19. Dia, membawa perasaan baru.

66 6 0
                                    

Sinting,

Berandal gila,

Apa yang lo pikirin sih?

Lo udah sakit jiwa.

"Argh," Genta menendang kursi belajarnya, hingga kursi itu terdorong jauh dan tergeletak dekat lemarinya. Genta mengacak rambutnya frustasi. "Lo gila," geramnya.

Kenapa, akhir-akhir ini keinginan untuk mencium Hanny begitu besar ketika dia melihat gadis itu bersamanya, atau didekatnya.

Genta merasa akal sehatnya sudah tidak berfungsi lagi. Bagaimana bisa dia berpikiran ingin mencium Hanny? Jikapun itu bukan ciuman pertama Hanny yang perlu dipertanggung jawabkan, tapi yang lebih harus dipikirkan sekarang adalah Hanny bukan siapa-siapa. Dia hanya sebatas siswi nakal yang kebetulan orang tuanya adalah teman dekat orang tua Genta.

Lalu, kenapa efek Hanny begitu kuat hingga Genta berniat akan mencium gadis itu?

"Sial," Genta menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Menatap langit-langit kamarnya. "Kalo gini, gue bakal dibilang omes sama dia." tiba-tiba langit-langit kamar berubah menjadi layar hitam. Seperti bioskop. Lalu ada sorot lampu entah datang dari mana menerpa layar itu. Menampilkan wajah Genta yang memerah.

Alis Genta berkerut menatap wajahnya sendiri. Lalu, ada suara tawa renyah disusuli dengan sosok Hanny yang datang dengan wajah menyebalkan. Gadis itu berteriak 'Genta mesum' berulang-ulang.

"Argh," teriaknya. Genta menggelengkan kepalanya, seketika layar itu hilang, kembali ke langit-langit kamarnya semula. Genta bangkit dari posisinya. "Pokoknya besok gue harus berangkat ke sekolah pagi-pagi, biar nggak ketemu sama dia."

Genta menghembuskan nafasnya ketika ide bagus untuk menghindari Hanny terlintas. Dia mengedarkan pandangannya, lalu berhenti pada sesuatu yang ada di atas meja belajarnya. "Sialan, besok libur."

Sedangkan dikamar sebelah, suasana tidak terlalu beda dengan suasana dikamar Genta.

Hanny sedang mondar-mandir kesana-kemari. Memikirkan hal yang sama dengan Genta. "Kenapa gue bisa merem pas dia deketin mukannya? Kenapa gue ngarep lebih dari kecupan di pipi?"

Hanny mendengus. Dia duduk ditepi ranjangnya. Tiba-tiba bayangan Genta mendekatkan wajah lalu mencium pipinya berputar begitu saja, membuat wajah Hanny kala itu berubah menjadi merah. Dia menggeleng kuat sambil memegangi pipinya. "Ah Hanny, lo kenapa mesum gini? Dia bukan lagi manggil barbie idiot, tapi barbie mesum nantinya." Hanny menghempaskan tubuhnya. Kakinya berayun-ayun ringan. "Kenapa gue bisa kejebak di sini, sama perasaan ini? Apa harus besok gue pergi aja? Kerumah Anin? belanja? Atau apalah, tapi apa?"

Suasana hening, selang beberapa menit jadi gaduh akibat Hanny berteriak keras sambil mengacak-acak rambutnya. Untung saja tidak sampai ada orang yang mendatangi kamarnya, coba pikirkan jika ada yang datang. Apalagi Genta, dia bisa mati karena malu.

***

Genta berdiri gugup didepan pintu kamar Hanny. Dia saja masih merasa malu dan gila akibat kejadian malam itu, dan Ginny malah menyuruhnya menemui Hanny, alasan hal gila itu. Lagipula jam sudah menunjukan pukul 9 siang, dan Hanny belum juga keluar dari kamarnya. Bukan kenapa-napa, masalahnya Ginny khawatir jika Hanny tidak keluar dan melewatkan sarapannya, bisa saja perempuan itu jatuh sakit nantinya.

Helaan nafas menjadi awal untuk Genta mengetuk pintu itu. Beberapa ketukan sampai pintu terbuka, membuat dia berhadapan langsung dengan wajah itu, wajah yang semalam hanya berjarak dekat dengan wajahnya. Wewangian langsung menyeruak ke indera penciuman Genta, membuatnya tidak fokus menatap Hanny.

Hanny gugup, terlihat dari caranya menatap Genta lalu beralih menatap objek secara absurd. "Lo, ada apa?"

Genta tersadar dari lamunannya memikirkan tentang itu, dia menggaruk keningnya dengan ibu jari sebelum berkata. "Gue," pandangan Genta teralih pada apa yang ada di kepala Hanny. "Lo habis mandi?"

Feeling✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang