#LIMA BELAS

1K 61 0
                                    

-Valeria POV-

"Yuk, lo kenapa sih ketawa Terus? Diliatin mulu tuh," ucap Evelyn yang membuatku semakin tertawa, anak ini pasti belum baca komentar. Kalau udah pasti langsung dihapus, kami kembali berjalan dan kali ini pandanganku hanya tertuju pada layar ponsel. Enggak penduli dengan jalanan yang 'sesak', beberapa kali orang hampir menabrakku bila Lydia tak langsung tarik.

"Kalau jalan matanya ke depan, bego!" seru Lydia sangking kesalnya.

"Bodo!" balasku kesal.

Lagian aku lagi sibuk stalking IG mantan, eh. Bukan-bukan, maksudnya aku lagi nyari IG si Adi itu. Penasaran uy gimana wajahnya, jangan-jangan dia om-om lagi. Kan ewh banget!

Baru saja mikirin gimana caranya nemuin IG Adi, pantatku harus mendarat di tanah. Ya benar, aku ditabrak sama seseorang yang membuat ponselku terlempar jauh beberapa meter dariku.

Aku menatap laki-laki yang menabrakku itu garang, jalan kok gak pakai mata? Nyebelin banget!
Evelyn membantuku berdiri. "Baru tadi dibilang."

Aku melirik Evelyn kesal. "Kok jadi gue sih? Jelas-jelas dia yang menabrak gue seenak jidatnya!" tudingku dengan jari telunjuk yang mengarah ke dia.

"Lo juga salah, udah tau ramai. Malah jalan sambil main HP!" ucap laki-laki itu berapi-api.

"Bang Andi?" panggil Bianca, anak itu terlihat kaget ketika laki-laki di depan kami membuka topi yang dipakainya.

Aku menatap Bianca heran. "Lo kenal?"

"Aca?" dan laki-laki itu juga terlihat kaget. Selanjutnya laki-laki itu mengajak kami makan bakso. Dengan senang hati semuanya menerima, aku masih terus mendumel. Kesal uy sama laki-laki ini.

*****

"Sendirian bang?" tanya Bianca membuka pembincaraan, saat ini kami sudah makan masing-masing semangkok bakso. Kalau soal makan pasti enggak ada yang nolak, apalagi gratis. Muehehe

Laki-laki itu menggaruk kepalanya pelan. "Sebenarnya tadi sama teman, cuma dia ketemu ceweknya. Jadi gue ditinggalin deh."

Aku menyahut dengan sinis. "Jomblo ya? Kasian banget."

Evelyn menyenggol bahuku kasar, lalu membisikiku. "Yang sopan dikit ngapa?"

Aku hanya menatap Evelyn sinis, ya kali aku sopan sama laki-laki kayak gitu, gak lah ya.

Lydia berbisik malu-malu ke arah Bianca. Bisikan mereka pasti gak beres.

Bianca berdeham pelan. "Oh iya bang, kenalin ini sahabat gue. Yang di samping gue namanya Lydia, di samping Lydia itu Evelyn. Dan yang tadi nabrak abang itu namanya Valeria. Dan ini bang Andi, dia itu guru les yang pernah gue ceritaiin." di bagian terakhir, Bianca memelankan suara. Malu kali ya?

"Salam kenal," ucap Andi sembari tersenyum sok manis, dari tampangnya si kayak berandal gitu. Aku aja sampai gak yakin kalau ini orang yang ngajarin Bianca, secara dia pakai tindikan di telinga kanan. Mana ada orang pintar tindikan, laki-laki gak jelas, ewh!

"Abang kuliah di Lagoi?" tanya Lydia penasaran.

"Iya."

"Wah, jurusan apa?" Evelyn juga ikut-ikut bertanya, emangnya kenapa sih kalau dia kuliah di lagoi? Kok kayaknya Evelyn sama Lydia semangat betul.

"Pariwisata," jawab Andi singkat, pelit kata ya? Atau mulutnya lagi sariawan?

"Wih, terus abang tinggal di mana?" tanya Evelyn lagi, modus-modus gak enak nih? Ujung-ujungnya nanya kayak ginian. Aku berdeham sekuat mungkin, bahkan beberapa pengunjung lain ikut menatapku, biasa aja kali.

"Apaan sih? Gue cuma nanya aja, lo jangan cemburu gitu dong," jelas Evelyn songong, nih anak ngajak berantem ya? Enggak enak banget omongannya.

Aku menginjak kaki Evelyn kasar, ia berteriak kesakitan. Rasain!
"Apaan sih lo? Salah tingkah bilang, jangan nginjak-nginjak kaki orang dong!" ucap Evelyn membuatku ingin sekali langsung menghantamkan kepalanya ke meja. Kayaknya nih anak beneran nyari masalah, aku mulai menatap Evelyn sinis. Menyalurkan pesan mata, awas aja kalau dia sampai ngomong macem-macem lagi.

"Udah dong, jangan malu-maluin gue," bisik Bianca sembari mendekatkan wajah kami.

"Bukan gue, daritadi gue adem ayem." Lydia menjawabnya dengan santai.

Evelyn hanya nyengir tak bersalah. "Apalagi gue, gue gak akan mulai duluan kalau gak ada yang mancing. Ibarat api, gue gak bakalan membesar bila tidak disiram minyak tanah."

Aku mendengus kesal. "Geli! Jawaban lo buat gue merinding, bego!"

"Jangan lupa, gue itu salah satu penerus pak Mario Teguh. Jadi wajar kalau setiap kata yang gue ucapkan itu bermakna."

Benarkan kataku, ucapan Evelyn itu benar-benar menggelikan. Bianca yang sedang minum terpaksa menyemburkan air yang berada di dalam mulutnya. Lydia bahkan sudah tertawa sembari memegang perutnya, sungguh lucu yang dilakukan Evelyn ini. Bahkan Andi aja tidak bisa menyembunyikan tawanya, kamu memang gokil, Evelyn!

Evelyn menatap kami satu-persatu, sepertinya dia tidak terima akan tawa kami. "Kok pada tertawa?" dia memicingkan matanya tajam.

"Gak papa kok, tadi ada pelawak lewat," jawabku asal, aku kembali fokus dengan baksoku yang masih tersisa banyak. Sebenarnya sih agak malas, mengingat Andi-lah yang membayar. Aku kan juga punya harga diri, yang pastinya enggak seharga sebungkus permen.

"Oh iya bang, mama minta tolong ajarin Dian. Nilainya merosot parah," pinta Bianca.

Dian adalah satu-satunya saudara yang Bianca punya, umurnya berkisar sebelasan, umur mereka berjarak lima tahun. Tak jarang pertengkaran kecil terjadi diantara mereka, walau begitu Bianca memang sangat menyayangi Dian, walau enggak pernah ia tunjukkan secara langsung.

Andi mengangguk-angguk mengerti. "Seperti biasa kan? Nanti gue kabarin lagi."

"Iya bang, semua jadwal abang yang atur. Tapi Dian mintanya cuma seminggu sekali, anak itu benar-benar keterlaluan. Mama sendiri mintanya empat kali seminggu," jelas Bianca.

Andi tampak berpikir. "Ya udah nanti gue ngasih tau lo gimana jadwalnya nanti."

"Sip bang, makasih banyak. Maaf banyak ngerepotin." Bianca mengucapkannya dengan mata berbinar-binar, dari tatapan Bianca ke Andi pasti ada apa-apanya. Jadi curiga.

Andi mengibaskan tangannya pelan. "Santai aja, kayak baru sekali-duakali aja."

Keduanya tertawa bersama, aku, Lydia, dan Evelyn serasa nyamuk di sini. Bahkan Evelyn sudah sibuk dengan ponselnya, mungkin dia shock dengan komentar-komentar di IGnya.

"Oh iya, Valeria?" aku menoleh ke arah Andi, menatap laki-laki itu curiga. Ada apa lagi manggil-manggil? Orang ini memang gak beres.

Aku menatapnya dengan satu alis terangkat. "Apa?"

Andi membuka ponselnya kemudian menunjukkan sebuah gambar yang berisi seorang cewek dipeluk dari belakang oleh seorang cowok. "Ini cowok lo?"

Aku tertawa pelan. "Iya, kenapa memangnya?"

Jangnan salah paham dulu, di dalam gambar itu tuh aku yang dipeluk sama bang Galih. Ya kali aku pacaran sama dia.

"Hebat, dia itu senior gue di kampus. Walaupun kami jarang ketemu, tapi dia orangnya baik sama ramah banget." aku hanya memutar bola mataku kesal ketika terus mendengar celotehan Andi tentang bang Galih, aku udah bosan kali ketemu bang Galih.

Setiap hari bahkan!

Muak uy!

Dan tentunya kami, oke ralat, mereka menghabiskan waktu dengan mengobrol hal-hal yang tidak penting. Aku sampai harus beberapa kali menguap, jalan-jalan yang tidak menyenangkan!

-*-*-*-
♥Holahalo♥
Don't forget to give me a vote and coment dear

Because Of You👌Where stories live. Discover now