3. Senjata makan tuan.

140 12 13
                                    

"Barbie idiot."

Hal yang tidak di inginkan terjadi, ia ketahuan seorang siswi sedang mengepel lantai toilet perempuan. Dewi fortuna nampaknya tidak berpihak pada Genta hari ini, mau disimpan dimana wajah tampannya ini. Seharusnya, hal sememalukan ini jauh dari pandangan orang, tapi..

Genta berhasil melotot. Hanny tertawa terbahak-bahak dengan tangan memegangi perutnya. "Sumpah demi apa? Gue nggak salah liat kan?" Hanny tertawa lagi, membuat Genta bingung. Bukannya menjerit karena mendapati seorang siswa laki-laki di toilet wanita, Hanny malah tertawa. Gesrek emang.

"Gaya lo megang pel-an mirip banget pembantu di rumah gue. Udah cocok banget deh jadi cleaning service buat di sekolah." ledeknya.

Genta reflek melepaskan pel-an dari tangannya. "Enak aja,"

Hanny masih tertawa.

"Lo ada di toilet cewek pake ketawa-ketawa. Gue curiga, apa lo ini penunggu toilet yang sering nongol malam hari?"

Hanny melayangkan satu cubitan pada perut Genta. "Jangan aneh-aneh deh ya. Gue ini princess Hanny Barbie, udah pasti tinggalnya di istana, bukan setan yang tinggal di toilet bau kaya gini."

"Sombong," cibir Genta.

"Gue nggak sombong, itu kenyatannya. Lo tau, kamar mandi dirumah gue itu besar dan toiletnya juga lebih besar daripada ini."

Ayolah, tugas Genta disini hanya menjalankan hukuman. Bukan malah mendengarkan kesombongan si tuan putri barbie ini.

Tidak memikirkan hukumannya yang belum selesai, Genta memilih untuk pergi saja daripada mendengarkan topik yang Hanny bicarakan.

Sebelum angkat kaki dari toilet, ia sempat berkata. "Apa lo nggak nyari tau, segimana besarnya kamar mandi Sang Ratu?" Genta memberi penekanan didua kata dalam kalimatnya.

Genta memilih berjalan menuju kantin. Karena terlalu lama menjalani hukuman, perutnya sudah berbunyi minta di isi. Dan kantin adalah pilihan terbaik.

***

Genta memandang perempuan yang duduk di depan nya dengan tatapan bosan. Ia berharap bahwa tatapannya ini dapat melenyapkan perempuan didepannya dalam sekejap.

Genta menarik kata-katanya yang tadi, jika kantin adalah pilihan terbaik. Ia justru malah bertemu dengan Sellin dikantin, itu bukan bagian terbaiknya. Kantin masih sepi, dia bertemu dengan Sellin karena perempuan itu baru saja selesai olahraga.

"Gue nggak minta lo bales pesan gue, tapi seenggaknya lo baca aja."

Genta menyeruput minuman dingin nya. "Gak sempet,"

Sellin mendengus. "Lo itu di cari kak Bayu mulu tau, lo nggak pernah ikut kegiatan apa-apa selama dua tahun ini."

"Ngapain dia nyari gue, udah tau gitu kenapa nggak keluarin gue aja. Gue nggak masalah kok." Selama menjabat sebagai anggota osis, jujur Genta hanya pernah ikut aktivitas rutin dalam kegiatan itu satu kali selama dua tahun dia menjabat, yang tak lain adalah menjadi satpam didepan gerbang. Iyalah, kerjaan osis itu nggak bermutu, malah terkesan iri-an. Lihat siswa yang pakai sepatu dengan warna selain hitam saja, osis langsung merampas nya dengan embel-embel bahwa memakai sepatu selain warna hitam itu melenceng dari tata tertib. Padahal, dalam hati itu iri karena nggak mampu beli. Munafik. Cih,

"Asal lo tau aja ya, kak Bayu udah mau depak lo dari keanggotaan beberapa kali. You know lah, bu Irene selalu ngelarang. Gue heran, dia care dan mendukung lo banget."

Genta mendengus, lagi-lagi karena bu irene.

"Pokoknya, besok pagi lo harus dateng pagi-pagi buat jaga lagi. Nggak apa-apa kalo misalnya lo nggak mau ikut kegiatan osis lainnya, asal yang satu itu harus. Wajib malah."

Feeling✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang