ditampar "maksud lo apa sih shel?" raut wajah revan berubah menjadi marah, kini matanya dan shela beradu.

Dhea berusaha kuat dengan keadaannya kali ini "lo gak tau apa-apa gak usah ikut campur" kemudian menunjuk pipinya yang terlihat memerah "tamparan perempuan anjing kaya lo bakal gue inget!" bibir dhea terkatup keras penuh amarah

Plakkk.. Tamparan kedua ini kembali mengenai pipi dhea, tapi kali ini bukan shela yang menamparnya tapi papanya. Papanya terlihat penuh emosi, ia seakan tak suka dengan keadaan seperti ini

Tangisan dhea semakin menjadi, suara tangis yang dari tadi ia tahan kini terdengar keras, ia butuh sandaran. Ia butuh seseorang yang membuatnya kuat, hatinya kembali hancur, airmata kembali turun.

"kalo om mau tampar, tampar saya" revan membawa dhea dalam pelukannya, ia merasakan bagaimana hancurnya hati dhea. Rasanya ia ingin terus berada disisi perempuan yang ada dipelukannya saat ini "saya yang salah om" entahlah air mata revan kini menetes "om bisa pukul saya, om bisa tampar sa—bahkan nyawa saya pun saya kasih ke om asalkan om gak tampar dhea kaya tadi, Dhea perempuan om, dhea gak pantes digituin"

"kamu siapa berani nasehatin saya? Kamu gak perlu sok jadi orang paling bener. GAK PERLU!!!" telunjuk itu menunjuk ke revan "sekarang mending kamu pulang, ngaca! Apa kamu udah bener-bener pantes jadi laki-laki. Sekarang pulang, jauhin rumah saya!"

"lo gak denger apa yang papa gue bilang? Lo pulang sekarang!" perempuan itu sangat terlihat angkuh didepan revan, kedua tangan nya didekapkan di dada yang membuat nya lebih terlihat antagonis.

"gak perlu om usir kaya gini, saya pasti bakal pula—"

Brakk.. Dorongan kuat itu membuat perempuan yang menekukan tangannya didada terjatuh dan pelipis nya terbentur ke ujung meja yang berada didekatnya.
Darah pun sedikit keluar dari pelipisnya, ia memegang sebentar pelipisnya lalu segera bangkit berdiri.

* * *

Lanjutannya di chapter berikutnya yah😆

Makasih udah mau setia nunggu update chapter gue yang super lamaaa🙏

mengapa kita tak bisa bersama? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang