Chapter 24

84 6 2
                                    

"dhea gue bawa pizza nih" suara lita sangat menggema sebelum ia masuk kedalam kamarnya, langkah kakinya juga sangat terdengar semakin mendekat ke kamar.

Pintu kamar lita pun terbuka "dhea gue bawa piz—lah dey kok lo gak ada" ditaruhnya pizza itu di meja yang berada di dekat pintu kamarnya, lalu ia berlari menghampiri mama nya yang berada di dapur yang sedang menyiapkan makan siang.

"mah dhea dimana?" dengan nafas yang tersengal-sengal lita berusaha untuk segera menanyakan kemana keberadaan dhea sekarang kepada mama nya.

"dhea baru aja pulang, yah 10 menit sebelum kamu pulang deh kayanya" tangan mama masih mengaduk-aduk sayur yang sedang ia masak, sesekali matanya menatap lita yang sedang bersandar pada tembok dapur dengan nafas yang masih tak karuan "tadi dhea bilang dia udah sehat kok, jadi kamu gak usah khawatir yah" sang mama mencoba menenangkan anak nya ini.

"coba aja tuh kunyuk gak ngajak gue ngobrol dulu, pasti gue ketemu dhea dulu. Kalo dhea cuma pura-pura sehat terus gak pulang kerumah gimana? Otak dhea kan rada nekat" lita mendumel dan membayangkan bila tadi ia tak usah menanggapi revan, sambil melangkahkan kakinya keluar dapur dan kembali menuju kamarnya. mama lita hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan anaknya

"lo punya hp lit, ngapa jadi tolol" lita baru sadar bila ia ada hp yang masih berada di saku seragamnya dan bisa menghubungi dhea untuk menanyakan kabar sahabat nya ini.
Dicarinya nomor dhea yang sudah ia simpan di kontak, setelah nomor itu ia temukan, langsung disentuhnya perintah panggilan lalu ia menunggu jawaban dari dhea. Tapi sayang ternyata nomor yang ia panggil tidak aktif. "stres dah gue mikirin nih bocah satu"

* * *

Dibuka gerbang rumahnya dengan pelan, lalu ia melangkah masuk kedalam halaman rumah, setelah sampai diruang tamu. Dhea tau bila keluarga nya sedang berkumpul entah sedang apa tapi terdengar mereka sedang berbincang-bincang ringan.

"dhea!" kini dhea harus kembali mendengar kalimat-kalimat tinggi dan penuh emosi memenuhi telinganya "punya sopan santun gak?" papanya yaitu kevin kembali membuat dhea seakan muak berada didalam keluarganya sendiri

Dhea memandang papanya malas, kedua tangannya sudah ia tumpuhkan berada didekat dada "gak!" jawabnya singkat "orang gak pernah diajarin" lalu ia melangkah pergi tanpa menghiraukan amarah sang ayah nya.

Ditarik dengan kencang tangan dhea "dari kecil kamu diurusin sudah besar tidak tau sopan santun" lagi-lagi papanya memarahinya

"gak usah sok repot, dari dhea kecil papa gak pernah ngurusin dhea. jangankan sopan santun, lihat dhea aja papa gak pernah kan?"

"dhea, tolong sopan" kini dina sang mama yang sangat marah dengan kelakuan yang dhea lakukan kepada papanya "mama gak pernah didik kamu kaya gini" air mata dina sedikit lolos dari matanya "mama mohon jangan kamu bersikap seperti ini"

"lo bisa gak buat sopan, mereka orangtua kita" omel billy, kakak yang selalu membela dhea diposisi apapun tapi kini billy memarahinya dan membuat hati dhea terluka walaupun hanya sedikit "lo kali ini keterlaluan dey, mau sampe kapan gue harus bela orang salah kaya lo" billy mendekati dhea lalu menunjuk dhea seolah dhea adalah manusia paling salah saat ini. "lo harusnya sopan sekarang!"

"lo nyalain gue bang? Lo belain laki-laki bejat ini" dhea tak kuasa menahan air matanya, baru kali ini billy tak membelanya. "dia semua yang hasut lo, hah? Dia pada semua yang buat lo gak belain gue lagi, lo bilang lo bakal selalu ada buat gue" dhea menunjuk semua yang ada diruang keluarga tanpa ada rasa takut karena ia berontak tak karuan. "tapi sekarang lo gak ada di pihak gue bang, lo berubah! lo bukan lagi billy yang gue kenal"

"dhea kamu keterla—" plak, tamparan itu mengenai pipi dhea yang masih mengalir air mata, tangan papa yang tiap hari selalu pipi nya rasakan itu membuatnya seakan kebal dan seperti biasa saja.

mengapa kita tak bisa bersama? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang