17 - Mengaguminya

1.5K 58 0
                                    

"Jika mampu menatapmu saja,
akan kulakukan.
Asal kau selalu ada didalam mataku."

***

Devan mengelap keringat yang sedari tadi membanjiri kedua pelipisnya, cuaca memang cerah.
Membuat tubuhnya berpeluh keringat. Devan meneguk sebotol air mineral. Hari ini dia baru saja selesai latihan bulu tangkis untuk pertandingan dua hari lagi. Tidak ada yang menyangka jika Devan jago bermain bulu tangkis. Itu merupakan impiannya dari kecil. Lapangan badminton itu mulai sepi, hanya tinggal Devan dan satu teman ekskulnya.

"Latihan lagi, yuk Van." ajak temannya itu, yang  bernama Andra.

Devan mengangguk, mengiyakan. "Yok!!" ujarnya antusias, sembari beranjak dari duduknya.

Mereka kembali berlatih, sementara dari kejauhan ada Nika yang menatap kearah Devan dengan tersenyum. Mengagumi dalam diam tak apa, bukan? Dia tahu, ini terlalu konyol. Tapi dia bisa apa? Dia diam-diam menyukai sosok Devan yang terlihat selalu antusias. Cowok itu memang benar berbeda dari teman dan sahabatnya.

Sori, kak, kayaknya aku udah bisa ngelupain kakak. Aku enggak tahu kenapa hatiku bisa kayak gini? Rasanya emang aneh. Tapi aku udah mengagumi dia, kak. Sekali lagi, Nika minta maaf. Nika membatin, menyadari jika dia sudah mampu melupakan masa lalunya. Kinar benar, tidak ada salahnya jika dia mulai melupakan hal yang lalu, dan mengejar masa depannya tanpa dihantui oleh masa lalu. Nika baru menyadari itu.

"Dor!" Kinar menepuk kedua bahu Nika, membuat gadis itu berjingkat.

"Lo tuh ya!" geram Nika sembari ingin mencubit lengan Kinar.

Kinar hanya terkekeh menyadari Nika yang cukup kesal itu, lantas dia menghentikan kekehannya menjadi sebuah senyuman. Gue lebih seneng lihat lo senyum, Nik. Batin Kinar.

"Kalo gue jantungan, gimana?" protes Nika.

"Ih naudzubillah, lah," sahut Kinar santai.

"Lagian, lo kenapa, sih?"

"Ngajak pulang, lo ngapain disini?" Pandangan Kinar mengedar, saat menyadari sesuatu gadis itu menatap Nika dengan senyum jahilnya.
"Oh, pantesan. Lagi lihatin si ganteng, yak?"

Nika mendelik konyol kearah Kinar yang sudah menahan tawa itu.

"Lo ngomong apa, sih?" protes Nika, masih geram dengan kelakukan sahabatnya itu.

"Hehe, mau pulang atau lihat dia dulu nih?" Kinar mengerling.

"Sebel gue sama lo, pulang yok!" Nika lebih dulu melangkah, kemudian Kinar mengikuti langkah Nika.

***

Devan sedang asyik berlatih bulu tangkis bersama Andra, namun tiba-tiba terhenti ketika mendengar sedikit keributan. Cowok itu mengedar.

"Van, buruan!" ujar Andra yang mulai tidak sabar karena Devan tak kunjung melemparkan shuttlecock kearahnya.

"Bentar, Dra," sahut Devan tanpa menatap Andra.

Devan memicing, memperjelas penglihatannya. Nika? Gumamnya dalam hati. Cowok itu tersenyum kala mendengar percakapan antara Nika dan sahabatnya itu. Apakah benar, jika Nika sedari tadi memperhatikannya? Entahlah, ada rasa syukur dan bahagia jika itu benar adanya. Devan menggeleng, tanpa menghilangkan senyumnya ketika melihat Nika yang sudah berlalu.

"Lo kenapa, sih?" tanya Andra yang mulai kesal.

Devan menoleh kearah Andra, "Enggak ada apa-apa, udah yuk buruan."

Andra mengangguk, kemudian mereka mulai berlatih kembali dengan serius. Namun pikiran Devam masih tertuju kesatu sosok. Nika. Yang mampu membuatnya memikirkan gadis itu akhir-akhir ini.

***

Kedua mata Nika membulat sempurna ketika membaca sebuah nama dilayar depan ponselnya, pasalnya Devan lah yang mengirim sebuah pesan untuknya. Dengan heran, Nika membuka pesan tersebut dan membacanya.

From : Devan Gemilang
Good night, Nika. Lama enggak kirim pesan.

Nika tersenyum lebar, dua kalimat dipesan itu membuatnya merasa senang. Entahlah, hanya seorang Devan dia bisa seperti ini.

To : Devan Gemilang
Night too, kenapa?

Send.

Tidak lama, Nika sudah mendapat balasan dari Devan.

From : Devan Gemilang
Enggak ada apa-apa, cuma mau nanya. Boleh?

To : Devan Gemilang
Apaan?

From : Devan Gemilang
Lo mau tonton gue, gak? Pas pertandingan dua hari lagi?

To : Devan Gemilang
Bulu tangkis?

From : Devan Gemilang
Iya, mau gak?

To : Devan Gemilang
Mungkin

From : Devan Genilang
Mungkin apa?

To : Devan Gemilang
Mungkin enggak.

From : Devan Gemilang
Oke, enggak maksa.

To : Devan Gemilang
Gitu aja ngambek, iya iya, gue bakalan tonton.

From : Devan Gemilang
😊😊

Nika tidak membalas pesan terakhir Devan, senyum yang tadi menghias dibibirnya perlahan memudar. Ia menyadari sesuatu. Nika terlalu larut dalam semua ini, ia tidak menyadari jika usahanya selama ini berhasil. Dia berhasil mengubur kenangannya, karena Devan yang selalu membuatnya tersenyum. Nika menyadari, dia tidak hanya kagum. Tapi dia juga mulai menyukai cowok itu. Sepenuhnya, bukan karena dia tampan. Tapi karena sikap dan sifat Devan.

To be continue

Just A Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang