Chapter XIX: Kaitan

93 7 0
                                    

Juli, 2017

Musim panas menyapa, suhu udara berada di atas 30 derajat. Iris yang sudah pernah bertemu musim panas tahun lalu hanya bisa mengelap keringat dengan sapu tangan yang diberikan Calla. Tercetus di benaknya untuk menikmati es sambil dibelai oleh angin kipas sementara Calla menyiapkan sepiring semangka segar. Sayangnya, ide itu belum bisa terealisasi karena kesibukan menyergap setelah kasus teror akhir bulan lalu.

Iris menerima perintah dari BSPN terkait dengan kasus teror Indonesia akhir Juni lalu. Dia dan Zaid diutus untuk mengawasi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo karena takut jaringan teror akan meluas ke dunia. Rumor mengabarkan negara-negara yang pernah menjajah Indonesia dijadikan sasaran empuk balas dendam. Walau sebatas kabar burung, pihak berwenang sudah mengambil langkah pencegahan hal buruk itu.

Zaid masih tampak canggung walau dia sudah bersikap sebiasa mungkin dengan Iris. Iris sempat mengucapkan bela sungkawa dan meminta maaf karena dirinya tak bisa pulang ke Indonesia untuk menemani Zaid. Zaid menerima perkataan sahabatnya dengan lapang dada meski masih ada perih di hati lantaran orang-orang pentingnya sudah berpindah alam dan pelaku teror belum bisa dilacak.

"Ketika aku marah dengan teroris, aku membaca Al-Qur'an, mempelajari ayat-ayat yang menjadi dasar pemikiran para teroris. Saat itu, aku berpikir Islam itu brengsek, Tuhan kalian begitu kejam kepada orang kafir, orang sepertiku... yang berbeda dengan kalian. Lalu, aku membaca penyebab turunnya ayat dan membaca sejarah Nabi Muhammad." Zaid menyuap takoyaki ke dalam mulut, matanya menerawang.

"Dari buku kisah tersebut, aku mendapati sosok manusia yang lemah-lembut, tegas, dan selalu memikirkan orang lain. Ada satu bab yang membuatku merinding, ketika seorang Yahudi buta menjelek-jelekkan Muhammad, di saat itu juga ada seseorang yang selalu menyuapi Yahudi bermulut kasar itu. Sampai suatu hari, si Yahudi menyadari orang yang datang untuk menyuapinya bukanlah orang yang biasa. Dia bertanya kenapa bukan orang yang biasa yang datang, orang itu –Abu Bakar, sahabat Muhammad- berkata Muhammad sudah meninggal. Ketika si Yahudi tahu orang yang selalu datang untuknya adalah Muhammad, yang sebenarnya selalu dibencinya, bersedihlah ia. Cerita itu membuatku menangis, bagaimana bisa orang yang dibenci dan dikatai habis-habisan malah bersikap begitu baik? Lalu, mengapa teroris yang mengatasnamakan Islam tidak mencontoh perbuatan Muhammad kepada orang kafir? Selagi orang tersebut tidak berbuat kerusakan di muka bumi maka kehidupan harmonis meski berbeda bisa terwujud. Muhammad tidak membenci orang yang membencinya bahkan beliau sering berdoa untuk kebaikan. Kisah delapan dirham juga membuatku terenyuh."

Iris tertegun, air mata Zaid meluncur tanpa penghalang. Hati Iris bergoncang, tanpa sadar bulir air mata juga jatuh dari pelupuk mata beningnya. "Kau benar. Nabi Muhammad orang yang penuh kasih, jujur, dan adil. Beliau selalu mengajarkan kelemah-lembutan bahkan terhadap hewan seperti kucing. Jika Nabi Muhammad bukan manusia yang baik, beliau mungkin berdoa untuk menjatuhkan azab pada kafir Quraisy yang jelas-jelas menentang dan menghalanginya. Tapi, beliau tidak seperti itu. Untuk beberapa waktu –sebelum hijrah ke Madinah-, Beliau dan kaum kafir Quraisy hidup di tempat yang sama. Beliau tidak membunuh mereka, tidak juga merusak mereka. Bahkan, bertoleransi untuk agama masing-masing seperti yang disebut di surat Al-Kafiirun. Untukmu agamamu, untukku agamaku."

Zaid menganggut kecil dan memakan takoyaki cumi lagi dengan lahap. "Kita tidak boleh kecolongan oleh teroris lagi. Teroris itu musuh bersama. Ya, yang namanya kejahatan harus diperangi bersama."

"Benar, tak peduli agama atau apa pun, membunuh orang lain yang tidak berdosa itu kejahatan. Kita harus mencegah kejahatan meluas." Iris mencomot satu takoyaki milik Zaid lalu dua sahabat itu tersenyum.

Tiba di KBRI, kedua pemuda itu disambut duta besar, Pak Ario dan Nyonya Aleya. Beberapa anggota tim khusus BSPN juga didatangkan ke kedutaan. Iris, bersama orang-orang tersebut menggelar rapat yang membahas informasi terbaru tentang teroris. Tim khusus telah berhasil menemukan kaitan teror di hari Lebaran dengan pencurian data dari basis data pemerintah. Nyonya Aleya yakin dalang dua kasus tersebut sama, dicurigai tujuannya adalah menggulingkan pemerintah sekaligus membuat dunia ketakutan dengan negara berkembang tersebut.

My Perfect Rival : Saingan Sempurnaku [TAMAT]Where stories live. Discover now