Chapter XX: Festival Bintang

108 6 0
                                    

Lama tak bertemu Nami, gadis bermata sempit itu menghubungi Calla untuk pergi ke festival tanabata bersama. Setelah mengecek jadwal –apalagi Iris masih mengerjakan sesuatu dengan Zaid- dan menerima izin keluar dari Iris, Calla menyanggupi. Lalu, secepat kilat Nami datang membawa yukata merah untuk dipasangkan ke tubuh Calla.

"Kenapa tiba-tiba mengajakku? Kekasihmu tidak terganggu dengan kehadiranku?" Calla bertanya sembari Nami merapikan ikatan obi yukata Calla. Nami tersenyum kecut, "Aku mencampakkannya. Laki-laki hanya ingin yang menguntungkan saja, jika merugikan dia berlari, berlaku seolah aku dan dia adalah orang asing."

Mendengar nada suara tak ramah dari Nami, Calla menatapnya khawatir.

"Nami melihatnya keluar dari hotel cinta bersama seorang anak sekolah. Bukan hanya kali itu, beberapa kenalan pernah memberitahu dan menunjukkan bukti. Tapi, Nami percaya kalau dia mencintai dan tak akan menghianati. Lagipula... kami... selalu melakukannya. Jadi... jika dia ingin melakukan itu, dia bisa mengajak Nami dan tidak perlu mencari wanita lain. Bukankah kepunyaan wanita itu sama saja fungsinya? Mengapa dia menghianati? Brengsek!" Nami mengumpat, mencekik pinggang Calla dengan obi tanpa sadar.

Calla bergidik, sebegitu mudahkah melakukan itu? Apakah status kekasih dapat membuat hal itu jadi lumrah dan boleh dilakukan? Kalau hotel cinta digunakan seperti itu, rasanya tempat itu seperti tempat perzinahan padahal kalau dimanfaatkan oleh pasangan resmi maka tempat itu jadi surga yang menyenangkan. Calla teringat larangan mendekati zina, perintah Tuhan itu penuh kebaikan untuk manusia tapi... kadang manusia tidak menyadari.

"Gomen, Nami bercerita sesuatu yang tidak pantas didengar, Nami membuka aib sendiri." Nami menutup mulut, pandangannya sayu ke arah Calla. Perempuan kecil itu memutar otak, dia harus menanggapi Nami tapi kata-kata menghilang seenaknya.

Nami melangkah ke luar apartemen Calla dan Calla mengikuti. Mereka berdua naik ke sebuah mobil mini yang disetir Nami. Menurut Nami, malam festival biasanya ramai, demi tempat strategis melihat kobaran kembang api, mobil harus digunakan. Sepanjang jalan, radio mobil Nami memutar lagu-lagu Jepang bertema musim panas, cukup membuat suasana sedikit bersemangat.

"Apa menurut Calla, Nami ini pendosa? Seperti... pelacur atau pezina karena melakukan hal tidak pantas sebelum menikah." Nami berkata pelan sambil tetap fokus pada jalanan yang ramai, banyak anak muda keluar demi festival tanabata, beberapa mengenakan yukata, beberapa dengan pakaian santai bahkan ada yang mengenakan seragam sekolah. Anak-anak muda itu berbincang-bincang sambil sesekali tertawa, Calla mendadak merindukan sahabat-sahabatnya masa sekolah.

"Kau tahu jawabannya, kan?" Calla melirik Nami, Nami membalasnya dengan anggukan kecil. "Pertama kali melakukannya... Nami merasa sangat berdosa sekaligus bahagia lantaran melakukan itu dengan orang yang Nami suka. Tapi, sekarang Nami sangat takut. Di masa depan, saat Nami menikah dan suami kecewa karena bukan yang pertama... nilai Nami di matanya pasti berkurang drastis. Ya, walau mungkin dia menganggap bukan perawan itu wajar di era sekarang, dia juga mungkin bukan perjaka."

"Di Al-Qur'an, Tuhan berfirman, 'wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).'"

Terdengar suara napas Nami, dia terhenyak.

"Tuhan juga memperingatkan untuk tidak mendekati zina. Kau tahu mengapa? Karena banyak sekali hal yang buruk akibat zina. Wanita bisa hamil karena zina, anak yang dikandung tidak berhak menyandang nama ayah biologisnya, belum lagi nyinyiran keluarga dan masyarakat, sudah bisa dipastikan tekanan mental akan sangat kuat terutama bagi wanita. Wanita itu punya bekas."

My Perfect Rival : Saingan Sempurnaku [TAMAT]Where stories live. Discover now