#SEBELAS

1K 57 8
                                    

-Valeria POV-

"Mau kemana dek? Cantik banget," goda bang Galih menatapku kaget.

Pipiku memerah, tumben bang Galih muji. "Apaan sih bang, biasa aja kok."

"Serius dek, tumben pakai dress. Mau kondangan?" iya juga ya, kenapa rasanya aku ingin tampil cantik di depannya? Apalagi aku memang jarang pakai ginian. Dress brokat selutut warna hijau yang jarang kupakai kecuali ke pesta ini telah tertempel sempurna di tubuhku.

Bahkan mama sampai cengo, aku terus menggaruk kepala yang padahal tidak gatal. Dipandangi begini aku jadi salah tingkah, segitu anehnya kah?

"Rie mau kemana? Temannya ada yang ulang tahun ya?" tanya mama sembari menatapku bingung.

Aku ikutan bingung, enggak mungkin kan mengatakan kepada mama kalau aku ingin menemui seseorang. Bisa-bisa aku diledekin terus. "Enggak ma, teman Rie enggak ada yang ulang tahun."

"Terus? Mau kemana?" tanya mama lagi.

"Ke kafe ma," jawabku akhirnya, aku gak sepenuhnya bohong bukan?

"Ooo, ngapain dandan cantik gitu. Yang ada kamu malah jatuh nanti di kafe," ucapan mama ada benarnya sih, enggak mungkin aku pakai sepatu. Minimal, harus pakai wedges dan itu enggak mungkin.

"Iya juga sih, kalau gitu Rie ganti baju dulu ma." aku buru-buru kembali ke kamar dan mengganti dressku dengan chiffon spandek wing blouse merah yang dipadukan dengan celana jins panjang. Tak lupa, tas selempang mini aku bawa untuk menaruh ponsel dan dompetku.

Memastikan penampilanku berada di ambang batas normal, aku kembali turun dan menemui mama dan abang yang sedang menungguku.

"Tumben, biasanya ke kafe pakai piyama juga gak papa. Hari ini cantik banget, mau ketemu siapa sih dek?" celetuk bang Galih membuatku meringis, ya kali aku ketemu si Adi pakai piyama. Mau ditaruh dimana wajahku?

"Enggak ketemu siapa-siapa bang, hari ini aku mau bantu di kasir aja. Enggak mungkin kan di kasir ngelayani pembeli pakai piyama?"

Biasanya aku kalau ke kafe hanya membantu di bagian belakang, membuat kopi atau cake. Hari ini aku memang harus membantu di kasir, untuk memantau Adi yang beneran datang atau enggak. Jika langsung duduk, pasti nanti ada yang melapor ke bang Galih dan dia pasti akan menanyaiku macam-macam.

"Iya sih, mau berangkat bareng gak? Abang sekalian mau ikut ke kafe," ajak bang Galih membuatku mematung, kalau ada dia gimana jadinya.

"Abang mau ngapain ke kafe?" tanyaku hati-hati.

"Mau diskusiin menu baru sama pak Yanto, kenapa?" bang Galih balik bertanya, kalau udah soal diskusi-mendiskusi aku gak bisa berkutik lagi. Karena perbedaan pendapat pak Yanto dan aku itu jauh berbeda, mengesalkan!

"Ya udah, yuk! Kami pergi ma." aku menarik bang Galih ke garasi, membiarkan dia mengeluarkan motor ninjanya. Kemudian, bang Galih segera melajukan motornya dengan aku yang memeluk tubuhnya.

"Mau terbang ya? Laju banget!" teriakku berusaha mengalahkan suara knalpot bang Galih yang benar-benar memekakkan telinga, polusi udara nih!

Dalam waktu lima belas menit kami berhasil sampai di kafe, padahal jika ditempuh dengan kecepatan biasa, biasanya setengah jam baru sampai. Memang gila bang Galih nih, untung aku mengikat rambut, jika enggak pasti sudah kusut sekarang.

"Halo Galih dan halo Valeria," sapa bang Yudi, salah satu pelayan di kafe.

"Halo Yud, pak Yanto dimana?" bang Galih balik bertanya sedangkan aku hanya membalas dengan seulas senyum lalu meninggalkan mereka berdua yang asik mengobrol.

Because Of You👌Donde viven las historias. Descúbrelo ahora