13. Pergi

74 7 0
                                    

"Loh mi-pi, kalian mau kemana?" tutur Genta terkejut saat dirinya melihat kedua orangtua nya sudah berpakaian rapi dengan menyeret koper keluar rumah. Genta mematung di anak tangga terakhir, ransel yang ia gendong sudah jatuh ke anak tangga. Bola orange di dalamnya membuat tas itu menggelinding jatuh hingga ke dasar lantai.

Dengan pakaian Jersey, sepatu sport berwarna biru laut Genta siap berangkat kesekolah untuk mengikuti pertandingan bola basket dengan sekolah lain. Karena itu, semalam sehabis makan malam bersama dirumah Tante Rose ia berinisiatif untuk mengajak kedua orangtua nya menonton pertandingannya.

Genta ingin, keahliannya dalam bidang olahraga hingga membuatnya mengikuti lomba kejuaraan ditonton oleh kedua orangtua nya. Sekali saja, Genta ingin membuat orangtua nya bangga akan prestasi yang ia dapatkan di bidang olahraga.

Laki-laki berperawakan tinggi itu sedikit berlari-lari kecil untuk mencapai teras rumah dimana orangtua nya saat ini sedang duduk di kursi teras. Genta mematung di ambang pintu dengan pandangan yang jatuh kepada orangtuanya yang saat ini menatapnya sendu.

"Genta," Gina -Mami- beranjak dari duduknya. Wanita paruh baya itu kini berjalan mendekati Genta yang tatapannya tidak terbaca. Dielusnya rambut hitam legam milik Genta lalu perempuan bertanya saat melihat pakaian yang Genta kenakan. "Kamu mau tanding basket?"

Genta hanya diam tidak menjawab. Gibran, papinya yang melihat itu lantas ikut berdiri dan mendekati Genta. Laki-laki paruh baya itu tersenyum bangga kepada anaknya. "Wish, jagoan papi keren banget pakai Jersey. Tanding sama sekolah mana?"

Genta tidak menanggapi, dia malah menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan lagi. "Mami sama Papi bilang disini bakal menetap tiga hari, tapi tepat dihari kedua kalian mau pergi?"

Mami sejenak menunduk, lalu mendongak menatap Papi. Papi yang saat itu berdiri disamping Mami hanya bisa memaksakan sebuah senyuman teduh terbit. "Maaf Genta, Papi terlalu banyak urusan disana-"

"Genta ngerti," potong Genta, laki-laki itu kini masuk kedalam rumahnya untuk mengambil ransel berisikan bola basket, lalu kembali lagi ke teras. Sesaat Genta diam melihat Papinya yang hendak angkat bicara. Namun Genta melengos begitu saja ke arah motornya.

"Kamu nggak mau pamit sama Mami dan Papi?" kata Mami saat dirinya mendengar suara mesin motor berbunyi. Dia belum sadar, bahwa sikap Genta saat ini menunjukan bahwa anak laki-laki nya itu kini sedang merasa terabaikan oleh perhatiannya.

Genta diam dengan posisi duduknya di atas motor yang siap kapan saja ia lajukan. Ia menatap Papi yang kini sedang memasukkan koper kedalam bagasi mobil sedangkan Mami tengah berjalan ke arahnya.

"Kamu mau kaya kakak kamu, pergi gitu aja tanpa pamit sama orangtuanya." Mami kembali pada waktu pagi yang masih gelap dimana anak gadis nya berangkat sekolah lebih awal, disaat semalam dia membicarakan tentang kepulangan dia kembali ke Amerika saat makan malam. Ginny terlihat marah saat acara makan malam selesai, dan esoknya anak gadisnya pergi menghindarinya.

Wanita paruh baya yang saat ini berdiri disamping motor, di tatap lekat-lekat. "Genta ngerti sekarang gimana perasaan kakak. Kakak bener soal orangtua yang nggak perduli dan acuh sama anaknya. Kakak bener soal Mami tentang Papi yang hanya fokus sama kerjaan. Saat seperti ini, Genta cuma mau kalian datang ke pertandingan kejuaraan basket. Dukung Genta, karena cuma dengan ini Genta bikin kalian bangga." Genta menghembuskan nafas, lalu menunduk. "Genta pergi sekolah dulu, hati-hati dijalan." setelah itu Genta melajukan motornya menjauhi pekarangan rumah.

Genta marah, meskipun amarah yang dia tunjukkan tidak seperti Ginny.

Nilai Genta yang ia peroleh disetiap mata pelajaran belum bagus, dia belum bisa mendapat peringkat dalam kelas namun ia bisa membuat bangga kedua orangtua nya lewat kejuaraan basket se Jawa Barat yang akan ia lakukan beberapa jam mendatang. Dengan itu, Genta ingin saat dirinya mencetak angka orangtua nya bersorak gembira diantara bangku penonton. Tapi, itu hanyalah keinginan yang tidak terpenuhi dan menjadi sebuah angan. Karena lagi-lagi kedua orangtua nya harus kembali ke Amerika.

Feeling✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang