END

5.6K 196 23
                                    

Diandra langsung menuruni taksi yang tepat berhenti di depan rumah Kevan. Rumah yang cukup luas itu nampak begitu sepi. Ini masih pukul 20:00 malam. Diandra menelan salivanya susah payah.

"Cari siapa, Mbak?" tanya seseorang mengagetkan Diandra. Langsung saja gadis itu berbalik menghadap pemilik suara.

"Em, orang rumah ini ada gak, ya, Mas?" tanya Diandra sambil menunjuk rumah tersebut.

Lelaki yang diperkirakan berusia sekitar 20-an tahun itu berdehem. "Setahu saya, mereka tadi sore pergi, perginya saya gak tau kemana, Mbak."

"Oh ... Makasih, Mas." ucap Diandra.

Setelah lelaki itu meninggalkan Diandra, gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Seharian ini ia terus menangis. Dan pergi ke rumah Kevan adalah satu-satunya jawaban dari semua pertanyaannnya.

Zia yang juga baru datang langsung turun dari taksi dan langsung menghampiri Diandra yang sudah terisak disana. "Di, gimana?"

Diandra menggeleng pilu, "Tolong, bilang sama gue kalau Kevan gak mungkin pergi! Tolong, Zia! Kevan hak mungkin ninggalin gue gitu aja 'kan?!" Isak Diandra tak tertahan.

Zia langsung saja menarik Diandra kepelukannya. Membiarkan gadis itu terisak dipelukannya. Sambil mengusap punggung Diandra Zia berucap, "Gue tadi telfon Yarsaf. Tapi nomor Yarsaf juga gak aktif. Apa kita gak ke bandara aja? Buat mastiin semuanya?"

Diandra menggeleng lemah, "Gue gak kuat, gue mau pulang."

Sesuai permintaan Diandra. Kedua perempuan itu kini tengah berada dirumah. Diandra yang masih duduk termenung diatas tempat tidurnya meraih laci nakas. Ia melupakan sesuatu.

Begitu mendapatkan selembar amplop berwarna pink itu, Diandra menghirup wanginya. Perfume Kevan masih menempel. Dan itu malah membuat Diandra merindukan Kevan. Merindukan pelukan hangat Kevan.

Merindukan candaan yang sering Kevan lontarkan. Apalagi, kejadian dimana ia menolak Kevan berkali-kali. Sama sekali tidak bisa Diandra lupakan.

Perlahan tangan Diandra bergerak membuka amplop itu. Mulai membacanya sambil terus membiarkan air matanya berjatuhan.

Dear, Diandra.

Mungkin kita sama-sama sibuk akhir-akhir ini, sampai lupa kalau kita udah ngejalanin ini semua setahun. Happy anniversary 1th, Sayang❤

Diandra, aku tulis ini bukan karena aku gak berani ngomong langsung. Tapi waktu aku mepet. Maaf mungkin akhir-akhir ini kamu hubungin aku, HP aku ilang, dan soal perempuan yang kamu liat saat di mall sama aku waktu itu namanya Grasia. Dia sepupu aku.

Kita emang jarang ketemu, dia juga memang deket banget sama aku, makanya sekali ketemu kita berdua deket banget.

Jadi, masih ada yang kamu gak tau?

Aku bukannya gak mau cerita, tapi aku lupa. Karena terlalu banyak masalah akhir-akhir ini.

Makasih, karena kamu aku baikkan lagi sama Yarsaf dan Papa. Makasih juga karena selama ini kamu dengan sabarnya gak pernah ngeluh ngadepin aku. Dan itu yang buat aku sampai saat ini bertahan.

Tau gak, sampai sekarang aku gak pernah berpikir buat ninggalin kamu, apalagi putus. Kamu ingat kan? Aku yang susah payah dapetin kamu. Yang harus ditolak emlat kali sama kamu, setelah aku dapet memang kamu pikir aku bakal lepasin gitu aja?

No way! Nanti malah dapet orang yang gak jelas dan jelek dari aku. Kamu mau?
Dan alasan aku bertahan, karena kamu memang pantes buat aku, dan pantes aku pertahankan dari cewek lain sekalipun!

PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang