Chapter 12

4.4K 225 1
                                    

Pukulan demi pukulan terus melayang di wajah Yarsaf. Dia tidak bisa berbuat banyak, melawan empat orang itu bukan hal yang mudah, meskipun bela diri karatenya lumayan ia tekuni. Jika melawan empat orang, tidak ada artinya.

"Woy, jangan beraninya main keroyok lo!" teriak Kevan membuat kelima anak cowok di depannya menoleh cepat.

Kevan? Yarsaf memegang ujung bibirnya dan menatap Kevan dan kedua teman Kevan bingung.

"Heh! Ngapain lo ikut campur urusan kelas 12! Sana lo bocah!"

Kevan meludah di samping kirinya. "Lo banci, anjing!" ucapnya emosi lalu menghantam cowok yang mengatainya tadi, diikuti kedua sahabatnya, Rio dan Teddy.

Gak butuh waktu satu jam, dalam waktu lima belas menit ke empat cowok tadi langsung kabur sehabis melawan Yarsaf, Kevan, Rio, dan Teddy.

"Tunggu pembalasan gue anak setan!" ucap salah seorang anak cowok lalu lari terpontang-panting.

Kevan memegang ujung bibirnya yang berdarah. Kemudian, ia membalikkan badan melihat Yarsaf yang cukup babak belur. Yarsaf tersenyum.

"Thanks, Van." ucapnya. Kevan melewatinya begitu saja.

"Iya," balas Kevan tanpa mau repot-repot menoleh atau bahkan melirik Yarsaf. Lalu melangkah, meninggalkan Yarsaf disana, sendiri.

~❤❤❤~

"Duhhh, maafin gue ya. Gara-gara gue lo sama temen-temen lo jadi babak belur begini, kalau taunya gini gue nggak minta tolong sama lo," ujar Diandra memasang wajah gak enak sambil memasang plaster di lengan Kevan.

"Sekali lagi, gue minta maaf ya. Eee.. bokap lo marah gak?" tanya Diandra khawatir dengan wajah cemasnya. Lebih cemas. Senyum Kevan berubah menjadi datar.

"Bokap gue gak peduli," sahut Kevan pelan, membuat Diandra semakin merasa bersalah.

"Sorry, gue lupa." ucap Diandra menunduk.

Kevan membentuk senyum manisnya. "Enggak papa, gue seneng lo khawatir sama gue,"

Diandra mendongak dan membeku, semoga saja pipinya tidak memerah sekarang. "Embb, sebaiknya lo pulang sekarang," ucapnya salah tingkah.

"Enggak, gue mau disini, nyokap bokap lo kemana?" tanya Kevan duduk bersantai di sofa, seakan itu adalah rumahnya.

"Luar kota," sahut Diandra sambil mengemasi kotak P3K.

"Jadi, cuman kita berdua?" tanya  Kevan menyeringai.

Diandra yang berjalan menuju lemari untuk menyimpan kotak P3K memperlambat pergerakannya. "I..ya. Kenapa?" ucapnya kembali jutek.

"Emb, gak papa,"

"Pulang gih, gue mau tidur siang,"

"Ngusir?"

Diandra mengangguk berjalan menuju Kevan yang sekarang berdiri.

"Oke, gue pulang ya. Makasih udah ngobatin luka gue," ujar Kevan mengacak-acak rambut Diandra gemas.

Blusss..

Damn, Kevan bisa-bisa bikin gue mati serangan jantung!

"Eee..iya. Sama-sama, makasih juga." ucap Diandra tersenyum.

~❤❤❤~

Kevan duduk di sofa ruang tengahnya, sambil memegang ujung bibirnya yang luka, baru saja di kompres Diandra. Tangan lembutnya masih terasa menempel. Sambil senyum-senyum menahan bahagianya.

"Kenapa, Den? Babak belur 'kok malah seneng," timpal Bi Minah, asisten rumah tangganya.

"Apaan sih, Bi. Kepo!" semprot Kevan lalu berjalan menuju meja makan.

Papanya keluar dari kamar dan menuju meja makan, karena waktunya juga makan malam. Begitu mengambil posisi tepat didepan Kevan, Papanya langsung menatap Kevan tajam.

"Berantem lagi kamu." semprot Om Danu, papanya Kevan dan Yarsaf.

Kevan tak menggubris, hanya diam dan lanjut memakan nasinya. Haruskah dia bilang habis nolongin Yarsaf yang di keroyok sampai menyebabkan kedua temannya juga ikut babak belur.

"Jawab pertanyaan Papa, Kevan!" ujar Om Danu sedikit menggertak. Kevan menyimpan sendok dan garpunya. Menatap Om Danu datar.

"Abis nolongin Yarsaf, Pah." sahut Yarsaf yang berjalan menuju meja makan, lalu duduk disamping Kevan.

Om Danu melirik Kevan dengan tatapan : apa-benar?

"Memangnya kamu kenapa?" tanya Om Danu mulai memasukan nasi ke dalam mulutnya, sementara Kevan melanjutkan makannya.

"Yarsaf abis di keroyokin, terus Kevan sama dua temannya dateng nolongin," jelas Yarsaf. Om Danu mengangguk mengerti.

"Abis ini kita ke dokter,"

"Gak usah," tolak Kevan cepat.

Membuat kedua pasang mata tertuju padanya. "Kenapa? Papa yakin itu belum diobati." ucap Om Danu.

"Siapa bilang?" ucap Kevan meneguk minumnya, kembali mengingat kejadian tadi siang. Om Danu mengangguk dan melanjutkan makannya. Selang sepuluh menit kemudian, Om Danu pamit menuju kamarnya.

"Baiklah, papa istirahat dulu," ucap Om Danu berjalan menuju kamarnya, ia tak butuh waktu lama untuk makan.

Hanya ada Yarsaf dan Kevan, menyelesaikan makan mereka di temani suara sendok dan gerpu yang beradu diatas piring, setelah meneguk minumnya Kevan berdiri. "Jangan kegeeran, gue ngelakuin itu karena permintaan seseorang." ucap Kevan lalu meninggalkan Yarsaf sendiri.

"Pasti lo sayang banget sama orang itu, ya." tebak Yarsaf. Kevan menghentikan langkahnya.

Sayang? Ini yang namanya sayang?

"Bukan urusan lo!" Ucap Kevan menepuk pagar tangga.

"Gue hapal banget sama lo, Van. Cinta, dia pernah minta sesuatu sama lo, lo ngelakuin itu meskipun berhubungan sama gue, karena lo sayang sama Cinta, lo rela berkorban demi orang yang lo sayang, meskipun itu berat buat lo," ucap Yarsaf menatap bokong Kevan yang membeku.

"Jangan sebut nama Cinta di depan gue!!" gertak Kevan lalu kembali melanjutkan langkahnya.

______________________________________

Gue tau ini gak terlalu panjang, tapi cukup panjang~
Harap mengerti, jgn lupa vote+comment!

PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang